
Buat pecinta F1 modern, era hibrid, tentu nama Williams kurang begitu di dengar. Pesonanya masih kalah dengan kilau bintang Mercedes, Red bull, Ferrari, atau bahkan Mclaren yang sama-sama tim privater.
Tapi bagi yang belum tahu, kiprah Williams di Formula 1 luar biasa di masa lalu!
Sedikit sejarah tentang Williams.
Awal masuk ke arena Formula 1 tim ini bernama Frank Williams Racing Cars.
Didirikan oleh Sir Frank Williams dan patrick j pada tahun 1977, awalnya tim ini membuat mobil hanya di bantu oleh 17 orang staff. Tim ini memulai debut pertamanya di GP Spanyol, di tahun yang sama. Di balik kemudi mobil pertama itu adalah seorang Patrick Neve (baca:Nive).
Ada pepatah di balapan bahwa salah satu kunci kemenangan adalah Man behind the machine. Dan itu ditunjukkan Williams ketika masuk sosok engineer bernama Frank Dernie berkolaborasi dengan Patrick head merancang FW07 di tahun 1979.
Rupanya itulah tonggak sejarah Williams yang menandai kemenangan pertama mereka. Cdalah Clay Regazzoni, nama pembalap yang memenangkan GP Silverstone untuk Williams pertama kalinya. Mobil ini bahkan berhasil finish 1 & 2 antara Alan Jones dan Regazzoni. Kemenangan ini tak luput dari inovasi desain berupa Ground Effect.
Selepas kemenangan itu di susul lagi kemenagan Jones di GP Austria. Lalu kemenangan ketiga di cetak Jones di GP Belanda. Jones yang seorang Australia itu mencetak hatrick dengan tim yang relatif masih baru, sebelum akhirnya sebuah mobil merah asal Maranello menghentikan langkah kemenangan Williams selanjutnya. Yap, John Scheckter menang di kandang sendiri di Italia.
Tapi Williams mengakhiri musim secara tidak memalukan. Kemenangan Jones di balapan terakhir di Montreal membuat wiliams bertengger di posisi 8 konstruktor dan mengantarkan Jones juara 3 dengan menghasilkan poin akhir 43 poin.
Dengan begitu, hanya butuh waktu dua tahun bagi William untuk bisa menantang tim-tim papan atas semacam Ferrari, si kuda Jingkrak dari Maranello, atau McLaren, si silver dari kota Woking, Inggris, serta jagoan Jerman, Mercedes.
Tahun berikutnya Williams terus merangsek. Hadirnya pembalap baru asal Argentina bernama Carlos Reutemann menemani Alan Jones seolah membawa keberuntungan tersendiri. Walau akhirnya yang memenangi klasemen pembalap adalah Jones. Inilah kemenangan pertama Jones, dan kemenangan pertama pembalap Australia, dan kemenangan pertama Williams di klasemen Konstruktor. Tak tanggung tanggung, poin Williams sebagai kampiun terpaut hampir dua kali lipat dibanding runner up Ligier.
O ya, pada era ini, Williams memakai mesin Ford-Cosworth DFV.
Tahun berikutnya Williams masih perkasa. Mengakhiri musim 1981 dengan 95 poin Williams keluar sebagai juara konstruktor mengungguli Brabham yang menutup musim dengan 60 poin. Dengan begitu Williams beruntun memenangkan kejuaraan konstruktor dua tahun berturut-turut.
Tahun 1982 Alan Jones memutuskan pensiun. Posisinya diganti oleh Keke Rosberg. Uniknya, dengan hanya satu kemenangan, Rosberg berhasil menjuarai klasemen. Karena dari awal Keke konsisteb mengumpulkan poin. Kendati untuk gelar juara konstruktor tahun ini bukan direngkuh oleh Williams. Mereka menutup musim hanya dengan posisi empat konstruktor.
Performa yang merosot ini membuat Frank William putar otak. Hingga akhirnya menemukan jalan keluar untuk mengembalikan performa timnya. Jalan keluar itu adalah mengganti pemasok mesin yang dirasa lebih kompetitif.
