
Mungkin maniak F1 milenial tahu tentang bagaimana para insinyur merancang aerodinamika yang bagus demi mendapatkan ground effect. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan berbagai Wings, side skirt atau spoiler dan diffuser.
Yup, betul, cara itu tidak salah. Karena sudah sesuai dengan perkembangan jaman. Dimana teknologi wind tunnel pun sudah sedemikian rupa canggih. Terlepas dari masalah regulasi, atau pendek kata, kalau tidak ada batasan regulasi yang menghambat laju riset mereka, maka mendapatkan ground effect dengan memanfaatkan aerodinamika bukanlah hal susah. Apalagi kalau tim kaya yang melakukan riset. Pasti jadinya bakal jauh melebihi yang ada sekarang. Tapi sekarang kan sudah ada banyak pembatasan. Dan yang terbaru adalah pembatasan besaran dana tim yang akan ikut sebagai kontestan. Makin stress para insinyur itu.
Tapi jaman dulu pun, walau belum banyak pembatasan, tak kalah puyengnya dalam mendesain mobil. Aturan saat itu memang jauh lebih longgar dari sekarang. Tapi teknologi pun belum sepesat sekarang. Sehingga kalau pengin menghasilkan satu mobil yang kompetitif dan kencang, mereka juga musti berfikir keras.. Ini karena ada kiatannya dengan sarana dan prasarana yang dimiliki tim.
Misalnya, kalau kita pengin mobil punya grip yang bagus, disisi lain juga kencang, maka mereka, para insinyur itu musti putar otak. Dibilang puyeng, ya puyeng. Tapi kan mereka dibayar untuk berfikir sampai puyeng. Itulah gunanya bos tim membayar insinyur. Untuk puyeng.
Dan salah satu insinyur yang harus puyeng itu adalah seorang Derek Gardner, Chief Designer di Tyrrell.
Karena saking puyengnya, Om Derek nekat membuat sebuah rangka mobil yang ekstrim dan belum dipikirkan banyak orang. Sasis itu nantinya akan dipasangi tiga sumbu roda. Ya, tiga sumbu roda, ekuivalen dengan enam roda. Dua sumbu dipasang di depan dengan diameter 10 inchi, satu sumbu di belakang selayaknya mobil Formula 1 pada umumnya.
Aneh? Ya sangat aneh! Hanya trontonlah yang lazim dipasang dua sumbu roda, itupun di belakang untuk menahan beban berat muatan….
Intinya, Derek beranggapan, bahwa dengan memasang dua sumbu roda dan total ada empat roda di depan akan menambah grip. Akan punya gaya tekan kebawah lebih baik lagi ketimbang hanya dua roda.
Akhirnya proyek itu benar-benar terealisasi!
Dengan bahan sasis aluminium monokok, akhirnya keenam ban merk Good Year terpasang sempurna. Jadilah Tyrrell P34 yang unik, eksentrik, dan menurut sebagian orang aneh. Like the Beast!
Tyrrell P34 akhirnya benar-benar turun ke lintasan pertama kali pada tahun 1976 di Grand Prix Spanyol. Secara performa, tidak bisa dibilang bagus. Tapi juga tidak bisa pula disepelekan. Setidaknya dalam satu musim itu bisa mengantarkan pembalapnya, Jody Schekter dan Patrick Depailler meraih 14 podium, satu kemenangan pada 16 balapan yang di helat sepanjang musim.
Bermodalkan mesin Ford DFV 2993cc V8, duo pembalap tim yang dimiliki Ken Tyrrell itu berhasil finish pertama dan kedua pada Grand Prix Swedia!
Tak ada gading yang tak retak. Mobil yang dijuluki paling aneh sepanjang sejarah itu memiliki beberapa kelemahan, selain sederet kelebihan.
Baiklah, karena dari awal kami sudah salut dengan desainnya, mari kita bicara kelebihannya.
Seperti yang sudah bisa diperkirakan, mobil akan sangat stabil berkat grip melimpah, sehingga cocok untuk lintasan lurus, panjang, dan mulus.
Diameter ban yang lebih kecil, yaitu 10 inchi, tentu coefficient of drag yang jauh lebih rendah, sehingga daya hambat pun bisa dieliminir. Grip roda ke aspal pun makin bagus berkat pemakaian ban ganda di depan.
Didukung mesin Ford DFV yang saat itu jadi idola tim-tim papan atas selain Ferrari, Tyrrell P34 unggul di sirkuit yang banyak memiliki lintasan lurus dan panjang dengan karakter cepat.
Sedangkan kelemahannya ketika mereka harus melahap trek yang bergelombang dan memiliki banyak tikungan seperti Nuburgring misalnya.
Traksi kedua sumbu roda depan tidak menapak sempurna pada trek seperti itu. Apalagi kalau permukaan trek punya gundukan yang bervariasi. Dimana ada momen, satu sumbu roda bisa menapak sempurna dipermukaan aspal, sementara sumbu yang lain harus menggantung.
Dan tugas insinyur Derek lah untuk memperbaiki kelemahan itu dan menyempurnakan agar mobil bisa lebih kompetitif di tahun berikutnya, 1977.
Dan Derek pun mendesain ulang P34 yang selanjutnya diberi nickname P34B. Masalahnya adalah, berat mobil bertambah. Seiring dengan tambah lebarnya mobil. P34B terlihat lebih gambot, lebih montok dari versi pertama.
Tapi memang berat mobil bertambah sekitar 86KG dari versi pertama. Bukannya lebih baik, P34B kini melempem.
Segera saja sang pemilik tim, yaitu Ken Tyrrell menyalahkan bobot mobil yang berkebih untuk ketidakpuasan terhadap performa mobil.
Akhirnya, setelah menjadi mobil yang paling aneh, Tyrrell P34 maupun Tyrrell P34B di ganti oleh Tyrrell 008 pada tahun 1978. Tyrell 008 adalah mobil normal. Kelak, Tyrell berevolusi dan berpindah kepemilikan kesana kemari, dan pada akhirnya menjadi sebuah tim yang sangat dominan.
Tahun-tahun itu rupanya sedang trend mobil enam roda. Karena selain Tyrrell P34, setidaknya ada tiga tim lagi yang melakukan uji coba mohon dengan tiga sumbu roda. Mereka adalah March Engineering, Williams, dan Scuderia Ferrari.
Tapi pengembangan tiga tim yang disebut terakhir beda dengan yang dilakukan Derek Gardner.
Kalau Derek membuat dua sumbu roda dibelakang, maka tiga tim terakhir menempatkan dua sumbu di belakang.
Kalau Project Williams itu dinamai FW07D dan FW08B. Sedangkan Scuderia Ferrari menyebut proyeknya sebagai 312T6, serta March Engineering menampilkan MARCH 2-4-0.
Meski ketiga tim ini telah menguji konsepnya, mobil-mobil mereka tidak pernah sekalipun turun lintasan untuk diperlombakan
Sampai akhirnya pada tahun 1983 ada pelarangan soal desain enam roda oleh FIA.
Sayang seribu sayang. Sejarah tak dapat diulang, hanya bisa dikenang.