Hingga kini, nama pebalap legendaris Italia Giacomo Agostini masih tercatat sebagai pencetak rekor kemenangan dan gelar juara dunia terbanyak untuk semua kelas yang pernah diikutinya di ajang Grand Prix MotoGP. Saat itu dia mengikuti kelas 250 cc, 350 cc dan 500 cc serta berhasil mempersembahkan gelar dunia bagi MV Agusta dan Yamaha.
Sementara ini, untuk kelas utama 500cc atau MotoGP, rekor kemenangan terbanyak masih dipegang oleh pembalap Italia lain yaitu Valentino Rossi. Rossi sukses memenangkan 89 balapan dan menempatkan Honda serta Yamaha sebagai kampiun juara. Sedangkan Agostini berada di tempat ke dua dengan raihan sebanyak 68 kali podium tertinggi.
Namun ada beberapa pebalap yang memiliki catatan yang tak kalah mengesankannya meski tak selalu terkait dengan banyaknya race yang dimenangkan. Mereka adalah para pebalap yang mampu meraih gelar juara dunia pada tahun pertama kiprahnya sebagai pembalap yang mengikuti satu musim penuh balapan.
Siapa sajakah mereka?
Berikut ini diantaranya :
- Yang pertama ada Loris Capirossi (baca: Kapirosi)
Pebalap berjuluk Capirex (baca: Kapirex) ini adalah pemegang 2 gelar juara dunia Grand Prix 125 dan 1 gelar Grand Prix 250. Hebatnya, gelarnya di kelas 125cc diraih pada debutnya di pentas dunia pada tahun 1990.Bukan terhenti di situ, Capirossi sanggup mempertahankan gelarnya itu ditahun berikutnya. Saat itu, pebalap kelahiran Itali ini mengaspal di bawah bendera Polini Honda.
Karirnya berlanjut ke Grand Prix 250 dimana dia membela Honda dan kemudian Aprilia. Sempat naik kelas ke Grand Prix 500 bersama Yamaha selama 2 tahun mulai 1995, Capirossi kembali menggeber motor 250 cc bersama Aprilia Racing Team di tahun 1997. Prestasi terbaik diraihnya pada 1998, setahun sebelum Valentino Rossi menjadi kampiun.
Capirex adalah salah satu pebalap yang kaya pengalaman karena masa karirnya yang panjang dari tahun 1990 dimana semua pabrikan masih mengandalkan mesin-mesin 2 tak hingga 2011 yang menghadirkan motor-motor 4 tak. Di samping itu, dia pun berpengalaman mengendarai motor dari berbagai pabrikan mulai dari Honda, Yamaha, Aprilia, Ducati hingga Suzuki.
- Yang kedua adalah Tetsuya Harada
Pebalap kelahiran Chiba Jepang, 14 Juni 1970 ini adalah jebolan kejuaraan All Japan 250 Series. Dia mendapatkan fasilitas wild card GP 250 pada seri Jepang di tahun 1990 sampai 1992 dengan mengendarai Yamaha TZ 250.
Tahun 1993, Yamaha memberinya kesempatan membalap semusim penuh di GP 250. Dan di debutnya itu, Harada berhasil menjadi juara dunia mengalahkan para seniornya seperti Nobuatsu Aoki, dan Alberto Puig (baca: Alberto Puj).
Catatannya di GP 250 diisi dengan pertarungan melawan pebalap-pebalap top seperti Max Biaggi yang menjadi juara dunia di 1994 hingga 1997, Loris Capirossi yang juara musim 1998, Valentino Rossi juara musim 1999 dan Marco Melandri juara musim 2000.
Posisinya di klasemen akhir tak pernah keluar dari posisi 10 besar. Bahkan 5 dari 7 musim yang dilakoninya di GP 250, selalu diakhiri di posisi 3 besar termasuk di tahun 1998 dimana Harada hanya berselisih 1 poin dengan Rossi yang menjadi runner up.
Kondisi itu tak lepas dari insiden yang dialaminya bersama rekan setimnya, Loris Capirossi, yang di seri terakhir Capirossi dan Harada bertarung untuk penentuan siapa yang akan jadi juara dunia. Saat itu Harada mendapat senggolan keras dari Capirossi yang berusaha menyalipnya, membuatnya terjatuh dan tak dapat melanjutkan lomba, Harada harus puas bertengger di posisi ke-3 klasemen akhir dan Capirossi yang menjadi juara dunia.
Di kelas 500cc, tahun 1999 dan 2000 Harada mengaspal bersama Aprilia. Seperti halnya Capirossi yang kembali turun kelas, Harada kembali menggeber Aprilia RSW 250 di tahun 2001 dan berhasil menjadi runner up.
Pada masa transisi mesin 2 tak ke 4 tak, Harada kembali ke kelas utama saat membela tim satelit Pramac Honda yang mengandalkan NSR 500 dan pensiun di tahun berikutnya.
