Aprilia memiliki cerita menarik di kelas premier, MotoGP. Pabrikan ini pertama kali turun di ajang Grand Prix 500 setelah menuai sukses di kelas 125cc dan 250cc pada awal era 90an. Di kelas 500cc, mereka menggunakan V-Twin Engine dari tahun 1994-2000 dengan menghasilkan beberapa podium, namun belum pernah mampu mencicipi kemenangan saat race.
Pada 2002, dengan mesin 2tak, Aprilia menggunakan motor RS Cube yang diklaim menjadi satu-satunya motor yang bisa memecahkan rekor kecepatan 200 mph di Mugello. Meski begitu, untuk menyelesaikan balapan dalam 1 race, Aprilia masih jauh dari memuaskan karena tidak kompetitif hingga proyek mereka berhenti di akhir 2004. Musim 2012 Aprilia kembali ke MotoGP dengan motor CRT dan RSV4 75° V4 Engine dari motor Superbike.
Masalah Utama Aprilia Di MotoGP
Masuk ke MotoGP bukanlah hal yang mudah dan ketika itu terjadi, berkompetisi di MotoGP juga bisa menjadi masalah besar ketika sebuah tim tidak memiliki kesiapan manajemen dan finansial. Hal itu sempat dialami Aprilia di tahun-tahun awal mereka bertarung di ajang MotoGP. Aprilia tidak memiliki Tim Satelit, sehingga pengujian pada motor menjadi terbatas.
Kemudian Aprilia juga tidak memiliki Test Rider untuk menguji part-part baru pada motor. Dan problem ketiga, dari semua pembalap di Aprilia, hanya Aleix Espargaro yang mampu tampil kencang. Rekan Aleix selama 5 tahun terakhir tidak pernah bisa selevel dengannya. Ini menyebabkan revolusi berjalan sangat lambat.
Sementara tim lainnya memiliki motor yang lebih banyak (6 Ducati, 4 Honda, 4 Yamaha dan 4 KTM) serta perangkat elektronik yang bagus. Aprilia tak memiliki kemampuan berevolusi seperti tim lain dan ini menyebabkan performanya masih jauh dari ekspektasi. Selain itu Aprilia juga tidak memiliki pamor seperti Ducati sehingga tidak mudah menarik minat pembalap untuk mau bergabung dengan Aprilia.
Namun semua berubah ketika musim 2017 bergulir. Disinilah awal perubahan besar yang terjadi pada Aprilia hingga akhirnya sekarang menjadi motor yang tangguh dalam bersaing di baris depan untuk memperebutkan kemenangan di setiap seri balapan.
Lalu sebenarnya apa yang terjadi pada Aprilia semenjak tahun 2017? Dan apa saja hal-hal yang berubah dalam kurun waktu tersebut? Untuk lebih memahaminya, mari kita simak informasi lengkap seputar revolusi Aprilia di MotoGP sejak 2017 berikut ini.
2017
Musim 2017 adalah perubahan besar pada Aprilia setelah berhasil masuk ke MotoGP kembali. Di musim ini, lewat Rider andalan mereka, Aleix Espargaro, Aprilia mampu 7 kali menembus posisi 10 besar dan 2 kali hampir masuk top 5.
Di tahun ini Aprilia telah berdiri sebagai Tim Pabrikan dan bukan lagi sebatas pemasok mesin bagi Tim CRT karena memang pada 2017 Tim CRT telah ditiadakan oleh Dorna. Kerjasama dengan Gresini Racing rupanya membawa banyak manfaat bagi Tim asal Italia ini. Di akhir musim, Aleix Espargaro mampu duduk di peringkat ke 15 klasemen.
2018
Pada 2018, performa Aprilia sedikit terhambat hingga pembalap terbaik mereka, Aleix Espargaro melorot ke urutan 17 klasemen. Penurunan ini disebabkan oleh problem pada motor Aprilia.
Espargaro mengungkapkan bahwa Aprilia RS-GP yang dia kendarai terlalu berat sehingga menyebabkannya kesulitan mengubah arah motor. Ini adalah titik lemah terbesar Aprilia. Di tambah lagi problem sensitifitas motor pada lintasan yang tidak rata, menyebabkan Aprilia tak bisa mengeluarkan potensi maksimal.
