
Di kancah F1, memang tidak sedikit pembalap Latin. Walau tidak bisa juga kalau di bilang banyak . Pasalnya ras latin di Formula 1 didominasi oleh pembalap Brazil. Sedikit dari Argentina, dan beberapa dari Kolombia.
Pernah pula ada pembalap Venezuela, tapi jumlahnya segelintir, dan performanya tidak menonjol. Seperti dua nama di masa lalu, Ettore Chimeri dan Johnny Cecotto.
Chimeri membalap pada msa tahun 60 an, bersama tim privater Maserati. Debutnya di Formula 1 pun terbilang sangat singkat, tanpa ada prestasi gemilang dan belum bisa membuktikan apapun. Serta satu catatan penting lain adalah, Chimeri lahir di Italia, dan meninggal di Kuba. Jadi kalau dibilang dia seorang Venezuela asli, ya hanya karena sukunya.

Sedangkan Johny Ceccoto (baca: Cekoto) turun hanya dua musim, pada tahun 1983 sampai dengan tahun 1984. Pada debut pertamanya Ceccoto berada di Theodore Racing. Sebuah tim yang di miliki Teddy Yip, seorang Hongkong, kelahiran Medan, Sumatra Utara tahun 1907. Dan tim miliknya ini berbasis di Hongkong. Tak terlalu mencolok di Formula 1. Dan tim ini memang kurang kompetitif. Disana Ceccoto hanya bisa mendulang satu poin kejuaraan dan menempati urutan ke Sembilan belas klasemen akhir.
Tahun berikutnya pindah ke Toleman. Mendapat rekan setim yang kelak jadi legenda, yaitu Ayrton Senna, Ceccoto tak mendapat apapun. Bahkan satu poin pun tidak. Memang Senna di debut pertamanya tersebut juga tidak menghasilkan apapun, tapi setidaknya dengan mobil racikan Rory Byrne ini bisa naik podium dua di GP Monako, podium tiga di GP Inggris, serta Podium tiga di Portugal.
Ceccoto yang berlatar belakang pembalap motor itu musti menelan pil pahit pada kecelakaan di GP Inggris yang membuat kedua kakinya patah. Kursi Ceccoto di gantikan oleh Stefan Johansson.
Selanjutnya Ceccoto tak pernah membalap lagi di Formula 1. Karier di balap motor yang moncer sangat bertolak belakang dengan kariernya di Formula 1.
Puluhan tahun Venezuela tidak menghasilkan satu pun pembalap Formula 1. Keadaan perekonomian Venezuela yang tidak stabil hingga tak banyak orang kaya yang gambling untuk mengikutsertakan anaknya pada balapn mobil Formula bisa jadi alasan utama absennya negeri itu dalam mencetak pembalap Formula 1.
Yup! Formula 1 sangat mahal. Hal itu pernah pula diungkap pembalap Italia, Jarno Trulli. Jangankan Venezuela, orang Italia pun kalau mau masuk Formula 1 musti berjuang keras. Ditengarai, tak banyak sponsor dari perusahaan-perusahaan kaya yang mau mensponsori pembalap Italia, karena italia bukan pasar potensial buat produk mereka, dan juga Formula 1. Kendati di Italia markas Ferrari, dan di Italia juga ada beberapa sirkuit legendaris macam Monza, Mugello, dan Fiorano. Untuk orang Italia pun sedemikian susah, apalagi Venezuela.
Kalau ada orang Venezuela yang gabung di balapan F1, tentulah dia sangat special. Seperti Ettore Chimeri yang lahir di Italia.

Sampai suatu ketika, muncul sebuah nama di grid bernama Pastor Maldonado pada musim 2011!
Sebagai orang Venezuela, bisa turun di Formula 1 adalah sangat spesial.
