Masa Keemasan Pabrikan Jepang Di Grand Prix/MotoGP
Ketika balapan masih menggunakan mesin 2tak 500cc, Pabrikan Jepang mulai masuk ke Grand Prix dan menunjukkan tajinya sejak tahun 1975.
Total ada 19 titel Championship yang berhasil dikumpulkan para pembalap tim garpu tala selama lebih dari 15 tahun berlaga di ajang balap MotoGP yang dulunya dikenal dengan istilah Grand Prix 500. Sementara Honda pernah meraih titel juara dunia dari tahun 1983.
Secara keseluruhan hingga kini Honda telah mendapatkan 21 gelar juara dunia pembalap di level tertinggi, baik di kelas 2tak maupun 4tak. Sementara Suzuki, meski titel championship mereka tak sebanyak Honda dan Yamaha, namun Suzuki pernah memenangkan kejuaraan balap Grand Prix di tahun 1976, 1981-1982, 1993, 2000 dan 2020. Dari data statistik itu, dapat diketahui bahwa selama hampir 2 dekade, Honda dan Yamaha selalu menjadi penguasa di MotoGP/Grand Prix.
Masa Sulit Pabrikan Jepang Di Grand Prix/MotoGP
YAMAHA
Terkadang tim Pabrikan Jepang di MotoGP harus menghadapi situasi yang sangat pelik dengan performa pembalapnya yang tidak sesuai dengan ekspektasi akibat motor yang memiliki banyak kendala teknis dan kurang mampu bersaing saat balapan.
Ya, masalah bisa menghampiri siapa saja di MotoGP, tak terkecuali tim Pabrikan besar seperti Yamaha, Honda dan Suzuki. Problem itu dapat dilihat jelas dari bagaimana sulitnya mendapatkan kemenangan seri di balapan. Di era milenial, Yamaha pernah menjalani krisis kemenangan ini di tahun 2003. Di tahun sebelumnya, kemenangan terakhir Yamaha diperoleh Max Biaggi (baca: Biaji) pada GP Sepang 2002.
Setelah itu hingga musim balap 2003 berakhir, Yamaha tak pernah lagi menang. Prestasi terbaik pembalapnya di tahun 2003, diukir Alex Barros dengan Gauloises (baca: Guluaz) Yamaha Team yang pernah mendapatkan podium ke 3 di GP Le Mans. Yamaha baru bisa menunjukkan kilau kejayaannya lagi saat Valentino Rossi pindah ke Yamaha usai musim balap 2003 berakhir.
Menunggangi motor tim Gauloises Fortuna Yamaha, Rossi sukses memenangi 9 dari 16 seri balap, hingga mampu mengangkat performa tim berkelir biru ini ke puncak performanya lagi. Fase ke 2 masa sulit Yamaha ternyata pernah dialami pada tahun 2018. Kala itu, tak ada satupun pembalap Yamaha yang bisa menjuarai race.
Kali terakhir Yamaha menang, sebelum tahun 2018 adalah saat Maverick Vinales menyentuh garis finish pertama di GP Le Mans 2017. Setelahnya, tim Yamaha berada dalam kondisi sulit untuk menang kembali. Hasil terbaik pembalap Yamaha adalah finish ke 2 di GP Argentina, GP Spanyol dan GP Amerika lewat torehan podium ke 2 dari Vinales, Rossi dan Zarco.
Dan akhirnya masa paceklik kemenangan itu pecah di tahun 2019. Tepatnya di GP Assen, Vinales mampu memutus rekor tak pernah menang Yamaha sejak GP Le Mans 2017. Tahun 2020 lagi-lagi Yamaha dihadapkan dengan problem motor, hingga mereka hanya bisa sekali menang balapan di GP Emilia Romagna 2020 lewat aksi Maverick Vinales.
Setelahnya, Yamaha kembali puasa kemenangan seri hingga Fabio Quartararo datang pada musim 2021 dan menjadi pahlawan baru di kubu Yamaha. Yamaha seperti mendapat penyelamat baru untuk tim, karena performa Fabio yang menjanjikan dengan mampu 5 kali menenangi race di GP Doha, GP Portugal, GP Mugello, GP Assen dan GP Silverstone 2021 serta membawa titel juara dunia pertama mereka, setelah terakhir di dapatkan Jorge Lorenzo di tahun 2015.
