Kejuaraan Dunia MotoGP selalu didominasi oleh pebalap-pebalap dari Eropa setiap tahunnya. Dari Benua Asia, hanya Jepang saja. Negara maju yang pernah mengaku “Cahaya Asia” itu mampu rutin menyumbangkan pebalap-pebalap berbakat setiap tahunnya. Lalu Bagaimana dengan negara Asia yang lain?
Dulu, Thailand pernah memiliki Ratthapark Wilairot. Pebalap yang juga sekaligus menjadi kebanggaan Asia Tenggara itu pernah nyaris naik podium pada balapan di Belanda tahun 2010. Namun, faktanya ia gagal dan hanya mampu finish ke-4, lebih lambat sepersekian detik dari Thomas Luthi.
Dua tahun berselang, akhirnya Asia Tenggara berhasil menempatkan wakilnya di podium.
- Yang pertama ada Zulfahmi Khairuddin
Zulfahmi Khairuddin membuktikan bahwa tahun 2012 adalah tahun terbaiknya di kejuaraan MotoGP kelas Moto3. Zulfahmi yang sudah berulang kali finish 10 besar membuat kejutan di ‘rumahnya sendiri’ kala berhasil meraih pole position pada seri balapan di Sirkuit Sepang, Malaysia. Bahkan, ia hampir membuat lagu kebangsaan “Negaraku” dikumandangkan di Sepang.
Sayang, Zulfahmi yang mengendari KTM dalam tim AirAsia-Sic-Ajo harus mengakui kehebatan sang juara akhir musim, Sandro Cortese (baca: Kortize) asal Jerman pada seri balapan tersebut. Ia bersaing ketat dengan Sandro dan koleganya asal Jerman, Jonas Folger hingga tikungan terakhir. Pebalap kelahiran Banting, Selangor, Malaysia itu bahkan nyaris saja mengungguli Sandro andai di tikungan terakhir tak terlalu melebar.
Alhasil Zulfahmi harus puas hanya finish di urutan kedua, selisih 0,028 detik saja dengan Sandro . Kebolehannya tidak sampai di situ saja karena, masih di tahun yang sama, ia mampu meraih posisi finish ke-3 di Sirkuit Valencia, dan menduduki peringkat ke-7 di klasemen akhir. Namun, amat disayangkan prestasinya di tahun-tahun berikutnya agak menurun.
Pebalap yang lahir pada 20 Oktober 1991 ini mengawali debutnya di Grand Prix kelas 125 cc pada tahun 2009, tetapi baru memulai musim penuhnya pada tahun 2010, yang berlanjut hingga tahun 2015. Walaupun sudah tidak lagi berlaga di MotoGP, tetapi torehan sejarah Zulfahmi Khairuddin akan tercatat selamanya dalam sejarah, sekaligus menjadi kebanggaan Malaysia dan Asia Tenggara.
- Yang kedua ada Hafizh Syahrin
Pebalap yang lahir di Ampang, Selangor, Malaysia ini sudah memulai karir balapan sejak usia 9 tahun dengan menunggangi Minimoto atau istilah lainnya Pocket Bikes. Syahrin adalah pebalap yang berprestasi di atas minimoto-nya maka tak heran ia mendapat julukan “King of Pocket Bikes”, dan tak lama setelah mendapatkan julukan itu. ia secara kebetulan bertemu dengan Barry Leong, salah satu orang yang berperan membuat Syahrin menjadi seperti sekarang.
Pada tahun 2009, Hafizh Syahrin sanggup mendominasi seri-seri balapan populer di negaranya, “Malaysian Underbone”, dimana ia menjadi pebalap yang langganan naik podium. Setahun berselang, ia melanjutkan kiprahnya ke level Asia dalam ajang “Asia Road Racing Championship. Di tahun perdananya, ia hanya mampu menduduki posisi 12 klasemen akhir, tetapi di tahun berikutnya, tahun 2011, ia mampu menunjukkan perkembangan pesat dengan mencapai posisi ke-4 di klasemen akhir.
Perjuangannya untuk menjadi pebalap hebat tidaklah mudah. Ia harus rela berkorban meninggalkan keluarga dan kampung halaman demi meraih mimpinya. Hafizh Syahrin sempat lama menimba ilmu di Spanyol, negara yang ia anggap paling tepat untuk mengembangkan kemampuan balapannya.
Hafizh Syahrin bertolak ke Eropa, atau tepatnya Spanyol itu pada tahun 2012. Mulai dari sinilah, bakat Hafizh Syahrin, secara perlahan mulai dikenal dunia. Ia berlaga di ajang National CEV Championship kelas Moto2.
Prestasi Syahrin di ajang CEV Championship cukup membuat para penonton berdecak kagum. Penampilannya sepanjang tahun 2012 dan 2013 boleh dikatakan impresif. Tahun 2013 menjadi tahun terbaiknya di CEV Championship. Ia berulang kali naik podium, bahkan juga dua kali meraih podium pertama.