Kenapa special? Dia adalah pembalap pertama Venezuela yang memenangkan GP Spanyol dan merasakan bagagaimana manisnya di semprot sampanye di puncak podium. Sampai saat ini pula dia menjadi satu satunya pembalap Venezuela yang pernah bagaimana merasakan pole position!
Yang pasti dia dari keluarga kaya di Venezuela, dan punya passion terhadap balapan. Karena tanpa peran serta keluarga, tentu akan mengalami kesulitan. Maldonado juga dari keluarga yang sangat mencintai balapan. Dari mulai ayahnya, sampai dua pamannya pun berprofesi sebagai pembalap, walau pembalap amatir.
Karier Maldonado di mobil open Wheel dimulai saat ia masuk berkompetisi di ajang Formula Renault Italia. Saat itu usia Maldonado sudah menginjak delapan belas tahun. Kalau boleh dibilang di usia itu agak telat, pasalnya Max Verstappen usia delapan belas sudah balapan di Formula 1. Akan tetapi bila dibanding Lewis Hamilton, terntu masih sebanding. Artinya mereka ‘belajar’ membalap di mobil Formula di usia yang ideal.
Kalau Lewis masuk Formula 1 tahun 2007 di usia dua puluh dua, karier Formula 1 Maldonado terlambat empat tahun. Karena Maldonado baru dapat kursi di Williams pasda tahun 2011 di usia yang ke dua puluh enam.
Masalahnya Lewis yang seorang Inggris, punya akses yang relatif lebih gampang. Ditambah dengan hubungan kedekatannya dengan Ron Dennis yang lumayan dekat. Tentu tidak bisa dibandingkan dengan Maldonado yang bahkan turun balapan pun hanya sebagai pay driver.
Maldonado masuk Formula 1 pun berkat dukungan pemerintah Venezuela dan PDVSA atau Petróleos de Venezuela. Sebuah perusahaan pengeboran minyak dan gas yang dimiliki pemerintah Venezuela.
Kembali ke ikhwal awal Maldonado di Formula Renault.
Tahun 2003 Maldonado ke sebuah tim italia, Cram Competition. Disana Maldonado sudah menampakkan bakatnya. Debut pertamanya menempatkan dia di posisi tujuh klasemen akhir pembalap. Di tim ini pula lah nama Felipe Massa pernah masuk sebagai pembalap ketika berkarier di mobil Formula.
Memasuki tahun kedua, Maldonado merambah zona balapan yang lebih luas. Kalau setahun sebelumnya cuma membalap di Italia, maka tahun 2004 ia terjun di Formula Renault 2000 Euro Cup. Dengan begitu Maldonado punya kesempatan untuk bisa mencicipi lebih banyak sirkuit di Eropa, termasuk Hockenheim di Jerman, Brno di republic Ceko, serta Spa Francorchamp di Belgia dan tak ketinggalan sirkuit legendaris Imola, Italia.
Di Formula Renault 2000 Eurocup Maldonado mengawali balapan dengan gemilang dan menjadi pemenang di Monza. Mengantongi kemenangan di Monza, pada balapan Valencia podium dua pada putaran pertama, pada putaran kedua terlempar ke posisi tujuh.
Toh di akhir musim Maldonado sanggup mengumpulkan 132 poin. Dikarenakan absen pada balapan di Donington Park, Inggris. Akhirnya Maldonado cuma bisa bertengger di posisi ke delapan belas.
Memasuki tahun 2005, Maldonado mengesampingkan tawaran membalap di Formula 1 bersama Minardi. Saat itu Giancarlo Minardo memberi sinyal pada Maldonado, bahwa ada peluang untuk Maldonado pada timnya.
Maldonado memilih tetap di Formula Renault. Prestasinya terbilang ‘lumayan’ . Gaya mengemudi Maldonado yang agresif, seperti pembalap-pembalap latin lainnya seolah menegaskan bahwa begitulah pembalap latin mengemudi. Seperti halnya Juan Pablo Montoya dan Ayrton Senna. Yap, mereka adalah pembalap agresif.