2019
Pada musim kompetisi 2019, Aprilia mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Mereka melakukan gebrakan besar yang belum dilakukan secara massive sebelumnya. Manajemen Tim dan para teknisi di rombak drastis. Ini terjadi setelah Massivo Rivola ditunjuk sebagai CEO Aprilia Racing yang baru di tahun tersebut. Rivola kemudian mengubah Aprilia dengan basic format managerial seperti pada Formula 1.
Semuanya menjadi berbeda dengan suasana dan metode kerja yang baru di Aprilia saat itu. Crew Chief pun tak luput dari perubahan itu dimana Antonio Jimenez dipilih sebagai Crew Chief Aleix Espargaro dan Fabrizio Cecchini sebagai Crew Chief Andrea Iannone. Aprilia sangat fokus pada proyek perbaikan motor mereka.
Seamless Gearbox adalah bagian yang menjadi sorotan utama Aprilia dalam pengembangan pada sasis motor. Dan benar saja, usaha mereka tak sia-sia karena hasil Test di Jerez dan Sepang menunjukkan hasil yang positif. Berkat pengembangan berarti ini, Aleix Espargaro akhirnya mampu bercokol di urutan 14 klasemen akhir MotoGP 2019.
2020
Musim 2020 bisa disebut menjadi musim terberat Aprilia ketika tim ini masih berusaha melakukan pengembangan motor ke arah yang lebih baik. Pandemi Covid19 adalah faktor utama kenapa performa Aprilia turun di musim 2020. Dalam masa pandemi, Tim Pabrikan di MotoGP melakukan pembekuan teknis dan pemotongan biaya pada pengembangan mesin serta aerodinamis.
Ini dilakukan karena tim-tim tersebut juga mengalami kendala finansial yang cukup pelik. Aprilia yang berstatus Pabrikan konsesi sangat terpukul dengan kondisi itu. Mereka tak bebas mengembangkan semua aspek pada motornya. Menanggapi masalah tersebut, Aprilia pun sempat meminta izin untuk bisa memperbaiki bagian Piston yang bermasalah.
Jika mesin di segel, sangat tidak mungkin bagi Aprilia untuk menyelesaikan masalah mereka. Namun tidak mudah mencapai persetujuan dari MSMA untuk izin tersebut. Alhasil dengan segala keterbatasan yang mereka miliki, Aprilia harus puas hanya menempati posisi 17 di klasemen akhir MotoGP musim 2020.
2021
Pergantian Konfigurasi Mesin
Pada 2021 Aprilia menjadi satu-satunya tim yang masih memiliki keuntungan konsesi di MotoGP karena KTM telah meraih 1 kali kemenangan dan 4 podium di musim 2021. Itu berarti KTM telah kehilangan konsesinya dan telah di samakan levelnya dengan Pabrikan lain. Di tahun ini Aprilia mengubah bagian vital motornya, yaitu pada bagian mesin.
Aprilia mencoba mengimitasi konfigurasi mesin Honda dan Ducati dengan 90° V4 Engine. Seperti yang diketahui bersama, bahwa sejak 2016 Aprilia selalu memakai 75° V4 Engine. Tetapi dengan konfigurasi itu, para teknisi Aprilia tidak bisa mengeluarkan potensi maksimal motor.
75° V4 Engine sebenarnya adalah konfigurasi lama yang dulu juga pernah dipakai Honda RC212V 800cc sebelum pertengahan 2011-2012 mereka mengubahnya menjadi 90° V4 Engine pada era 1000cc yang juga ternyata merupakan hasil imitasi dari mesin Ducati. 90° V4 Engine memiliki bentuk yang lebih panjang dari 75° V4 Engine. 90° V4 Engine memberikan keuntungan lebih besar pada akselerasi dan deselerasi motor.
RS-GP akan mampu meraih 280 HP dan lebih kencang saat berada di trek lurus, dibandingkan 75° V4 Engine yang hanya memberikan tenaga sebesar 255 HP. Selain itu mesin tersebut dapat mengurangi getaran dan lebih memiliki keseimbangan yang bagus untuk motor.
Aprilia Chief Engineer, Romano Albesiano juga mengungkapkan bahwa untuk mengaplikasikan konfigurasi mesin ini, Aprilia telah membangun ulang Crankshaft-nya menjadi lebih Compact hingga mesin 90° V4 Engine bisa dipakai pada motor.
