
Siapa pebalap terhebat sepanjang masa? Lewis Hamilton! Mungkin itu jawaban generasi milenial. Dengan jumlah 7 kemenangan juara F1 kulit hitam pertama itu memang pantas disebut sebagai sang kampiun. Tapi bukan dia!
Michael Schumacher? Bisa jadi, pebalap Jerman itu sangat hebat. Bahkan pada satu saat, ada jurnalis bilang, siapa pebalap yang paling bisa ‘mengerti’ dan adaptasi dengan mobil, jawabnya Schumacher. ” But, if i bet, definitaly, my money not on him!” Lanjutnya menanggapi comeback-nya Schumy ke kancah jet darat dan bergabung dengan MercedesGP.
Artinya, walau hebat, untuk mengakui bahwa Schumy adalah orang yang paling bisa beradaptasi dengan mobil, masih ragu. Buktinya kemampuan membalap Schumy memang meredup di MercedesGP, kan?
Jadi bukan mereka berdua. Ingat, baik Lewis, atau Schumy, mayoritas kemenangan mereka adalah di tim yang sama. Lewis di MercedesGP, dan Schumacher meraup kemenangan terbanyak di Ferrari.
Sampai disini bisa disimpulkan, kemenangan mereka berdua bukan kehebatan individu semata. Melainkan hasil kerja sama tim yang menaungi mereka. Mulai dari teknis, strategi dan lain-lain menyangkut keberlangsungan balapan yang mengantarkan mereka ke podium.
Hebat di satu tim, belum tentu hebat di tim lain. Tanya saja Schumy bagaimana melewati musim buruk di MercedesGP. Itu bukti bahwa Schumy belum bisa dikatakan pebalap yang paling bisa mengerti, memahami, dan beradaptasi dengan tunggangan.
Pun Lewis, sejauh ini baru mengabdi pada dua tim. Itu pun langsung dapat tim papan atas. Tentu saja Lewis sepanjang karier dapat mobil bagus. Pertama dari 2007-2012 di Mclaren, dan kedua MercedesGP. Kebetulan sudah ada bakat membalap. Klop!
Jadi seandainya Lewis dapat tim dengan mobil ‘biasa’ bagaimana? Apakah dia bisa memaksimalkan potensi mobil dengan kemampuan pas-pasan? Kita belum pernah tahu itu. Karena saat ini Lewis masih dan sedang membalap untuk tim yang bermarkas di Inggris itu. Jadi bakat tentang kemampuan adaptasi Lewis belum teruji.
Lantas siapakah orangnya? Berapa kali dia juara?
Baiklah, saya akan membawa sebuah nama dari Argentina. Juan Manuel Fangio!
Yap, tak salah lagi. Dia masih memegang gelar sebagai pebalap terhebat sepanjang masa. Juara pertama sejak F1 digelar pertama kali. Beliau bergabung dengan 4 tim, meraup 5 kali juara dunia. Alfa Romeo, Maserati, Mercedes, dan Ferrari.
Era itu adalah era awal. Ya, serba awal. Awal Mercedes masuk sebagai tim pabrikan pertama kali, karena setelahnya Mercedes mundur, dan masuk lagi hanya sebagai pemasok mesin. Lalu puluhan tahun kemudian (2010) mengakuisisi BrawnGP dan mendirikan tim pabrikan lagi, dengan modal kekecewaan karena McLaren, mitranya, mulai mengembangkan Roadcar. ( Hal yang tidak disukai Mercy)
Itu juga era pertama Ferrari memulai debutnya, dimana kontrol penuh ada ditangan Enzo, pendiri sekaligus pemilik. Pun Maserati dan Alfa Romeo, serta Formula 1 itu sendiri.
Semua baru mengawali.
Sebagai mana fase awal, semua masih ‘belajar’. Ibarat bayi, baru belajar jalan.
Dan teknologi mobil pun belum canggih. Masih banyak hal yang harus dikendalikan sang pilot dan mengandalkan kemampuan fundamental untuk menghela tunggangan serta jadi yang tercepat.
Dan sejarah membuktikan, tak ada yang diragukan lagi dari seorang Juan Manuel Fangio terkait kemampuan. Tropi-tropi kejuaraan menjadi saksi kehebatan El Chueco, El Maestro, atau apapun julukannya.
