Kesuksesan yang diraih seorang pembalap tentu tidak hanya didukung oleh bakat pembalap itu sendiri, tim yang solid dan motor yang dipakai. Ada banyak hal yang sebenarnya bisa mendukung pembalap dalam meraih kesuksesan. Salah satu diantaranya adalah sosok pembalap tes atau ujicoba .
Tugas seorang pembalap tes ini bisa dikatakan cukup berat, bahkan mungkin lebih berat dari si pembalap utama dari tim MotoGP itu sendiri. Dia berperan melakukan uji coba dan memberi masukan tentang, mesin baru, ban baru, sasis baru, fairing atau winglet baru, informasi mengenai performa motor pada trek lurus atau tikungan tertentu, dan lain sebagainya. Selain masukan, catatan waktu dari pebalap tes juga dapat menjadi pertimbangan , apakah ada yang salah atau sudah dirasa tepat mengenai settingan motor. Semua informasi ini lalu diolah oleh masing masing tim mekanik pembalap, untuk mendapatkan suatu setingan dasar motor yang tepat bagi gaya balap pembalap utama.
Jika dilihat dari luar tugas pembalap tes ini tentu cukup simpel. Namun ada alasan mengapa tugas ini tidak dibebankan langsung pada pembalap utama.
- Yang pertama adalah pembalap utama tim MotoGP merupakan aset yang berharga bagi tim MotoGP.
Mereka semua digaji jutaan dollar dalam satu musim balap. Membebankan mereka dengan tugas ini tentu akan menguras fisik mereka, dan resiko cidera bukan hal yang tidak mungkin akan terjadi. Hal ini tentu akan merugikan tim MotoGP dan pembalap utama itu sendiri apabila pembalap utama itu akan absen dalam seri balap. Apalagi untuk mengetes sebuah setingan motor, pembalap tes dalam sehari bisa melakukan ratusan lap dan bisa memakan waktu 8 jam untuk pengetesan. Itu berarti jarak yang ditempuh bisa ratusan kilometer dalam sehari pengetesan.
“menjadi seorang pembalap tes, dituntut harus bisa cepat dan bisa memaksimalkan motor sampai batas. Dan secara fisik juga harus siap melakukan banyak kilometer, dan saya yakin bahwa saya telah menempuh jarak lebih jauh dibandingkan dengan pembalap utama” ucap Mika Kallio via motogp.com
Pembalap tes kadang layaknya seorang stuntman. Mereka harus rela menjadi ‘tumbal’ untuk mencoba setting-an motor terbaru. Kalau terjadi kecelakaan, tentu itu adalah resikonya, dan hal itu juga akan menjadi pertimbangan tim mekanik dan pebalap utama untuk menentukan modifikasi setting-an selanjutnya, dengan tentunya tetap mendengarkan masukan dari pebalap tes tadi.
- Alasan kedua adalah pembalap utama tentu membutuhkan nasehat atau input dari sesama pembalap dalam mengendarai motor mereka.
Input atau saran dari mekanik tim memang penting. Namun mereka tetaplah sebagai sosok di belakang layar. Mereka tidak benar-benar tahu rasanya mengendarai motor yang mereka seting. Maka dari itu, disinilah peran pembalap tes dalam memberikan masukan kepada pembalap utama, terutama bagaimana performa motor ketika dipacu di lintasan.
Meskipun pebalap tes biasa direkrut dari ajang yang berbeda, katakanlah pebalap tes MotoGP berasal dari Superbike. Tim tim MotoGP saat ini mayoritas lebih memilih pembalap tes dari kalangan mantan pembalap MotoGP yang berpengalaman. Sebut saja Bradley Smith pembalap tes untuk tim Aprilia, pembalap kawakan Sylvain Guintoli untuk tim Suzuki, Jonas Folger yang pernah menjadi tes rider Yamaha, Dani Pedrosa untuk KTM. Bahkan tim Honda dan Ducati pernah merekrut Casey Stoner sebagai pembalap tes, seorang yang punya reputasi besar di MotoGP. Kehadiran Casey Stoner di Honda dan Ducati tentu memberikan keuntungan besar bagi tim. Input dan masukan darinya bagi pembalap baru yang baru masuk ke tim Honda dan Ducati pasti sangat berguna. Apalagi 2 kali juara dunia yang didapat oleh Stoner berasal dari motor Honda dan Ducati, tentu ia sudah sangat hafal bagaimana karakter dan cara mengendarai kedua motor prototipe tersebut.
- Alasan ketiga karena pembalap tes ini juga bisa berperan sebagai pembalap cadangan sewaktu pembalap utama absen karena cidera atau ada hal lain.
Di ajang MotoGP, dalam beberapa kesempatan, pembalap tes juga dapat turun balapan bersamaan dengan pembalap utama. Istilahnya adalah pembalap wild card. Ini semacam cara tim memberi penghargaan lebih kepada pembalap tes. Selain itu, menurunkan pembalap wild card dapat menjadi cara lain mengembangkan motor.
Di beberapa seri balap pun kadang Mika Kallio , Stefan Bradl, Michele Pirro, dan lain-lain diturunkan dalam seri balap tertentu, bisa jadi mereka membawa misi khusus. Pada sesi tes atau latihan bebas, pembalap tes hanya mengelilingi sirkuit beberapa lap sendirian. Salah satu misi utamanya adalah catatan waktu yang menjadi patokan pengembangan motor, tetapi bicara sekedar catatan waktu saja kadang tidak cukup. Jika pebalap tes mengikuti seri balapan, maka mereka tahu bagaimana rasanya menunggangi motor dengan setting-an tertentu saat balapan sungguhan, yang lap-nya bisa mencapai 20-an.
Dengan turun di balapan sesungguhnya, mereka dapat merasakan bagaimana rasanya menyalip, lalu mengenai apa yang terjadi dengan motor jika terjadi benturan, serta bagaimana performa motor di lintasan lurus saat ada pebalap lain di lintasan. Memang, kadang para pebalap tes yang menjadi pebalap wild card ini tidak sukses finish 10 besar. Itu terjadi karena si pebalap memang diinstruksikan bukan untuk mendulang poin tapi lebih ke pengembangan motor.
Pada akhirnya, ketika seorang pembalap ataupun timnya meraih kesuksesan, publik tentu akan lebih tertarik memberikan lampu sorot seterang-terangnya ke arah mereka. Ini yang membuat para pembalap tes kadang dilupakan. Padahal, jika tanpa kehadiran seorang pebalap tes di dalam tim, belum tentu motor itu dapat dikembangkan dengan baik.
Pebalap tes ibaratnya sebuah bayangan, dimana kehadirannya membuat cahaya semakin terlihat benderang.