
Ngomongin pabrikan motor Italia, akan panjang sekali sejarahnya. Motor bagi Italia seperti halnya Jepang. Beberapa produsen motor hebat ada di sana. Aprilia, Ducati, Cagiva (baca: Kajiva) dan tentu saja sang legenda Piaggio!
Tapi kalau berbicara motor balap, Piaggio ada ‘diluar pagar’. Piaggio tampaknya lebih fokus di motor jalan raya.
Ducati, Aprilia, dan Cagiva adalah trio Italia yang mencoba merangsek mematahkan dominasi trio dari Jepang, Honda, Yamaha dan Suzuki. Selain italia, tak ada negara produsen motor lagi yang mencoba seagresif Italia. Austria hanya punya satu KTM. Itu pun baru-baru ini.
Dan kali ini kami akan menyajikan kiprah tentang Ducati yang turut mewarnai keras dan panasnya aspal sirkuit melawan motor-motor Jepang.
Mungkin banyak yang berfikir, bahwa Ducati pemain baru di motoGP. Setidaknya mereka turun arena MotoGP tahun 2003. Betul, itu tahun pertama Ducati turun MotoGP setelah perubahan motor dari 2-tak ke motor 4-tak. Tapi itu era kedua Ducati setelah puluhan tahun terjun di ajang adu cepat motor MotoGP.
Era pertama Ducati mengisi jajaran kontestan di MotoGP telah dilakoni Ducati sejak tahun 1956. Waktu itu mereka turun di kelas 125cc dengan motor DUCATI 125CC BIALBERO.
Seiring perubahan aturan yang terjadi pada tahun 1970-an, Ducati mengundurkan diri dari kancah MotoGP. Karena sedari awal Ducati tidak fokus ke perkembangan motor bermesin 2 tak.
Tapi sebetulnya Ducati, kalau mengacu pada ‘company’ tidak absen-absen amat di dunia MotoGP. Semasa balapan masih menggunakan motor 2-tak memang Ducati tidak turun. Tapi Cagiva turun mewakili Ducati.
Pembalap-pembalap top seperti Eddie Lawson, Randy Mamola, John Kocinski serta Alex Barros pernah turun dengan motor Cagiva.
Kenapa saya sebut secara ‘Company’? tak lain karena Ducati dibeli Cagiva pada tahun 1983. Maka wajar kalau pada balapan GP500 mereka menurunkan Cagiva. Bukan Ducati. Toh masih satu group ini, kan?
Ketika regulasi berganti pada tahun 2002 yang mengharuskan kontestan menggunakan Motor 4-tak, Ducati mulai punya rencana masuk kembali ke dunia MotoGP.
Hal itu di tandai dengan dirilisnya motor konsep MotoGP pertama mereka pada saat GP Italia di gelar. Kali ini Ducati berharap, ke depannya Ducati juga bisa meneruskan sukses mereka seperti ketika mengukuti ajang World Superbike (WSBK).
2003
Tahun ini adalah tahun pertama Ducati memasuki musim. Selama 33 tahun lebih absen dari seri kejuaraan, tentu sudah banyak hal berubah selain mesin. Jadi boleh dibilang ini tahun awal buat Ducati untuk memulai semua benar-benar dari NOL.
Tapi dibantu sukses mereka di WSBK, tentu sedikit atau banyak membantu langkah awal Ducati. Meminang Troy Bayliss dan Loris Capirossi karena alasan pengalaman mereka di ajang WSBK.
Motor dengan kode GP3 pun diturunkan. Sedikit bocoran, motor ini menggendong mesin yang sudah dipatenkan sebagai V-Twin 90 derajat. Motor ini di beri nickname Ducati Desmosedici.
Fitur lainnya adalah katup Desmodromic. Sampai sekarang fitur ini masih up to date. Terbukti Ducati masih memakai teknologi ini sampai saat ini.
Tampaknya kerja keras mereka dalam pengembangan motor dan pemilihan pembalap yang tepat membuahkan hasil. Hal itu ditunjukkan oleh Loris Capirossi yang merebut juara 3 di GP Jepang.
Tidak berhenti disitu. Capirossi menambahkan catatan prestasi di GP Katalunya. Kali ini bukan yang ketiga lagi, melainkan yang pertama. Ya, mereka menang untuk menjadi yang nomor satu. Menutup musim, Capirossi dan Bayliss mengumpulkan sembilan podium dan satu kemenangan, serta dua kali pole position mengantarkan Ducati meraih posisi enam besar di klasemen akhir.
2004
Tahun 2004 mereka memperbarui tunggangan buat Bayliss dan Caspirossi dengan kode produksi GP4. Tapi pembaruan bukan selalu harus perbaikan. Karena justru motor ini liar dan sulit dikendalikan.
Akhirnya dengan susah payah mereka menutup musim hanya dengan dua kali podium. Untuk pembalap, Capirossi mendapat tempat ke sembilan klasemen, serta Bayliss terlempar ke klasemen 14.
Bahkan Bayliss harus merasakan gagal finis sebanyak delapan kali sepanjang musim.
