MotoGP merupakan event balap motor terbaik didunia saat ini. Dengan kapasitas mesin 1000cc, motor para pembalap dapat menempuh kecepatan maksimal hingga 360 km/jam. Tentunya untuk menciptakan kuda besi sekecang ini diperlukan kecanggihan teknologi yang berpadu dengan riset dan pengembangan dari para teknisi dan insinyur motor yang memiliki keahlian di bidang balap motor.
Bukan hal mudah untuk bisa menjadi seorang Rider MotoGP. Selain di tuntut memiliki kemampuan dan skills balap mumpuni, mereka juga harus mampu menjinakkan motor dengan power super besar tersebut. Besarnya tenaga yang dihasilkan motor di MotoGP merupakan sisi terbaik yang dapat meningkatkan rivalitas antar pembalap untuk bersaing menjadi yang terdepan di lintasan.
Namun di sisi lainnya, Power Engine yang besar juga meningkatkan resiko tinggi terhadap keselamatan pembalap. Oleh karena itu banyak perangkat pengaman yang dipasang pada motor maupun tubuh pembalap seperti sensor, Brake Lever Protector, helm hingga Wear Pack yang berfungsi untuk mengurangi dampak benturan pada tubuh Rider ketika Crash atau terjatuh dari motor.
Nah, berbicara soal Crash, MotoGP sendiri memang tak mungkin bisa menghindari perihal yang satu ini. Crash adalah bagian tak terpisahkan dalam jalannya sebuah balapan. Meskipun para pembalap berusaha keras menghindari Crash, namun tetap saja ada momen dimana Crash itu datang tanpa diduga. Lalu apa yang menyebabkan pembalap bisa Crash?
Banyak faktor yang bisa memicu Crash di MotoGP. Kesalahan pembalap saat menikung yang terlalu rebah, masalah teknis pada motor, hingga manuver pembalap yang melebihi limit motor adalah beberapa faktor paling umum penyebab Crash di MotoGP.
Apa Yang Terjadi Dengan Pembalap Saat Crash?
Pada dasarnya Crash di MotoGP dapat dibagi ke dalam 2 jenis: Low Side dan High Side. Keduanya memiliki potensi yang sama terhadap luka dan cidera yang bisa diderita pembalap yang mengalaminya. Ketika Rider terjatuh atau tubuhnya terlempar dari motor, maka Airbag dalam Wearpack akan mengembang untuk melindungi bagian dada sehingga dapat meredam benturan keras dengan aspal atau gravel.
Lalu bagaimana dengan motornya? Kerusakan pada motor saat Crash bergantung pada seberapa parah insiden tersebut terjadi. Kerusakan ringan pada part motor akan di perbaiki dalam jangka waktu tertentu sebelum race. Namun pada kasus Fatal Crash, seringkali tim dibuat kesulitan untuk memperbaiki motor tersebut.
Dan rupanya biaya untuk memperbaiki motor di MotoGP sangatlah tinggi. Lalu berapa besaran biaya yang harus di tanggung tim ketika pembalapnya mengalami Crash?
Biaya Perbaikan Motor Di MotoGP Akibat Crash
Setiap terjadi Crash, manajer tim selalu merasa khawatir akan 2 hal: keselamatan pembalap dan biaya yang harus dikeluarkan untuk memperbaiki motor. Secara naluri, dalam balapan para Rider akan mencoba untuk melakukan push pada motornya hingga batas limit paling ekstrim. Mereka selalu berpacu dengan waktu untuk mencatat Lap Time tercepat dan memenangkan race.
Sayangnya adrenalin seperti itu terkadang terhenti ketika pembalap mengalami Crash. Alhasil balapan pun berakhir dan para kru tim akan mempunyai tugas baru, melakukan perbaikan pada motor yang mengalami kerusakan. Banyak pihak yang ingin mengetahui tentang biaya yang dibutuhkan untuk 1 unit motor di MotoGP. Sebesar apakah biayanya?
