Kita semua pasti sudah pernah mendengar tentang G-Force, yaitu suatu ukuran untuk mengukur daya dari kendaraan dan manusia sebagai subjeknya dalam momen akselerasi maupun deselerasi atau pengereman.
Tanpa lebih jauh masuk ke bahasan perhitungan awal fisikanya, kita cenderung akan meringkas penghitungan efek g-force ini dengan mengalikan bobot dengan besaran g-force pada benda tersebut. Misalnya, pada suatu momen besaran g-force nya adalah 3, maka ini berarti bobot suatu benda akan dikalikan 3.
Lalu pada momen seperti apa beban g-force dialami pembalap MotoGP ?
Untungnya dalam balapan normal, pembalap MotoGP biasanya tidak mengalami beban g-force yang tinggi, namun terkadang crash yang dialami pembalap bisa mengalami dampak beban g-force yang luar biasa tinggi.
Momen crash dengan beban g-force yang tinggi pernah dialami Jorge Marin di Portimao tahun 2023, dimana Martin mengalami beban puncak g-forcenya sampai 26G. Namun ini bukan rekor tertingginya. Di 2019 Marc Marquez yang crash highside di Sepang mencatatkan beban puncak g-force yang diterimanya mencapai 26,27G, dan 3 tahun sebelumnya masih di lokasi yang sama, Loriz Baz bahkan mengalami crash dengan puncak beban g-forcenya mencapai 29,9G.
Alasan kenapa para pembalap MotoGP bisa menahan beban setinggi itu karena adanya kolaborasi dengan pabrikan perlengkapan balap yang telah mengembangkan perlengkapan pelindung yang sangat canggih, seperti baju balap yang dilengkapi airbag, yang mana didalamnya merekam data data ketika para pembalap mengalami crash.
Pembalap MotoGP, merupakan pembalap motor yang paling merasakan beban G-Force tertinggi, dikarenakan motornya memiliki tenaga, akselerasi dan kecepatan yang luar biasa. Momen yang paling berat adalah saat pengereman, karena pembalap harus menahan kekuatan deselerasi yang besar.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Brembo, rata rata g-force yang dihasilkan di sirkuit-sirkuit MotoGP adalah 1,1 hingga 1,2 G, namun saat melebihi 1,4 G maka menurut Brembo ini sudah termasuk beban deselerasi yang sangat menyiksa rem.
Lalu sirkuit mana saja yang membutuhkan kinerja rem yang sangat kuat di MotoGP?
Menurut Brembo, semua sirkuit di MotoGP paling tidak memiliki 1 titik pengereman dengan g-force 1,5G. Namun beberapa sirkuit seperti Red Bull Ring Austria, Twin Ring Motegi, dan Buriram Thailand memiliki lebih dari 1 titik pengereman dengan g-force 1,5G.
Di momen g-force 1,5G ini sangatlah krusial bagi Brembo karena bisa menganggu kinerja rem, sehingga Brembo mewajibkan tim tim MotoGP memasangkan diameter cakram rem lebih lebar di ketiga sirkuit itu.
Biasanya cakram rem yang digunakan adalah 320 milimeter, tapi di ketiga sirkuit ini wajib menggunakan cakram rem dengan diameter 340 milimeter atau bahkan 355 milimeter. Penggunaan cakram yang lebih lebar ini bertujuan agar cakram tidak overheat dan memuai selama pengereman keras di sirkuit tersebut.
Meski begitu, puncak beban g-force yang diterima para pembalap MotoGP bukanlah di ketiga sirkuit tadi, melainkan di sirkuit Portimao tepatnya di zona pengereman tikungan pertama, yang beban g-forcenya bisa mencapai 1,8G.
Kenapa hal ini bisa terjadi?
Karena sebelum tikungan pertama, pembalap bisa melaju di lintasan lurus dengan kecepatan lebih dari 330 km/jam, kemudian langsung disambut zona pengereman di area tikungan 1 yang kontur tanahnya menurun sehingga beban g-force nya juga akan meningkat.
Selain sektor pengereman, beban g-force yang tinggi juga dialami selama pembalap melibas tikungan, meskipun dalam hal ini beban g-force pada motor tidak setinggi seperti mobil. Ini karena di balap mobil, pembalap dan mobilnya berada pada titik beban yang sama dan bergerak dalam satu kesatuan, sementara di balap motor beban g-force nya terbagi karena pembalap dan motornya bergerak berbeda.
Penjelasannya begini.
Saat pembalap merebahkan motornya untuk melibas tikungan, bebannya akan terbagi karena gaya sentrifugal dan gaya sentripetal. Dengan kata lain, saat pembalap melibas tikungan ada tenaga yang cenderung akan melempar motor ke luar lintasan, namun ini dilawan oleh tenaga pembalap yang memaksa motor untuk tetap berada pada jalur racing linenya. 2 momen yang berhubungan ini akhirnya memisah efek g-force saat motor menikung sehingga saat menikung efek g-force motor tidak setinggi balap Formula 1 misalnya.