2005
Karena performa Bayliss yang memburuk, tak ada pilihan lain buat Ducati di musim keduanya selain harus mengganti dengan pembalap yang lebih cepat dan kompetitif. Pilihan jatuh kepada Carlos Checa (baca: Ceka). Selain itu, mereka juga ganti pemasok ban, yaitu Bridgestone.
Rupanya mempertahankan Loris Capirossi bukan pilihan yang salah buat Ducati. Terbukti di musim kedua ini Caspirossi berhasil menunjukkan kelasnya.
Dengan meraih tiga kali pole position, serta dua kali kemenangan dan dua kali podium mengantarkan Ducati menempati posisi keenam pada klasemen akhir.
2006
Pengembangan lebih lanjut dilakukan pada tahun 2006 pada motor berkode GP6. Sektor aerodinamika dan mesin di setting ulang yang menghasilkan motor lebih kompetitif membuat Capirossi memimpin pada klasemen awal musim tersebut.
Tapi kejadian kecelakaan pada GP Katalunya membuat langkah mereka terganjal. Pembalap andalan mereka, Capirossi, bertabrakan dengan Sete Gibernau pada first corner. Kedua pembalap tersebut terpaksa absen pada putaran berikutnya. Tak lain karena cedera yang mereka alami dan mengharuskan mereka istirahat.
Karena tak kunjung pulih dari cedera, akhirnya pada GP Valencia Ducati memanggil kembali Troy Bayliss. Kali ini Bayliss membuktikan bahwa dia adalah pembalap yang sangat layak diperhitungkan. Ya, Bayliss menjuarai GP Valencia.
Menutup musim, mereka berhasil mengantarkan Loris Caspirossi bertengger di posisi ketiga klasemen akhir.
Inilah pertanda bahwa Ducati sangat kompetitif dan menjadi penantang gelar kejuaraan.

2007
Tahun berikutnya, tepatnya musim 2007, Ducati merekrut artis lintasan bernama Casey Stoner. Kehadirannya menemani Loris Capirossi yang akan semakin memperkuat tim.
Selain line up pembalap yang berubah, mereka juga mengembangkan motor yang saat itu memakai kode GP7. Mesin 800cc disematkan. Bos Ducati Corse, yaitu Filippo Preziosi, telah berusaha sekuat tenaga untuk meriset mesin ini sebelum musim 2007 digelar.
Rupanya kombinasi pembalap dan perubahan mesin menjadi awal yang bagus. Hal itu ditunjukkan Casey Stoner pada GP Qatar.
Musim berakhir dengan 10 kemenangan Stoner yang sekaligus menjadi gelar dunia pertama bagi Stoner, dengan motor Ducati. Dan sampai saat ini Ducati belum memperoleh lagi.
2008
Tahun berikutnya Loris Caspirossi hengkang dari Tim Italia ini. Pembalap lain bernama Marco Melandri menggantikan posisi Caspirossi. Tapi sayang, Melandri tidak Lebih baik dari Caspirossi tahun itu. Prestasi terbaik Melandri hanya lima besar sepanjang musim.
Sedangkan Stoner, tetap dengan performa luar biasanya. Setidaknya meraih enam kali kemenangan dan mengemas 280 poin kejuaraan bukan hal yang buruk. Meskipun hal tersebut tidak bisa mempertahankan gelar juara dunianya tahun lalu.
2009
Setelah sekian tahun pengembangan motor berkutat pada mesin, tahun 2009 Ducati mulai meriset sektor sasis. Baja trellis yang sebelumnya digunakan digantikan dengan serat karbon yang lebih ringan dan kuat.
Selain itu, lini pembalap pun mengalami perubahan.
Melandri lengser dan diganti oleh Nicky Hayden. Berpasangan dengan Hayden, Stoner membukukan empat kali kemenangan dan empat kali podium.
Tapi Stoner yang mendadak sakit musti absen di tiga seri kejuaraan yang menyebabkan dia gagal untuk meraih juara dunia.
2010
Tahun berikutnya, line up pembalap masih sama, Hayden dan Stoner. Pengembangan aerodinamika dan mesin pun di set ulang. Mesin dibuat lebih tahan lama.
Dan Stoner, kembali menunjukkan kelasnya lagi. Prestasi moncernya di Ducati menimbulkan spekulasi, bahwa hanya oleh Stoner lah Ducati bisa menang. Hanya Stoner lah yang bisa mengendalikan Ducati. Dengan gaya balap Stoner yang liar dan radikal, Ducati tampaknya sangat cocok dengan Stoner.
2011
Tahun ini satu pembalap Italia ditarik masuk tim Italia. Siapa lagi kalau bukan legenda hidup, Valentino Rossi! Rossi berpasangan dengan Nicky Hayden. Sementara teknologi sasis tetap menggunakan Carbon Frame.
Tapi tampaknya mereka tidak bisa maksimal. Masing-masing pembalap, baik Rossi maupun Hayden hanya bisa meraih satu podium. Kendati sepanjang musim Motor dengan Kode GP11 itu telah mengalami sejumlah perubahan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dua pembalapnya, tapi tampaknya masih belum bisa menggapai, setidaknya, tiga besar. Mereka terlempar ke posisi 5 besar klasemen.