Christophe Bourguignon yang pernah menjadi teknisi Cal Cruthlow sempat membeberkan mahalnya biaya untuk penggantian part/komponen yang rusak di MotoGP. Setidaknya, diperlukan €2 juta untuk 2 motor Cal Crutchlow beserta kelengkapan softwarenya. Biaya itu belum termasuk biaya untuk teknisi HRC yang ikut dalam tiap race dan part motor lainnya, yang semuanya itu merupakan satu paket dalam tim balap.
Saat Crash, para mekanik akan melihat tingkat kerusakan masing-masing komponen motor. Umumnya biaya yang dikeluarkan tim saat pembalapnya Crash berkisar antara €15.000 (Rp 240 juta) hingga €100.000 (Rp 1,6 miliar). Untuk mengganti satu set disc rem karbon diperlukan biaya sebesar €10.000 (Rp 160 juta) yang terdiri dari 3 pasang kaliper, 3 master rem dan 28 kampas rem.
Kemudian Pelek magnesium seharga €4.000, radiator €10.000, perangkat 2D seharga €2.500, ECU dan semua sensornya seharga €10.000-€15.000 dimana harga per satuan part-nya diatas Rp 17 juta. Sedangkan untuk satu set titanium baut motor dibutuhkan biaya Rp 1,4 juta.
Proses Perbaikan Dan Penggantian Part Rusak
Part motor yang mengalami kerusakan saat Crash di MotoGP ternyata tidak langsung dibuang. Part ini dibangun ulang dengan cara mengirimnya ke pihak produsen untuk di rekondisi/di daur ulang untuk kembali di gunakan. Proses rekondisi ini berlaku untuk part yang memiliki harga tidak terlalu tinggi seperti tuas rem, Footpeg/pijakan kaki, Fairing, layar motor hingga baut.
Sedangkan untuk part bernilai tinggi, biasanya tim akan memesan part baru sebagai pengganti part lama yang telah rusak seperti suspensi, elektronik dan rem. Penggantian part yang rusak ini bisa menjadi masalah ketika di akhir pekan jelang race, ada 2 Rider dari tim yang sama di MotoGP mengalami Crash yang cukup parah.
Tim harus segera memesan part baru dari produsen seperti HRC. Namun untuk memproduksi part baru hingga proses pengiriman barang ke tim balap membutuhkan waktu 5-6 minggu. Tim pun terpaksa harus menggunakan sisa stok part yang mereka miliki atau mencoba memperbaiki part-part yang kemungkinan masih bisa dipakai ulang untuk race.
Komponen Motor Yang Jarang Diganti
Tidak semua part/komponen motor perlu di ganti setelah Crash. Salah satunya adalah mesin. Ya, seperti yang kita ketahui bahwa mesin adalah part paling mahal di MotoGP. Meski begitu, mesin ternyata tidak mudah rusak seperti komponen lainnya. Terdapat pelindung khusus yang memungkinkan mesin masih bertahan ketika mengalami benturan keras saat Crash.
Setelah Crash, Tim akan bekerja dengan cara memulihkan kondisi mesin dari goresan yang terdapat pada bagian pelindung luarnya, kemudian secepat mungkin menyelesaikannya. Mereka selalu dikejar waktu dan selalu tidak mudah karena tekanan untuk bisa merampungkan pekerjaan ini dalam waktu singkat. Meski begitu, para mekanik tidak pernah terlihat bersusah payah saat bekerja.
Menurut Christophe Bourguignon, hal itu di sebabkan karena para mekanik telah terbiasa dengan motor. Mereka bekerja pagi hingga malam selama 12 bulan dengan motor yang sama. Oleh sebab itu, para mekanik itu sudah hafal bagian luar dalam motor di MotoGP yang terkenal sangat kompleks tersebut. Bourguignon juga mengungkapkan fakta bahwa sebetulnya dalam 1 musim balap, mekanik sangat jarang mengganti mesin.
90% part rusak lainnya akan diganti, namun tidak termasuk mesin. Kecuali pada kondisi tertentu dimana Crash terlalu parah seperti pada GP Austria 2020, maka tim harus menggantinya dengan yang baru untuk mengikuti race. Untuk mengganti mesin, 2 tim yang terlibat insiden (Avintia Ducati dan Petronas Yamaha SRT) harus menggelontorkan Rp 3,4 miliar hingga Rp 4,3 miliar untuk mesin baru mereka.