Saat ini Motogp dan WSBK hidup berdampingan sebagai dua kelas kejuaraan dunia balap motor paling tinggi.
Motogp sebagai kejuaraan yang lebih tua tetap menjadi pusat dari semua balap motor dengan motor prototype dan kesan mewah pada kejuaraan mereka.
Sementara WSBK sebagai kejuaraan untuk para hardcore fans dari dunia roda dua yang ingin melihat performa motor yang mereka bisa beli dimaksimalkan di lintasan.
Keduanya hidup berdampingan tanpa berusaha saling menjatuhkan. Namun tidak dipungkiri kalau Motogp masih menjadi kejuaraan yang lebih terkenal daripada WSBK.

Faktor kejuaraan yang lebih besar dengan lebih banyak negara yang didatangi serta banyaknya pembalap ikonik yang mereka miliki, membuat Motogp lebih familiar untuk di dengar dari WSBK.
Di Indonesia sendiri, penggemar Motogp diklaim jadi yang terbesar di Asia bahkan dunia. Namun penyelenggaraan WSBK di Indonesia masih jauh dari angka memuaskan.

Tapi tahu tidak, kalau dulu sewaktu WSBK pertama kali muncul di tahun 1988 sampai dengan pertengahan tahun 90an, WSBK nyaris membuat Motogp gulung tikar.
Biaya GP500 yang Sangat Tinggi
Sebenarnya kelas Superbike sudah ada sejak lama. Di kejuaraan nasional negara-negara eropa, Amerika dan Australia kelas ini sangat diminati.

Biaya kompetisi yang murah serta kemudahan dalam memodifikasi motor produksi massal daripada membangun motor khusus balap, membuat kelas lebih realistis untuk di ikuti.
Faktor-faktor ini akhirnya memunculkan wacana untuk membuat kejuaraan Superbike pada level dunia, sehingga tidak hanya jadi kelas jagoan di berbagai kejuaraan nasional saja.
World Superbike Championship akhirnya lahir pada tahun 1988. Pada waktu itu animo penggemar pada kejuaraan itu cukup tinggi.

Karena akhirnya ada kelas alternatif selain GP500 (Motogp) yang bisa ditonton dan terasa lebih dekat karena memakai motor yang diperjual belikan.
Motor-motor di WSBK juga bisa dibilang lebih futuristic daripada yang dipakai oleh GP500 pada era itu.
Sebut saja Bimota YB4 yang sudah emakai sistem injeksi dan suspensi elektronik sebelum motor-motor lain bahkan motor GP500 memakai teknologi itu.
Karena memakai motor produksi massal, banyak juga pabrikan yang akhirnya ikut WSBK tanpa pernah mengikuti GP500 sebelumnya.

Ducati, Kawasaki dan Bimola adalah pabrikan yang khusus ikut di WSBK pada era itu. Sementara Honda dan Yamaha serta Suzuki juga ikut tertarik untuk ambil bagian pada gelaran WSBK.
Khusus untuk Honda, WSBK menjadi ajang balap dimana mereka bisa mengembangkan motor balap empat tak lagi sesudah NR500 gagal di GP500.

Di satu sisi biaya untuk mengikuti GP500 semakin mahal tiap tahunnya. Jika tim tidak didukung oleh pabrikan, maka besar kemungkinan tim tersebut akan gulung tikar.
Karena biaya yang semakin tinggi, tim-tim privateer bahkan sampai tidak bisa berpikir untuk mengembangkan motor mereka, karena bertahan untuk ikut kejuaraan saja sudah sulit.

WSBK menawarkan biaya kompetisi yang lebih murah dan karena memakai motor produksi massal, maka tim-tim privateer hanya tinggal memaksimalkan kinerja motor bukan mengembangkan motor dari awal, ini membuat banyak tim tertarik untuk bergabung.
Tahun 1990, muncul wacanana untuk menyuntik mati GP500 dan posisinya digantikan oleh WSBK. Hal ini ditentang keras oleh juara dunia tiga kali, Kenny Roberts
“Orang yang melontarkan ide seperti itu, pasti dari hasil merenung di kamar mandi. Yang diperlukan oleh GP500 bukan dibunuh atau digantikan kelas bodoh bernama superbike, namun digolontorlan investasi yang lebih besar lagi,” Ujar Kenny Roberts (dari Motor Sport Magazine).