- Yang ketiga ada Manuel Poggiali
Mengawali karir di kelas 125 cc, Poggiali menjadi pebalap full season Aprilia di tahun 1999 dan 2000. Prestasinya jeblok karena hanya menduduki peringkat ke-17 dan ke-16 klasemen akhir hingga Gilera merekrutnya pada 2001.
Berada di antara gempuran Aprilia dan Honda, Poggiali justru menunjukkan tajinya dengan menjadi juara dunia bersama satu-satunya tim yang menggunakan motor Gilera. Masih bersama Gilera, tahun berikutnya dia turun ke peringkat ke-2 klasmen akhir.
Kembali bersama Aprilia, Poggiali mengawali karir di GP 250 pada tahun 2003 dan langsung menjadi jawara menyisihkan para kakak angkatannya seperti Roberto Rolfo, Randy de Puniet dan Fonsi Nieto.
Tak dapat mempertahankan gelarnya di tahun 2004, Poggiali memutuskan kembali membalap untuk Gilera pada 2005, namun ia hanya sanggup mencatatkan diri di posisi ke-10 di akhir musim. Prestasinya kian memburuk saat kembali lagi ke kelas 125cc dan akhirnya pebalap kelahiran San Marino, 14 Pebruari 1983 itu mengakhiri karirnya di GP motor pada 2008.
- Yang keempat adalah Dani Pedrosa
Dani Pedrosa adalah seorang Juara Dunia 125cc dan Juara Dunia 250cc dua kali, tetapi sampai ia memutuskan pensiun dua tahun lalu belum dapat merasakan gelar dunia MotoGP, capaian tertingginya hanyalah berada di urutan kedua sebanyak 3 kali dan urutan ketiga sebanyak tiga kali.
Pada tahun 2001 Dani Pedrosa pertama kali mengikuti ajang balap Grand Prix. Mengendarai motor kelas 125cc di bawah arahan Alberto Puig (baca: Puj), ia meraih dua kali podium di tahun pertamanya. Dua tahun kemudian dia berhasil meraih Juara dunia pertamanya. Dia memenangkan total lima balapan selama musim 2003. Pedrosa memastikan juara dunianya saat seri balap masih tersisa dua seri lagi. Sayangnya Pedrosa mengalamai kecelakaan di seri balap Australia, membuat ankel kakinya patah.
Pada tahun 2004 Pedrosa naik ke kelas 250cc dengan Honda. Namun, sebagai akibat dari cedera yang didapatnya di Australia pada akhir tahun sebelumnya, ia tidak dapat menguji motor baru 250cc nya. Meskipun demikian, pada seri balap pertama di Afrika Selatan ia bisa start di posisi keempat dan kemudian memenangkan balapan dengan selisih waktu 0,5 detik di depan Randy De Puniet. Dia memenangkan tujuh balapan di tahun debutnya itu dengan enam podium lainnya, membawanya meraih gelar dunia di kelas 250cc. Pedrosa memutuskan tetap di kelas 250cc pada tahun berikutnya dan memenangkan gelar juara dunia lagi dengan mencetak 309 poin, dengan 8 kemenangan saat itu. Di posisi kedua tahun itu adalah Casey Stoner dengan motor Aprilia.
Setelah dua tahun yang fantastis di kelas 250cc Dani Pedrosa naik ke kelas MotoGP masih bersama Honda, pada tahun 2006. Selama 13 tahun karirnya di kelas MotoGP, prestasinya tidak buruk sama sekali, meraih 3 kali runner up musim merupakan hasil terbaiknya. Sekarang ia melanjutkan karirnya sebagai pembalap pengembang untuk KTM, dan menolak tawaran untuk kembali balapan bersama KTM. Meski performanya masih sangat bagus saat mengendarai motor MotoGP.
- Yang terakhir tentu siapa lagi kalau buka Marc MarquezNama pebalap satu ini pasti tak asing lagi di telinga kita. Hingga kini, Marquez masih tercatat sebagai pebalap paling mumpuni di kelas para raja.
Pebalap dengan nama komplit Marc Marquez Alenta ini mengawali catatan di balap internasional pada tahun 2008 di kelas 125 cc bersama KTM. Prestasi terbaiknya diraih saat membela Derbi pada 2010 saat ia menjadi juara dunia.
Mengendarai motor Suter, Marc Marquez berhasil menjuarai di tahun 2012 setelah menjalani debutnya di 2011.
Melihat potensinya itu, Repsol Honda pun merekrut pebalap Spanyol ini untuk musim 2013 mendampingi Dani Pedrosa. Di debutnya, Marquez memukau para penggemar MotoGP karena berhasil menjadi juara dunia sekaligus menjadi kampiun termuda di kelas para raja. Kala itu usianya baru mencapai 20 tahun 63 hari.
Pebalap berjuluk Baby Alien ini berada di posisi ke-3 sebagai peraih kemenangan terbanyak di kelas utama dengan 56 kemenangan dibawah Valentino Rossi dengan 89 kemenangan dan Giacomo Agostini dengan 68 kemenangan. Namun jalannya memecahkan rekor para seniornya masih amat terbuka mengingat usianya yang masih muda, 27 tahun.