Matahari yang terik menjadi saksi sujud syukurnya di Circuito de Navarra, Los Arcos, Spanyol tahun 2013, yang sekaligus menjadikannya sebagai salah satu pebalap Asia paling fenomenal yang pernah berlaga di ajang tersebut karena berhasil merengkuh podium pertama. Tidak berhenti sampai di situ, Syahrin, masih di ajang dan tahun yang sama, juga memenangkan seri balapan di Sirkuit Valencia. Hafizh Syahrin sukses menduduki posisi ketiga di klasemen akhir tahun 2013.
Hafizh Syahrin pertama kali menekan gas motornya di Grand prix pada tahun 2011. Ia langsung berkesempatan turun di kelas Moto2 pada seri balapan di Sirkuit Sepang, Malaysia bersama tim Petronas Malaysia. Tahun debutnya masih kurang impresif karena hanya berhasil finish di urutan ke-20.
Barulah pada tahun 2012, Hafizh Syahrin dengan motor FTR-nya bersama tim Petronas Raceline Malaysia berhasil menjadi pebalap Malaysia kedua yang eksis di podium Grand Prix karena berhasil finish di urutan ke-2 di Sirkuit Sepang, Malaysia. Sekaligus, menjadikannya pebalap pertama Malaysia pertama yang naik podium di kelas Moto2 pasca balapan yang berlangsung dalam kondisi basah tersebut.
Hafizh Syahrin mulai fokus menjalani musim penuh di Moto2 pada tahun 2014 dengan motor Kalex. Ia mulai menunjukkan kebolehannya di tahun 2016, dimana ia mulai langganan finish di posisi 10 besar, bahkan berulang kali finish di urutan ke-4 dan 5. Syahrin akhirnya kembali sukses meraih podium di tahun 2017 kala membalap di kelas Moto2 setelah finish di urutan ke-3, yang kemudian diralat menjadi finish ke-2 setelah Dominique Aegerter didiskualifikasi dalam sebuah balapan dengan kondisi hujan di Sirkuit Misano.
Ia kembali mengukir prestasi di Sirkuit Motegi, Jepang. Masih dalam kondisi balapan basah, ia berhasil naik podium setelah kembali finish di urutan ke-3.
- Yang ketiga ada Khairul Idham Pawi – ‘Si Anak Ajaib’ dari Perak, Malaysia
Pemuda kelahiran 20 September 1998 ini adalah pebalap Malaysia pertama yang berhasil membuat lagu kebangsaannya berkumandang di podium tertinggi. Praktis, Khairul Idham Pawi adalah orang Asia Tenggara pertama yang sukses finish pertama dalam seri balapan Grand Prix, tepatnya di kelas Moto3. Prestasi yang luar biasa untuk pebalap yang masih sangat muda.
Semua itu terjadi di tahun 2016. Khairul yang baru menjalani musim penuh perdananya di Moto3 bersama Honda Team Asia mencatatkan hasil kurang baik di balapan perdana di Sirkuit Losail, Qatar, dimana ia hanya sanggup finish di urutan ke-22. Akan tetapi, pada seri balapan yang kedua, yaitu di Sirkuit Autódromo Termas de Río Hondo, Argentina ia mampu mengejutkan banyak orang dengan finish di posisi pertama.
Pebalap yang kala itu masih berusia 17 tahun tersebut mencatat sejarah yang luar biasa. Tak tanggung-tanggung, pada balapan basah tersebut, jarak Khairul dengan pebalap kedua, Jorge Navarro adalah 26 detik. Sebuah kemenangan telak.
Kemudian, itu bukanlah satu-satunya kemenangan Khairul di tahun 2016. Khairul Idham Pawi kembali mengumandangkan lagu “Negaraku” di podium tertinggi MotoGP Jerman. Ia benar-benar kembali menunjukkan kebolehannya dalam kondisi balapan basah setelah menggungguli Andrea Locatelli dengan selisih waktu yang juga telak, yaitu 11 detik.
Pebalap dengan nomor balap 89 mungkin memang layak disebut sebagai ‘Pebalap Ajaib’ karena sebenarnya, ia adalah pebalap yang akrab dengan urutan finish di luar 20 besar dan acapkali gagal finish. Sangat jarang ia mampu finish 20, 15, atau 10 besar.
Namun, tetap saja sejarah tidak dapat dihapus dan dimanipulasi. Sejarah dan prestasi Khairul Idham Pawi akan selalu dikenang oleh publik Malaysia, Asia Tenggara, dan dunia.
Mari kita nantikan kejutan dan prestasi lainnya dari para pebalap Malaysia di Grand Prix MotoGP, juga dari pebalap Asia Tenggara lainnya, termasuk dari Indonesia.