Komentar Kenny Roberts itu didasarkan logika bahwa penonton ingin melihat balapan yang semakin cepat setiap tahunnya.
Sementara WSBK punya motor yang lebih lambat dari GP500, kenapa GP500 harus disuntik mati oleh kejuaraan yang punya motor lebih lambat.
“GP500 adalah pertunjukan terbesar balap motor, itu adalah puncak dari balap motor dunia. Publik ingin melihat pebalap melaju sangat cepat dan semakin cepat dari tahun ke tahun,” lanjut Roberts (Dari Motor Sport Magazine).
Kenny Roberts yang kala itu menjabat sebagai manajer tim pabrikan Yamaha akhirnya bisa menyakinkan Yamaha untuk membuat motor yang lebih murah untuk tim independent.
Yamaha akhirnya membuat YZR500 versi privateer yang lebih murah untuk dibeli atau kalau mau lebih murah dari harga beli, bisa disewa selama satu musim.
YZR500 versi privateer itu tetap punya spek mesin yang sama namun tidak punya beberapa part eksotik yang dimiliki tim pabrikan.
Honda akhirnya juga mengikuti langkah Yamaha dengan membuat Honda NSR500V, versi terjangkau dari NSR500.
NSR500V ditenagai oleh mesin V-Twin yang dikembangkan dari Honda NSR250 yang kapasitasnya dinaikkan.

Mesin V-Twin yang lebih sederhana, membuat NSR500V menjadi jauh lebih murah dalam hal operasional daripada NSR500 reguler.
Inovasi-inovasi seperti ini membuat internal GP500 akhirnya bisa bertahan melawan popularitas WSBK yang semakin besar di periode 90an.
Balapan GP 500 Boring
Walaupun tim-tim privateer dan independent mendapatkan solusi untuk tetap membalap di GP500, namun penurunan penonton tetap terjadi.
Hal ini karena kurangnya aksi salip menyalip di lintasan GP500 menyusul pensiunnya Wayne Rainey pada 1993 dan Kevin Schwantz pada 1995.

Rivalias keduanya adalah bumbu paling manjur untuk membawa penonton datang dan menonton GP500.
Sebelumnya pada tahun 1992, Mick Doohan juga mengalami cedera parah yang membuat performanya turun secara signifikan.

Doohan baru dapat kembali membalap dengan kemampuan terbaiknya pada 1994 dan pada saat itu dua pesaing utamanya, Rainey sudah pensiun dan Schwantz sudah mengalami penurunan performa.
Hal ini membuat Doohan mendominasi GP500 namun itu juga membuat penonton GP500 mengalami penurunan, Doohan begitu dominan.

Berbeda dengan Valentino Rossi dan Marc Marquez yang mendominasi Motogp di masa depan. Gaya balap dan personality Doohan bisa dibilang membosankan.
Doohan sering memenangkan balapan dengan cara kabur ke depan tanpa harus berhadapan dengan pembalap lain dan saat menang tidak ada selebrasi yang menyenangkan.

Sementara di WSBK balapan berjalan lebih ketat dengan pembalap-pembalap legendaris WSBK saat itu juga memiliki personality yang menyenangkan untuk dilihat.
Bahkan pada saat itu pembalap di WSBK bisa lebih bebas berkomentar dan mencela kompetitor serta kemampuan motor mereka.
Tidak jarang saat pembalap terlibat kecelakaan satu sama lain, mereka terlihat bersitegang dan berkelahi di tepi lintasan, membuat drama lintasan WSBK lebih menarik ditonton.

Nama-nama seperti Carl Fogarty, Colin Edwards, Troy Corser, John Kocinski, Scott Russel, Raymond Roche, Dough Pollen dan Fred Merkel membuat balapan WSBK sangat menarik.
Karena mereka bisa bertarung untuk kemenangan dengan jarak yang dekat satu sama lain dan saling mencela satu sama lain sesudahnya.
Membuat penonton menahan nafas dan tidak bisa memalingkan pandangan mereka dari panasnya persaingan WSBK saat itu.
Bisa dikatakan kalau popularitas GP500 baru kembali naik saat Doohan pensiun dan seluruh kru tim Doohan dipindah tugaskan untuk membantu GP Wonder Boy saat itu, Valentino Rossi.