Peningkatan Performa Elektronik Motor
Di MotoGP, performa Engine Brake sama pentingnya dengan akselerasi saat keluar tikungan karena ban depan Michelin tidak memiliki grip sekuat Bridgestone, sehingga Rider harus lebih sering menggunakan ban belakang untuk menghentikan laju motor dibanding ketika dulu masih memakai ban Bridgestone. Tingkat keausan ban dapat dipengaruhi oleh kinerja dari perangkat elektronik pada motor.
Hal ini sangat berpengaruh pada Aprilia yang sempat kehilangan traksi dan kesulitan berakselarasi pada beberapa balapan. Untuk masalah ini Aprilia telah menginvestasikan banyak dana agar mendapatkan peningkatan maksimal dibagian elektronik. Bahkan mereka mempekerjakan teknisi yang pernah bekerja pada Ferrari di ajang Formula 1 untuk mengerjakan proyek ini.
Mereka telah membenahi beberapa bagian seperti Power Delivery dan Chassis Geometry untuk membantu perbaikan performa elektronik. Untuk bagian Aerodinamis, Aprilia melakukan perubahan pada Aero Firing dengan efek Downforce yang lebih besar agar ban tidak menghadapi Wheelie berlebih saat akselerasi.
Status konsesi yang masih dimiliki Aprilia, memberikan keuntungan tersendiri dalam pengembangan motor dan perbaikan bagian motor yang perlu ditingkatkan performanya. Aprilia mempunyai masa test lebih panjang dan juga stok ban serta bahan bakar lebih banyak.
Memanfaatkan keunggulan ini, Aprilia terus bekerja keras hingga akhirnya mereka mendapati podium perdananya di GP Silverstone 2021 ketika Aleix Espargaro untuk kali pertamanya mampu naik podium di urutan ke 3 bersama Aprilia.
Bahkan di akhir musim, Aleix berhasil duduk di peringkat ke 8 klasemen akhir dengan selalu masuk 10 besar di hampir setiap balapan, sekaligus menjadi pertanda positif bagi Aprilia yang semakin dekat dengan kompetitor lainnya di puncak klasemen.
2022
Musim lalu (2021) Aprilia menunjukkan revolusi mereka yang sebenarnya dengan kesuksesan menembus podium pada GP SIlverstone, menempati posisi 4 di GP Aragon dan Start dari Front Row di GP Sachsenring dan hanya berjarak 1/10 detik dari Front Row di GP Mugello. Di Silverstone, Aleix Espargaro terpaut gap 4.1 detik dari pemimpin lomba, Fabio Quartararo setelah melintasi Finish Line.
Dalam persentasi performa, Fabio mendapatkan nilai 100% dan Aleix memperoleh nilai 99.8%. Ini berarti Aleix berpotensi untuk menang di race-race berikutnya ketika setup motornya tepat. Sejak 2021 Aleix sudah merasakan akselerasi dan traksi luar biasa dari motornya. Apalagi kemampuan berhenti di tikungan menjadi lebih mudah setelah teknisi Aprilia berhasil mengurangi bobot motor hingga 5 kg.
Kini Aprilia telah menjelma menjadi motor dengan akselerasi bertenaga, mudah untuk bermanuver di tikungan, mempunyai balance yang bagus dan tidak memiliki masalah berarti lagi. Menurut Aleix, perubahan pada posisi Centre Gravity mesin dan aerodinamis sangat membantu dalam proses pengereman. Piston yang baru berhasil bekerja dengan maksimal untuk mengurangi friksi dan mengoptimalkan penyaluran oli pada mesin.
Sementara untuk sasis tidak jauh berbeda dari tahun lalu. Hanya sedikit perubahan pada komponennya yang lebih ringan dan halus. Karena untuk mengetesnya telah bekerja maksimal atau tidak, diperlukan banyak waktu, kondisi setup sempurna, pembalap yang bagus dan trek yang berbeda. Bahkan jika semua part motor didesain baru, pembalap tidak akan mengetes semuanya secara menyeluruh karena keterbatasan waktu yang mereka miliki.
Terlepas dari hal itu, di tahun 2022 Aprilia telah semakin dekat dengan mahkota juara dunia MotoGP. Meski perjalanan masih panjang, namun kemenangan Aleix Espargaro di GP Argentina dapat menjadi acuan jika peluang juara dunia tahun ini masih terbuka lebar. Terlebih lagi hingga seri ke 3, Aleix masih berada di posisi ke 3 klasemen.