Deal dengan pemasok asal Jepang akhirnya membuat Williams memakai mesin ini di tahun 1983, walau apda beberapa balapan masih menggunakan ‘sisa’ mesin dari Ford. Menutup musim, Williams merengku 36 poin dan berada di urutan 4 konstruktor.
Lima tahun memakai mesin Honda, justru di tahun terakhirnya dengan Honda lah William memenangi klasemen akhir konstruktor. Yaitu tahun 1987. tahun ini sekaligus mengukuhkan Nelson Piquet meraih gelar juara dunianya.
Tahun 1988 williams kehilangan dua hal yang sangat penting dalam mendukung kemengangan. Tak lain adalah hengkangnya Honda ke rival berat mereka, yaitu Mclaren. Tak sampai disitu, ternyata Piquet pun ikutan minggat ke Lotus.
Jadilah yang sepanjang musim 1988 Williams melempem. Dengan mesin JUDD, sebuah mesin yang di dirancng John Judd dan Jack Brabham, mereka gagal memperoleh satu poin pun sepanjang musim!
Saat-saat krisis kayak gitu, rupanya Williams mendapat obat penawar ‘luka’, yaitu masuknya Renault, sebuah perusahaan Perancis, memasok mesin buat mereka. Kerja sama mereka berlaku sejak musim 1989. Penampilan Riccardo Patresse dan Thierry Boutsen terhitung buruk, tapi hanya diawal musim. Karena perlahan tapi pasti, duo pembalap mereka bersama mesin Renault mulai menunjukkan gelagat positif. Finish 1-2 di GP Kanada membuat kepercayaan diri tim pulih lagi. Menutup musim dengan Runner Up Konstruktor adalah hal yang layak untuk kerja keras mereka.
Tak seperti Mclaren, rekan senegaranya yang juga mengembangkan roadcar, Williams tak pernah sekalipun menginginkan untuk memperoduksi roadcarnya sendiri. Walau tim itu penuh dengan inovasi. Salah satu contoh nyata pengembangan Suspensi aktif pada tahun 90 an. Memang sih, teknologi ini bukan teknologi baru. Setidaknya tim lotus telah mengenalkannya terlebih dahulu. Tapi Lotus belum pernah menjuarai konstruktor dengan mobil bersuspensi aktif. Beberapa kendala masih dialami Lotus.
Bukan hanya mengadopsi dan mengembangkan suspesin aktif. Williams juga memperlengkapi mobilnya dengan ABS ( Anti Lock Braking System), Traction Control, atau control traksi, serta gearbox semi otomatis. Semua yang disuguhkan Williams seolah sebagai puncak teknologi saat itu.
Dan di bawah pimpinan desainer Andrian Newey, akhirnya Williams FW14B bersama Nigel Mansel memenangkan klasemen pembalap tahun 1992 dan mengawinkan dengan kemenangan gelar konstruktor. Sayang, teknologi suspensi aktif tidak di perbolehkan pada musim berikutnya.
Tahun 1993 masih dengan teknologi canggih yang menjadikan Williams sebagai tim paling royal belanja teknologi, membuat mereka merengkuh kembali juara konstruktor dengan ( sekali lagi), mengawinkan gelar pembalap oleh Alain Prost.
Kita loncat ke tahun 1994, dimana Williams merektur pembalap fenomenal, juara dunia 3 kali asal Brazil, Ayrton Senna. Di saat yang sama ada Alain Prost, rival terberat Ayrton Senna semasa mereka membalap di Mclaren. Tapi rupanya Prost memilih pensiun ketimbang harus satu tim dengan Senna lagi.
Sekali lagi, tahun ini adalah tahun penuh ujian, dimana segala perangkat elektronik yang diterapkan oleh Williams terpaksa di lepas demi aturan baru FIA.
Tahun ini pula Williams dirundung duka yang sangat mendalam dengan kematian Senna di Imola pada 1 mei. Patrick Head dan Andrian Newey sempat di tuntut di pengadilan Italia dengan dugaan pembunuhan tak di sengaja. Even mereka akhirnya bebas karena fakta di pengadilan yang merujuk, bahwa kegagalan kolom stir belum diketahui, apakah terjadi pada waktu, atau sebelum kecelakaan.