Sementara Vinales yang pada musim-musim sebelumnya menjadi satu-satunya Rider Yamaha yang bisa menjuarai seri balap, sempat bersitegang dengan Yamaha dan membuat keputusan tak terduga dengan pindah ke Aprilia disaat musim kompetisi belum selesai dan menyisakan 4 race, sekaligus menjadikannya sebagai pembalap reguler yang membalap di 2 tim berbeda selama 1 musim, dimana itu sangat jarang terjadi di MotoGP.
Dan Fase ke 3 momen sulit menang nampaknya berpotensi terulang kembali di musim 2023. Mengingat performa Yamaha yang tak kunjung membaik, bahkan untuk sekedar bersaing di baris depan saja sangat sulit untuk dilakukan. Hasil terbaik hanya dicapai Fabio dengan finish ke 3 di GP Austin 2023.
Bila kondisi buruk ini tidak berubah, maka Yamaha akan mengalami paceklik kemenangan lagi dan menjadikan podium kemenangan Quartararo di GP Sachsenring menjadi podium kemenangan terakhir bagi Yamaha hingga nanti meraih kemenangan kembali di seri berikutnya.
HONDA
Honda adalah Pabrikan besar di MotoGP yang punya pengaruh besar pada persaingan balap, termasuk menjadi anggota MSMA, sehingga memiliki suara untuk ikut memberi masukan pada regulasi yang akan dibuat Dorna dan FIM. Honda terkenal dengan karakter motornya yang kuat dengan suara raungan mesin gahar dan akselerasi maksimal di RPM tinggi.
Meski begitu tidak mudah mengendalikan RCV dengan karakteristik tenaga motor yang liar itu. Namun ditangan Rider yang tepat, motor ini akan sangat mudah mendominasi kemenangan seri demi seri balap. Di masa silam, beberapa sirkuit MotoGP sangat cocok dengan karakteristik motor Yamaha dengan layout sirkuit Flowing, meliuk-liuk dan banyak Cornering Speed.
Sedangkan sirkuit lainnya ada yang sangat klop dengan Ducati yang punya tenaga ekstra besar pada torsi motor. Biasanya sirkuit tersebut memiliki karakter trek lurus panjang dan Stop and Go. Jadi ada sirkuit yang cocok dan tidak cocok dengan Yamaha/Ducati. Sementara untuk Honda, tidak ada sirkuit yang menyulitkan motor ini. Honda dapat beradaptasi dengan berbagai tipe sirkuit.
Mereka punya akselerasi dan kecepatan di tikungan yang sama baiknya. Selain itu Honda terkenal dengan pembalapnya yang dominan terhadap kemenangan di race. Baik Honda dan Yamaha telah lama bersaing di papan atas sejak 1983-1993, dimana keduanya silih berganti menjuarai balapan dan menjadi juara dunia di akhir musim. Mulai tahun 1994, Honda telah mengambil alih kekuasaan pada balapan.
Terbukti ada Mick Doohan yang sangat dominan menjadi juara di musim 1994-1998, kemudian berlanjut di era Valentino Rossi 2001-2003, Stoner tahun 2011, Dani Pedrosa musim 2012, sampai pada era Marc Marquez 2013-2019. Dalam catatan sejarah, Honda tidak pernah mengalami masa terpuruk, sebab mereka selalu punya pembalap yang mampu menang di tiap musim balap.
Bahkan ketika tak berhasil merengkuh gelar juara dunia musim 2007-2010, mereka masih bisa memenangi race. Namun semua berubah saat cidera menyerang salah satu Rider andalannya, Marc Marquez. Diketahui bahwa setelah mendapatkan Marc di tahun 2013 dan mendominasi kejuaraan, Honda melakukan riset dan pengembangan motor berdasarkan style Marquez.
Arah pengembangannya selalu tertuju pada Marc, sehingga pembalap Honda lainnya kesulitan mengendalikan motor, sebab Marc punya gaya balap unik yang berbeda dari pembalap lainnya. Tidak mudah menggunakan motor yang dirancang untuk bisa menampilkan performa seperti Marc.
Inilah awal masalah yang dialami Honda. Problemnya makin rumit saat Marc mengalami insiden di GP Jerez 2020. Cidera yang di deritanya menjadi awal momen sulit bagi kubu Honda. GP Valencia 2019 menjadi kali terakhir Honda memenangi race. Setelah itu Honda mengalami paceklik juara seri dalam waktu yang cukup lama.
Barulah di GP Sachsenring 2021, puasa kemenangan itu hilang usia Marc memenangi race yang diulanginya lagi pada GP Austin dan GP Emilio Romagna. Tapi setahun kemudian, di musim 2022, lagi-lagi Honda mendapati masa sulit, tanpa kemenangan selama 1 musim penuh akibat kondisi Marc tak bisa fit dan pulih 100%.