2012
Sementara itu, peraturan penggunaan mesin berubah lagi pada tahun 2012. Di tahun ini mesin motor musti berkapasitas 1000cc. Tentu saja hal ini berpengaruh ke stabilitas motor yang menggendong mesin lebih besar dan bobot lebih berat.
Ducati pun merubah kerangka, yang sebelumnya menggunakan kerangka Karbon atau Carbon Frame, ke model rangka aluminium konvensional. Hal ini mereka lakukan demi mendapatkan pengendalian yang lebih baik lagi.
Dengan konsep baru itu Rossi cuma memperoleh hasil terbaik finish kedua di Misano dan Le Mans. Mereka menutup musim diluar lima besar klasemen.
2013
Seperginya Valentino Rossi pada tahun 2013, Ducati merekrut Andrea Dovizioso masuk ke lini pembalap untuk dipasangkan dengan Nicky Hayden. Tapi komposisi itu justru memperparah keadaan.
Tak satu podium pun mereka rengkuh. Malahan mereka berdua makin jauh terlempar ke posisi delapan dan Sembilang klasemen akhir.
Ini merupakan musim paling buruk buat Ducati sejak masuk MotoGP sejak tahun 2003.
Ditengarai buruknya performa tim akibat penggantian General Manager baru bernama Luigi Dall’Igna yang berlatar belakang teknisi tersebut.
2014
Musim selanjutnya Luigi Dall’Igna mengenalkan dua kuda besi baru yang di beri kode GP 14 dan GP14.2 (baca: Jipi Fortin poin tu). Seumpama motor produksi masal, motor ini cuma minor change alias facelift ketimbang Brand New.
Oke, sampai disini Dovizioso menjalani musim lumayan bagus. Setidaknya itu dibuktikan dua podium, satu pole position dan bertengger di lima besar.
Sementara peran Hayden di gantikan oleh Cal Crutchlow. Tapi Crutchlow mengalami banyak masalah di musim ini. Masalah teknis dan cedera adalah salah dua masalah yang harus dilakoni Crutchlow. Akibatnya Crutchlow cuma bisa menghasilkan satu podium.
2015
Ini adalah tim Italia. Tapi tak semua Italia ada di Tim ini. Komposisi pembalap dan motor selalu beda, kecuali pas masuknya Rossi. Itu pun Rossi musti berpasangan dengan Hayden.
Tapi tahun 2015 semua jadi serba Italia disini. Masuknya Andrea iannone berpasangan dengan Dovizioso menunggang GP 15 membuat tim ini jadi serba Italia.
O ya, GP15 ini adalah motor hasil rancangan Luigi Dall’ lgna, sang general manager.
Dovizioso dalam tiga race pertama berhasil menrenggut P3. iannone meraih podium di Mugello dan Phillip island.
Teknologi aerodinamika pun disematkan pada GP15. Berupa winglet yang mereka riset sejak tahun 2010.
2016-2020
Kemenangan tahun 2010 mereka pakai untuk suntikan semangat untuk musim-musim selanjutnya. Dari gelagatnya, tampaknya mereka sudah mengarah ke titik yang seharusnya mereka tuju: KEMENANGAN!
Dan Andrea iannone pun musti hengkang karena ada konflik dengan Dovizioso. Perannya di gantikan oleh Jorge Lorenzo sampai tahun 2018. Dovizioso tetap berada di tim, dipasangkan dengan Lorenzo.
Musim berikutnya, tepatnya di tahun 2019 Lorenzo digantikan oleh Danilo Petruci.
Sementara Dovizioso tetap berada di sini. Selama tiga musim berturut-turut sejak tahun 2017 sampai dengan 2019 Dovizioso bertahan di runner up klasemen akhir yang mengukuhkan dia sebagai the best rider-nya Ducati.
Bukan itu saja, sebelum hengkang, Dovizioso mempersembahkan kenang-kenangan terindah berupa juara konstruktor buat Ducati bersama pasangan pembalap Danilo Petrucci.
Sampai disini kita ambil kesimpulan akhir. Bahwa sepanjang keikutsertaan Ducati memang baru meraih dua kali gelar konstruktor. Wajar, karena Ducati relatif baru turun di ajang ini. Setidaknya kalau kita bandingkan dengan trio Jepang, Honda, Suzuki dan Yamaha yang sejak awal diadakannya balapan secara konsisten mengikuti balapan, baik di seri GP500 maupun MotoGP, maka prestasi Ducati nggak buruk-buruk amat.

2022
Untuk tahun 2022, mereka mendapat sponsor utama Lenovo. Sementara line up pembalap adalah duo Francesco Bagnaia dan jack Miller. Nama resmi tim ini adalah Ducati Lenovo Team. Bagaimana performanya?
Juara dunia konstruktor sudah diraih, dan tinggal juara dunia pembalap sudah hampir pasti diraih. Tinggal bagaimana mengelola tim.