Tapi karena keagresifannya itulah yang membuat kariernya sedikit terhambat di ajang ini pada musim 2005. Dia musti menelan pahit pada balapan di sirkuit Zolder, GP Belgia, dimana dia terlibat kecelakaan yang hampir mengakibatkan dua marshal celaka. Akhirnya Maldonado dikenai sanksi berupa larangan balapan selama empat putaran.
Maldonado, memanfaatkan waktu luang dengan mengikuti Formula 3000, tapi hanya menyelesaikan empat balapan yang menempatkannya di posisi ke Sembilan klasemen akhir. Melakoni empat balapan, Maldonado mengantongi satu kemenangan.
Menang empat balapan dan tujuh podium diraih tahun berikutnya di Formula Renault. Jelas ini prestasi yang luar biasa. Kali ini dia berhasil membuat pemilik tim, Draco Racing merasa tidak rugi menariknya dari tim sebelumnya.
Sempat di obatkan sebagai juara, tapi selanjutnya gelar itu dianulir karena pada balapan di Misano mobil Maldonado tidak sesuai regulasi yang berakibat pada pengurangan lima belas poin balapan yang membuatnya harus terima di posisi ketiga.
Upaya banding yang di lakukan Draco Racing tak membuahkan hasil, dan FIA tetap pada keputusannya.
Menginjak tahun 2007, Maldonado masuk GP2 Series. Selain GP2 Series, Maldonado juga mengikuti seri-seri kejuaraan lain seperti Euro Series 3000, dan international Open GT.
Puncak kariernya di GP2 adalah ketika Maldonado berhasil menjuarai seri kejuaraan tahun 2010.
Merasakan mobil formula 1 sudah dilakukan Maldonado bersama Campos di tahun 2010. Tapi disana dia hanya sebagai test Driver. Sebenarnya, target Maldonado adalah bisa membalap bersama Campos.
Sekedar info tentang tim ini. Campos adalah tim yang di dirikan oleh Adrian Campos. Setelah musim 2011, tim ini di jual pada pengusaha José Ramón Carabante, dan setelah itu namanya di ganti dengan Hispania Racing Team atau disingkat HRT. Karena pergantian kepemlikan inilah yang membuat harapan Maldonado pupus.
Maldonado baru bisa benar-benar merasakan rasanya jadi pembalap reguler ketika pada musim berikutnya mendapat kesempatan mendapatkan kursi di Williams. Ini bermula dari tes yang diikuti bersama Williams di akhir musim tepatnya di bulan oktober. Namun sebenarnya yang mendasari ketertarikan Williams untuk menarik Maldonado adalah duit sponsor yang dibawa Maldonado yang berasal dari pemerintah Venezuela dan PDVSA yang jumlahnya cukup besar. Bukannya apa , saat itu Williams memang sedang butuh duit yang besar, karena saat itu setidaknya empat sponsor utama Williams cabut, seiring menurunnya performa tim.
Apalagi Williams melihat bakat Maldonado yang luar biasa, walau sangat agresif gaya balapnya. Bermodal prestasi di GP2 dan dana seabrek, membuat jalan mulus bagi Maldonado untuk bisa memasuki musim di kancah Formula 1.
Selanjutnya, Maldonado mengawali musim dengan suram setelah kegagalan pada GP Australia. Tapi hal itu bukanlah kesalahannya, melainkan kerusakan pada mobil Williams yang menyebabkan dia tidak bisa finish.
Musim diakhiri dengan hanya menghasilkan satu poin yang diperoleh di GP Belgia dengan finish di Posisi 10. Di klasemen akhir, Maldonado bertengger di Posisi 19, setelah pada balapan sepanjang musim diwarnai sebuah insiden ketika dia bersenggolan dengan Lewis Hamilton di GP Monako. Ini kali kedua Maldonado kecelakaan di Monako, yang pertama kali ketika dia ada di ajang GP2.