Balapan tanpa kemenangan itu baru hilang pasca Alex Rins yang menang di GP Austin 2023 dengan LCR Honda. Tapi penderitaan Honda belum usai, karena Rins tidak mampu mempertahankan konsistensi momen kebangkitan Honda di 1 seri tersebut.
SUZUKI
Suzuki merupakan Pabrikan jepang yang patut diperhitungkan dalam dunia balap MotoGP. Meski tidak memiliki catatan kemenangan sebanyak Yamaha/Honda, Suzuki tetaplah motor yang mampu bersaing dengan karakteristiknya yang mirip dengan Yamaha dengan keunggulan High Cornering Speed-nya.
Pada statistik balap Grand Prix, Suzuki pernah menjuarai kompetisi di era 70an hingga awal era 2000-an. Meski tak dominan, mereka masih dapat menghasilkan 5 titel juara dunia. Seiring dengan perkembangan teknologi yang mana tim kompetitor lainnya berusaha melakukan improve performa motornya, Suzuki terkendala oleh masalah finansial.
Seperti para pecinta balap ketahui, jika diperhatikan sponsor pada Livery motor Suzuki tidak terlalu banyak. Ini menandakan bahwa dari segi sokongan dana, Suzuki masih belum sepadan dengan Honda/Yamaha. Sedangkan dana itu sebenarnya diperlukan oleh pengembangan motor. Alhasil dengan dana terbatas, Suzuki berjuang dengan caranya sendiri untuk bisa bersaing dan selalu memanfaatkan peluang yang ada untuk bisa menang.
Suzuki pernah mengalami masa sulit setelah tahun 2000. Pada musim 2000, Suzuki mampu meraih titel tertinggi berkat prestasi dan torehan Kenny Roberts Jr. Sayangnya itu menjadi kali terakhir Suzuki bisa menjuarai ajang bergengsi di kelas tertinggi seperti MotoGP.
Suzuki hanya bisa sesekali memenangi race, seperti kemenangan Sete Gibernau di GP Valencia 2001. Untuk mengulangnya, mereka harus menunggu sangat lama sampai GP Le Mans 2007 dimana Cris Vermeulen akhirnya mampu menjuarai race sekaligus memutus rekor 6 tahun tanpa kemenangan bagi Suzuki. Dan kembali, kemenangan Vermeulen itu menjadi hal yang sulit terulang bagi Suzuki.
Banyak rintangan dan problem yang harus dilalui Suzuki untuk mencapai level terbaik mereka. Seperti harus hengkang di akhir musim 2011 akibat kurangnya dana, lalu berusaha Comeback di tahun 2015. Saat itu Suzuki berharap besar pada talenta Rider muda asal Spanyol, Maverick Vinales untuk meraih hasil maksimal saat race.
Lalu apa yang terjadi? Vinales berhasil menjawab ekspektasi tim dengan memenangi GP Silverstone 2016 lewat perjuangan panjang. Sayang, tradisi sulit menang tak pernah lepas dari tim satu ini.
Butuh waktu yang sangat lama hingga akhirnya pada GP Europe 2020 di sirkuit Ricardo Tormo, Joan Mir sanggup memecahkan rekor tak pernah menang Suzuki selama bertahun-tahun, sekaligus menjadikannya sebagai Rider Suzuki pertama yang sukses menyabet gelar juara dunia setelah kali terakhir diraih Kenny Roberts Jr pada 2000.
Uniknya, Mir hanya menorehkan 1 kemenangan seri saja untuk menjadi juara dunia. Hal itu dapat terjadi karena performa Mir yang konsisten finish di posisi 5 besar pada 9 dari 14 race yang dijalaninya. Namun berita buruk datang di akhir musim 2022. Suzuki mengumumkan tidak akan ikut serta pada musim berikutnya.
Dan kembali masalahnya ada pada dana. Mereka tak memiliki cukup dana untuk mengembangkan motor dan menjalani balap untuk satu musim penuh. Alhasil hal yang ditakutkan para pecinta balap terulang sekali lagi.
Suzuki pergi dari MotoGP, meninggalkan banyak kenangan bagi penikmat kompetisi balap level tertinggi, MotoGP. Apakah Suzuki akan kembali lagi nantinya, tidak ada yang dapat memastikan. Sebab balap MotoGP selalu berjalan dinamis. Kita tunggu saja apa yang akan terjadi di masa depan kelak. Yang pasti pecinta MotoGP hanya ingin melihat persaingan kompetitif antar tim, termasuk tim-tim Pabrikan jepang.