Alibi Newey di perkuat oleh ‘kesaksian’ kamera yang ada di mobil. Dari mobil Schumacher yang saat itu mengungtit Senna menyebutkan, bahwa mobil Senna normal-normal saja ( Tidak ada kegagalan di kolom stir.)
Newey menambahkan, bahwa peristiwa Imola itu yang terjadi adalah oversteered, keadaan saat pegangan stir tidak berfungsi untuk membelokkan roda secara maksimal, dan Newey meyakini, bahwa Senna membelok saat yang tidak tepat, lalu terjadilah peristiwa duka itu.
“ Mobil oversteered, dan Senna terperangkap dalam kemudi yang tak berfungsi, “ lanjut Newey dari berbagai sumber yang bisa dipercaya.
Bebas dari tuntutan hukum, tak berarti Newey gembira. Sepanjang hidupnya Newey terus di bayang-bayangi kejadian mengerikan itu.
Newey merancang Williams FW17 sebaik mungkin, untuk tujuan kemenangan keempat konstruktor Williams, tapi yang terjadi justru merenggut nyawa Senna.
Sontak kejadian itu membuat seluruh mata insan olahraga otomotif tertuju pada kematian Senna, dan Williams, yang merupakan tim terakhir Senna. Kasus yang melibatkan tiga tokoh kunci tim, diantaranya Patrick Head, Andrian Newey dan Frank Williams ini selesai pada tahun 2005.
Menutup musim dengan duka mendalam akibat kematian Senna, Williams tetap mempertahan kan gelar kunstruktornya.
Tahun 1995 jeda untuk gelar konstruktor buat Williams, Benetton dengan mesin Renault merebutnya. Tapi tahun 1996 Williams menunjukan tajinya lagi. Dan nggak main-main, kemenangannya kali ini juga dengan mengantarkat Damon Hill sebagai juara pembalap.
Tahun berikutnya seorang pembalap Kanada bernama Jacques Villenueve membantu Williams untuk tetap bertahan di puncak klasemen dan mengukuhkan dirinya masuk sebagai juara dunia pe,balap untuk pertama kalinya.
Betapa kompetitifnya Williams saat itu. Duit banyak, para engineer jenius, serta manajemen tim yang bagus membuat mereka tak terhenti, bahkan oleh tim pabrikan semacam Ferrari sekalipun!

Kerjasama dengan BMW yang di mulai pada tahun 2000 adalah fase berikutnya. Ditandai dengan seorang pemuda Kolumbia dan seorang lagi dari Jerman, bernama Juan Pablo Montoya dan Ralf Schumacher.
Klaim mesin BMW yang merupakan salah satu mesin terkuat belum bisa membuat Williams meraih apa yang telah di raih di masa lalu, yaitu gelar Konstruktor. Kerja sama jangka panjang itu berakhir dengan pertikaian antar keduanya.
Konon dari berbagai sumber di sebut, bahwa BMW pengin mengambil alih Williams. Tapi mana bisa! Williams yang keukeh sebagai tim keluarga itu menolak tawaran mitra kerjanya itu.
Sampai akhir kerja sama pada tahun 2005, lalu BMW hengkang ke Renault. Dua pembalapnya pun ikutan pergi. Juan Pablo Montoya ke McLaren, Ralf ke Toyota, sebuah tim kaya raya asal negeri sakura.
Kepergian BMW menyusul kritik pedas yang di lontarkan Mario Thiessen, direktur BMW Motorsport, yang mengatakan bahwa dengan mesan kuat, Williams gagal menciptakan paket mobil yang kompetitif.
Faktor lain adalah, bahwa BMW menginginkan Jenson Button, yang saat itu berada di BAR Honda ditarik masuk ke dalam Tim. Tapi Frank Williams gagal melakukannya.
Williams melakukan pembelaan diri, bahwa BMW tidak bisa memberinya mesin yang cukup bagus. Perseteruan mereka tak mereda, meski Williams sudha mendapatangkan Nick Heidfeld, seorang pembalap Jerman lainnya.