Satu lagi kenapa Fangio, selanjutnya kita sebut saja begitu tokoh kita satu ini. Karena kalau saya tulis sebagai Juan, akan ada beberapa Juan, salah satunya Juan Pablo Montoya, kan?
Nah, istimewanya Fangio memulai debutnya di Formula 1 di usia yang udah nggak muda lagi, menurut ukuran pebalap. Yaitu 30 tahun lebih. Bahkan sampai sekarang, memulai balap di Formula 1 di usia segitu pasti, ah..sudahlah! it’s too late! Apalagi kalau sampai Irvine beropini. Tahu kan bagaimana nyinyirnya bocah tua Irlandia itu?
Tapi Fangio memang memulai balap usia segitu. For your Information, pada tahun 1950 an mobil Formula 1 sangat kencang. Iya, semua mobil Formula 1 memang kencang. Masalahnya tahun itu hampir tidak ada piranti bantu untuk pebalap. Tidak ada power steering, tidak ada sistem perpindahan gigi dengan paddle shift secara sekuensial. Yang ada hanya tongkat persneling, sepeti halnya road car manual jaman sekarang. Dan musti menginjak kopling untuk memindah posisi persneling. Betapa bagaimana ribetnya!

Tidak ada pula sistem keselamatan. Tidak ada sabuk pengaman, tidak ada Halo, tidak ada rem ABS, pokoknya kalau kecelakaan, that’s how real man to die!
Tak jarang tangan para pilot lecet-lecet usai balapan, karena bergesekan dengan steering wheel yang berat.
Dengan serba keterbatasan di usia yang tidak lagi muda itu Fangio mengawali segala kisahnya di Formula 1. Saat itu olahraga yang sekarang Glamour ini belum secanggih dan semahal sekarang. Ibarat kata, Formula 1 masih mencari jati diri.
O ya, sekilas tentang Fangio. Berasal dari keluarga sederhana di kota kecil di Argentina, Balcarce.
Yang saya sebut bahwa dia istimewa adalah, dia meraih juara dunia lima kali kurun waktu 1951
Sampai dengan tahun 1957.
Karier Formula 1 dimulai di Tim Alfa romeo pada tahun 1950 di Grandprix Silverstone, Inggris. Tapi jauh-jauh hari sebelumnya Fangio sudah sangat pengalaman di dunia balap. Tercatat pada tahun 1948 dia pernah ikut balapan di Grand Prix perancis yang dihelat di sirkuit Reim. Dengan mengendarai Sima Gordini T11 ( Produksi divisi balap Renault), Fangio mengalami kerusakan mesin ketika sedang ada di posisi 11.
Sesudahnya, Fangio Kembali ke argentina.
Dan baru benar-benar menekuni olahraga para pria maskulini ini tahun 1950 sebagai pilot di Alfa Romeo. Dewi fortuna datang tahun itu. Fangio finish pertama. Itulah awal dari kesuksesan Fangio dimasa mendatang.
Ada kisah menarik dalam hidup Fangio. Yaitu ketika mengalami peristiwa penculikan oleh kelompok pemberontak pimpinan Fedel Castro. Peristiwa itu terjadi pada musim 1958 ketika Formula 1 digelar di Kuba.
Fangio diculik di sebuah Hotel di Havana, lalu penculik mengembalikan Fangio sehari setelah balapan selesai digelar tanpa satu cedera pun. Toh Fangio tutup mulut untuk membeberkan siapa para pelaku penculikan.
Fangio malah terkesan membela para penculik, bahkan simpati pada para pemberontak yang disebut oleh Fangio sebagai satu gerakan yang akhirnya menjungkalkan pemerintah sah yang dipimpin Batista pada 1 januari 1959.
Kembali ke soal Fangio.
Menjalani 52 kali grandprix, 24 kali kemenangan. Naik podium sebanyak 5 kali dan mengakhiri karier balapan di sirkuit Reim, Perancis pada tahun 1958 di usia yang ke 47!
Selepas pensiun, Fangio kembali ke Argentina. Pada tahun 1987 Fangio di percaya pihak Mercy sebagai presiden kehormatan Mercedes-Benz Argentina hingga tuutp usia pada 17 Juli 1995 di Buenos Aires, Argentina.
Kariernya cukup singkat. Tapi Fangio berhasil menorehkan prestasi yang luar biasa. Jadi kenapa penulis menyebut Fangio pembalap terhebat kan?