Bagaimana pun juga, posisi ini ada jauh diatas Daniel Ricciardo, pembalap Mclaren saat itu. Dan tepat berada diatas Jarno Trulli, yang jauh lebih berpengalaman. Bukan hasil yang jelek, jika di kumpulkan pada jajaran pembalap di papan bawah.
Musim berikutnya, dia mendapat rekan setim baru, Bruno Senna, keponakan Ayrton Senna. Ini adalah musim yang mengejutkan bagi semua mata yang mungkin memperhatikan Maldonado. Finish P8 di GP China, serta kemenangan di GP Spanyol cukup mengejutkan semua pihak. Termasuk Williams, Karena sudah sekian lama tim ini tidak pernah menang. Kemenangan itu pun menjadi kemenangan terakhir buat Williams sampai saat ini.
Kendati begitu, sepanjang musim, diwarnai berbagai insiden. Diantaranya di Monza yang membuatnya terkena penalty karena mobilnya bersenggolan dengan Timo Glock yang saat itu membalap buat Virgin Racing.
Kejadian lain yang tak kalah seru adalah ketika dia Battle dengan Lewis Hamilton di GP Spanyol yang berakibat tabrakan yang menyebabkan Lewis harus retired.
Saat itu terlihat sekali kalau Maldonado sangat ‘memaksa’ untuk masuk mendahului Lewis dari sisi dalam. Saking mepetnya jarak, sehingga membuat roda depan sebelah kanannya nyangkut di roda Lewis kiri bekalang. Lewis terdorong mobil Maldonado dan menabrak dinding yang menyebabkan kerusakan lebih parah pada mobil Lewis.
Gaya balap Maldonado yang agresif sangat kental terasa.
Sementara beberapa komentar juga menyebut, sebetulnya Maldonado saat itu sudah memberi ruang pada Lewis, tapi Lewis tak mau kalah dan memaksa menutup celah itu. Bagimana pun juga, Lewis kesal karenanya. Lewis keluar mobil setelah melempar Stir mobil ke depan.
Pada musim 2013 Maldonado mendapat pasangan rekan setim yang baru, Valtteri Bottas. Tapi dia berkomentar negative tentang performa mobil FW35 yang akan di kemudikan untuk musim ini. Dia mengatakan mobil ini mengalami kemunduran. Mengemudikan FW35 seperti mundur ke arah dua tahun lalu.
Komentar itu menanggapi kegagalannya pada sesi kualifikasi pada GP Australia. Sedangkan kesialan lagi-lagi dialami di GP Monako, ketika dia harus tabrakan dengan pembalap Chilton.
Memasuki musim 2014 Maldonado hengkang dari Williams setelah sempat membantah bahwa dia akan meniggalkan William. Belakangan Maldonado merasa kurang puas dengan performa Williams. Dia perlu tim dengan mobil yang lebih bagus. Maldonado cukup percaya diri mendapat tim karena punya sponsor, yang sedari awal kita sebut, PDVSA, dan dari sponsor inilah siap mengucurkan dana buat tim yang akan dimasukinya.
Pada awal masuk Lotus, dia sempat memuji-muji, bahwa tak salah masuk tim. Tapi sepertinya semua yang diharapkan Maldonado tak menjadi kenyataan. Dua tahun berkarier di Lotus tanpa membawa dampak yang berarti.
Mengakhiri karier di Formula 1 pada 2015, Maldonado mengaku ‘lelah’ kalau harus terus-menerus menjadi pay driver. Saat itu, sebetulnya Maldonado masih ada di Grid bersama Lotus. Tapi lagi-lagi masalah pergantian pemilik mengubah nasib Maldonado. Lotus yang diberitakan dibeli oleh Renault, pemasok mesin untuk Lotus, mendepak Maldonado keluar.
Dan musim-musim selanjutnya Maldonado menjalani karier sebagai Test driver untuk pabrikan ban Pirelli dan ajang balap Endurance.