Valenitno Rossi menjalani musim MotoGP 2021 ini dengan tekad untuk tetap bisa membalap di tahun 2022, tapi hasilnya jeblok. Jadi apa yang membuat Rossi sangat menurun di 2021 ?
Pertama tentu tidak ada jawaban mudah untuk menjawab pertanyaan seputar olahraga balap motor, termasuk hal ini. Seperti biasanya, penyebab jebloknya performa Rossi akibat dari kombinasi banyak faktor dari pembalap dan motornya.
Selama beberapa musim terakhir yang dijalani, komentar Rossi setelah balapan hanya seperti itu itu saja tidak ada yang berubah. Ini sama seperti ketika Rossi menjadalani 2 tahunnya di Ducati. Namun ada bedanya.
Ketika Rossi menunggangi Desmosedici, Rossi selalu komplain tentang kurangnya feeling di front-end motor, yang mana itu yang paling membuat lambat dan seringkali membuatnya crash.
Ketika Rossi mengendarai Yamaha YZR-M1 dengan spek elektronik Magneti Marelli dan spek ban Michelin, dia selalu komplain soal cepat ausnya ban belakang. Oleh karena itu, mulai menurunnya performa Rossi dimulai ketika MotoGP membuang aturan software buatan masing masing pabrikan dan ban Bridgstone di akhir 2015.
Hal ini sangat berdampak pada kecepatan dan hasil Rossi. Dari 4 kemanangan yang diraih di 2015, turun hanya 2 kemenangan di 2016, lalu turun hanya sekali di 2017 dan tidak ada kemenangan lagi sampai akhir karirnya. Bila dilihat dari rata rata poin di setiap race di 2015 yang mencapai 18 poin, berangsur turun menjadi 16 poin di 2016, 11,5 poin di 2017, lalu 11 poin di 2018 dan hanya 9 poin di 2019.
Lalu apakah Michelin yang menjadi penyebab utama performa Rossi semakin drastis menurun ? ternyata tidak, karena Rossi sudah lebih banyak meraih gelar dunia dan balapan dengan pemasok ban asal Perancis tersebut daripada dengan merk ban lain.
Penyebab utama yang harus disalahkan ada pada departemen teknis Yamaha yang selama bertahun tahun kesulitan untuk menyesuaikan motor Yamaha M1 ke spesifikasi ban dan software baru MotoGP. Motor Yamaha yang tadinya mendominasi di tahun terakhir ban Bridgstone dan aturan penggunaan software pabrikan, dengan 11 kemenangan dan raihan gelar dunia, sampai gagal meraih gelar dunia lagi sampai tahun 2021.
Jadi musim terakhir Rossi terkait erat dengan ketidakmampuan Yamaha. Karena saat Yamaha menggunakan software buatannya sendiri, motor Yamaha M1 sangat seimbang dan para insinyur Yamaha bisa bekerja dengan sangat baik dengan elektroniknya untuk membenahi banyak masalah pada motor.
Lalu ketika menggunakan spek software Magnetti Marelli motor Yamaha M1 jadi sulit dikendarai. Tidak hanya lemah di kontrol traksinya namun juga pada karakter mesinnya.
Yamaha juga kesulitan untuk menyesuaikan motor Yamaha M1 ke spek ban Michelin. Dan masalah ini akan jadi lebih besar bagi pembalap bertubuh tinggi seperti Rossi, terutama saat pemasok ban asal Perancis tersebut memperkenalkan ban barunya di dua musim terakhir MotoGP. Perolehan poin rata rata Rossi per balapan jatuh menurun di angka 5 poin di 2020 dan 2,5 poin di 2021.
Ban baru Michelin dengan konstruksi lebih soft ini lebih menapak ke aspal sehingga memberi lebih banyak grip, yang bertujuan untuk mencetak waktu yang lebih cepat. Namun seperti kebanyakan tipe ban, perubahan yang satu ini tentunya akan bekerja lebih baik untuk pembalap tertentu.
Menurut Danilo Petrucci yang berbadan besar seperti Valentino Rossi, dengan konstruksi ban yang lebih soft di 2020 ini pembalap tidak bisa menjadi seagresif seperti sebelum musim 2020. Petruci menjelaskan bahwa dengan ban lebih soft ini pembalap tidak bisa sekedar agresif dalam pengereman dan berakselerasi, melainkan harus mengandalkan corner speed. Karena bila ban terlalu mendapat beban berlebih saat pengereman keras, ban akan cepat overheat, apalagi dilakukan oleh pembalap bertubuh besar.