Selepas BMW, Williams memilih Cosworth sebagai mitra pemasok mesin selanjutnya. Walau peluang untuk tetap menggunakan BMW masih ada, tapi karena BMW terlanjur sudah pada pendirianya untuk membentuk timnya sendiri dengan membeli Sauber, maka kemungkinan itu kecil terjadi.
Kalau pun terjadi tentu dengan skema kerjasama yang beda dan tidak semesra dulu lagi.
Masa-masa ini sebetulnya kemerosotan tim sudah tampak kental. Tapi sebagai sebuah tim yang di masa lalu penuh prestasi, pastinya Williams masih ‘berharga’ mahal. Seandainya mereka mau menjualnya kepada BMW. Tapi pride Frank Williams berkata lain. Dia tetap mempertahankan tim yang di bentuknya dari masih gurem.
The show must go on…
Malang melintang di Formula 1, gonta-ganti mesin, pembalap dan sponsor atau pun para engineer, keluarga Williams tetap pada pendiriannya bahwa Williams adalah tim keluarga, dan hanya boleh dimiliki atau di kelola oleh anggota keluarga.

Tradisi itu diperkuat dengan masuknya Claire Williams, putri Frank Williams pada tahun 2013 sebagai Deputy team principal. Sepanjang kepimimpinan Claire, tidak meembawa dampak yang berarti bagi perkembangan Williams.
Menyangkal sebagai penyebab kemunduran tim, Claire selalu mengemukakan kemajuan-kemajuan Williams semasa dalam kepemimpinannya. Termasuk datangnya era Hibrid dan keputusan mengganteng Mercedes sebagai pemasok power unit hibrida Mercedes pada mobil Williams.
Claire mengatakan, banyak hinaan yang dia terima selama ini. Bahkan ucapan pedas dari Netizen yang mengatakan agar Claire mundur dari Williams sering di terima dari media sosial.
Hal itu diungkap Claire pada tahun 2021 pada satu wawancara dengan sebuah media Inggris, The Spectator, tepatnya setahun setelah Williams ( Musim panas 2020) di ambil alih oleh Dorilton Capital.
“ selama tiga tahun, saya menghadapi hal yang sangat sulit. Tapia ada alasan yang sangat kuat kenapa kami harus mengakhiri. Ketika saya menjabat (Deputy team principal), “ Claire menuturkan.
“ Para pengkritik lupa, bahwa ketika saya mengambil alih ( William) pada 2013 Williams ada di posisi 9 klasemen. Delapan atau Sembilan gitu. Sembilan bulan saya memimpin, tim naik ke klasemen 3. Bahkan dua musim berturut-turut. Serta dua kali di urutan kelima klasemen.
Claire mengungkapkan pembelaannya lagi, “ Tim semasa kepemimpinan saya tak terlalu buruk, untuk sebuah tim underdog. Mengingat, sumber daya kami yang sangat terbatas, di banding tim lain. “
Apapun ya, intinya, pada bulan Mei tahun 2020 toh akhirnya Williams pindah kepimilikan ke pihak di luar keluarga Frank Williams. Langkah Claire ini sekaligus salah satu upaya untuk tetap ‘mempertahankan’ keberadaan Williamss di kancah jet darat, sebelum akhirnya benar-benar bangkrut karena kesulitan keuangan dan ruwetnya manajemen.
Disinyalir, kepimimpinan Claire tidaklah efektif untuk memimpin dan menyelamatkan Williams. Gaya memimpin Claire tentu beda dengan sang ayah. Ada banyak hal, di Formula 1, diakui atau tidak, yang tidak bisa di handle Claire.
Keputusan-keputusan strategis di Formula 1 tentu tidak bisa di eksekusi dengan baik. Mengingat, walau telah lama berkecimpung di Williams, ( Claire bergabung dengan Williams pada tahun 2002 sebagai Communication Officer), Claire tetaplah seorang wanita yang penuh keterbatasan, apabila di hadapkan dengan segala intrik yang ada di Formula 1.