Petrucci kembali mencontohkan bahwa kesulitan pembalap beradaptasi dengan ban tidak hanya dialami pembalap bertubuh besar seperti dirinya dan Rossi. Namun juga pernah dialami pembalap bertubuh mungil seperti Dani Pedrosa. Seperti kita tahu Pedrosa sangat kesulitan untuk memanaskan ban belakang Michelin, yang pada tahun 2017 dan 2018 konstruksinya lebih keras dibanding saat ini. Namun sekarang situasinya berubah kebalikannya. Saat Pedrosa mulai mencoba menggunakan ban dengan konstruksi yang lebih soft di 2020 hasil laptimenya sangat cepat bahkan lebih cepat dari semua pembalap KTM.
Oleh karena itu akan selalu ada yang diuntungkan dan dirugikan dalam setiap perubahan desain ban. Contohnya lagi saat Rossi memenangkan gelar pertamanya dengan Yamaha. Suksesnya itu tidak hanya karena kehebatan Rossi dan motornya semata, namun ban belakang Michelin di 2004 juga bekerja sempurna dengan Yamaha M1, sementara ban Michelin tersebut tidak bekerja baik dengan motor Honda RC211V yang selalu mengalami ‘chatter’ atau getaran.
Jadi, sebagaimana ban belakang Michelin 2020 yang baru membantu Pedrosa dan pembalap bertubuh kecil lainnya, ban ini malah menjadi sumber bencana bagi Petrucci dan Rossi yang semakin menurun performanya.
Selain itu umur juga menjadi faktor penting dalam menurunnya performa Rossi, yang mana semakin meningkatnya umur akan semakin mengurangi keinginan kuat untuk melakukan keputusan yang beresiko. Bukan tanpa alasan Rossi memiliki musim terkuatnya di MotoGP pada tahun 2002, 2003 dan 2005 ketika dia masih muda.
Selama menjalani musim terakhirnya, level kompetitif Rossi sangat menurun. Ini bisa terlihat di balapan Losail pada Maret lalu ketika Rossi menyelesaikan balapan 3 detik lebih lambat daripada waktu tercepatnya di Losail 2018, yang mana ini tidak terlalu banyak perbedaan, namun balapan di Losail lalu itu berjalan 10 detik lebih cepat. Di Mugello pada Mei lalu, Rossi lebih lambat 6 detik dari waktu tercepatnya menyelesaikan lomba di 2017, sementara balapannya berlangsung 16 detik lebih cepat. Di Aragon, september lalu Rossi lebih lambat 5 detik ketimbang yang dia lakukan pada tahun 2018, sementara waktu balapan lebih cepat 10 detik. Dan masih banyak lagi balapan yang menunjukan menurunnya kecepatan Rossi. Inilah mengapa secara rata rata gap waktu balap Rossi 23 detik lebih lambat dari pemenang balapan selama musim 2021 ini.
Sederhananya , Rossi telah mengalami banyak kekalahan dalam pertarungan selama balapan, mungkin Rossi juga telah menyadari bahwa saat ini dari segi teknisnya sudah tidak bisa bersaing lagi.
Namun di GP Valencia kemarin menjadi pengecualian. Saat itu Rossi kembali menyalakan semangat bertarungnya di balapan Grand Prix terakhirnya, sehingga Rossi bisa melakukan balapan terabaiknya sepanjang tahun ini dengan finish hanya terpaut 13 detik di belakang pemenang balapan dan mencetak waktu tercepat balapannya di GP Valencia sejak 2016.
Bisa dibilang Valentino Rossi masih punya semangat balapan yang tinggi di dalam dirinya namun tidak dalam hal energi yang dipunyai untuk melepaskan semangat juangnya di setiap pekan balap.
Jadi penyebab menurunnya performa Valentino Rossi adalah kombinasi dari semuanya. Di satu sisi adalah dari motor, elektronik dan ban. Di sisi lainnya ada dari pikiran, jiwa dan tubuhnya.
Tapi Rossi bukanlah orang yang bodoh, meskipun dia tetap ingin melanjutkan balapan di MotoGP 2022, dia selalu paham bahwa pada akhirnya waktunya untuk pensiun telah tiba.