
Pada tahun 2010, muncul dua nama bos maskapai yang merambah grid F1 dengan dua tim barunya. Mereka berdua adalah Tony Fernandes, bos Airasia, dan Richard Branson, Bos Virgin aviation. Kalau ditelisik, sebenernya dua pria tersebut mempunyai hubungan di masa lalu. Antara bos dan pegawai. Karena Tony Fernandes dulu pernah berkarier di Virgin atlantic sebagai seorang auditor.
Setelah cukup punya modal, Tony mendirikan perusahaan penerbangannya sendiri pada tahun 2001. Yap, saat itu, Tony yang baru berusia 37 tahun tersebut berambisi ‘menghabisi’ British Airways. Tony membuat konsep perusahaan penerbangan dengan biaya rendah.
Sebagai seorang auditor tentu saja Tony piawai memangkas biaya-biaya yang tak perlu yang biasanya di ‘disertakan’ dalam pembelian tiket pesawat. Misalnya tiket yang berlembar-lembar seperti sebuah buku. Tentu itu adalah hal yang tak diperlukan dalam sebuah penerbangan.
Sebagai gantinya, Tony menggantiya dalam bentuk softcopy yang dikirim via email calon penumpang. Dengan begitu, biaya untuk mencetak tiket bisa dipangkas. Begitu pula dengan meal selama penerbangan, ditiadakan! Itu prinsipnya. Jenis pesawat pada awal diluncurkannya pun cuma satu, Boeing 737-300. Hal ini berguna untuk memangkas biaya maintenance.
Segala jerih payah Tony terbayar dengan suksesnya AirAsia. Walau untuk mengalahkan British Airways, masih belum bisa.
Dengan kesuksesan Airasia, Tony punya cukup uang untuk mewujudkan ambisinya yang lain, yaitu punya tim Formula 1! Ya, dan itu terwujud, disaat mantan bosnya, juga punya keinginan yang sama. Tony tidak memakai nama Air Asia, Asia, atau apapun yang merujuk pada perusahaan maskapai untuk tim Formula 1-nya. Tony justru menamai timnya Lotus Racing, sebuah nama yang sangat Familiar di masa lalu.
Bertolak belakang dengan Richard Branson yang justru menamai timnya dengan Virgin Racing yang notabene diambil dari nama maskapainya.
Belakangan, Tony menemui masalah berkaitan dengan nama timnya. Sebagaimana kita tahu, Lotus adalah salah satu tim privateer legendaris yang didirikan oleh Colin Chapman.
Dengan segala optimismenya Tony memulai debutnya. FIA pun mengumumkan pada 2010 ada Lotus Racing di grid, bersamaan dengan Virgin Racing. Walau mereka saingan, baik di grid maupun dunia bisnis, tapi tak cukup membuat keduanya saling bermusuhan. Mereka yang kami maksud disini adalah Tony Fernandez, dan mantan bosnya, Sir Richard Branson.
Bahkan keduanya pernah berkelakar, bagi siapa yang kalah di grid, maka kedua bos maskapai itu harus menjadi pramugara di maskapai yang mereka miliki. Kalau Team Lotus kalah, maka Tony harus jadi Pramugara di Virgin atlantic, begitu pun sebaliknya, kalau Virgin Racing yang kalah, maka Sir Richard Branson harus jadi Pramugara di Airasia. Sebuah kelakar yang extraordinary, dan lucu!
Tapi sayang, keceriaan awal musim itu tak berbanding lurus dengan prestasi di lintasan. Lotus Racing tampil payah, tak seperti yang diharapkan. Harapan Tony untuk bisa meneruskan legenda Lotus yang dibangun Colin Chapman pub tak bisa terwujud di tahun pertamanya.
Tony tak sadar, mereka ada di era yang sangat berbeda. Ada banyak hal berubah di Formula 1. Pada tahun 2010 itu, bahkan Ferrari pun belum bisa mengulang cerita manisnya seperti yang terjadi di awal tahun 2000 an, kan? Apalagi Lotus yang lama mati suri.
Chief engineer Lotus saat itu, Mike Gascoyne (baca: Gaskoyn), tak bisa berbuat banyak. Bahkan terkesan ‘menunda’ pengembangan mobil T127. Mike mengatakan, ada hal yang akan dijadikan kejutan tahun depan terkait pengembangan mobil.
Sedikit info tentang Mike. Mike adalah Insinyur lulusan Cambridge University. Pada tahun 1989, Mike pernah gabung dengan Mclaren Honda, menemani Steve Nichols. Mike pernah pula bekerja untuk Jordan yang sekaligus membawa Jordan naik klasemen tiga konstruktor apda tahun 1999.
‘Prestasi’ Mike yang lain adalah ketika ia menjadi engineer dengan bayaran termahal saat merancang mobil Toyota F1. Selebihnya, seperti kita tahu, Toyota ‘tak jadi apa-apa’, dana trilyunan terbuang sia-sia.
Dan ketika Mike masuk di Team Lotus, musim pertamanya pun tak sesuai harapan. Zero poin!
Debut musim berikutnya, bukannya kejutan seperti yang dijanjikan Mike, tapi malah sengeketa nama! Yah, terkait nama Lotus, ada yang memprotes. Tak lain dan tak bukan protes itu berasal dari Lotus Renault!
Yup, Renault yang saat itu berganti nama menjadi Lotus merasa lebih berhak menggunakan nama Lotus, karena pihak Lotus Cars membeli 25 persen saham milik Renault Cars. Lotus cars dan Renault cars yang kami maksud disini adalah pabrikan mobil masal. Dengan skema kepemilikan saham seperti itu, Renault merasa lebih berhak melabeli tim-nya dengan Lotus.
Walau tetap ada perbedaan, yaitu pada Lotus Racing mIlik Tony Fernandez, dan Team Lotus, milik Renault. Masalahnya, pada 2011, Tony berniat mengubah nama dari Lotus Racing ke Team Lotus. Keinginan Tony Fernandez tidak salah juga. Karena merasa sudah mengantongi izin dari pihak Group Lotus.
Masalahnya, Group Lotus merasa, bahwa performa tim milik Tony Fernandez ini kurang moncer. Bisa jadi ada kekawatiran, performa yang payah itu nantinya akan merusak citra nama Lotus. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Group Lotus memberikan izin nama Lotus itu buat tim bekas Renault. Tak ayal, saat itu ada dua nama lotus. Lotus Hijau, milik Fernandez, dan lotus hitam, milik Renault.
Setelah melalui putusan pengadilan, akhirnya Fernandez dinyatakan tidak berhak lagi menggunakan nama Lotus.

Musim 2012 Lotus hijau menghilang dari grid. Tapi Lotus hitam atau Lotus Renault justru tidak menggunakan nama Team Lotus, melainkan Lotus F1 team. Kenapa begitu ya?
Seperti yang kita tahu, di Formula 1 model seperti itu acap kali terjadi. Intinya uang yang berbicara. Siapa yang punya uang banyak, bisa memilih apapun. Jangankan hanya nama, mesin dan segala keperluan juga bisa didapat kan.
Dan Fernandes, memulai musim 2012 dengan nama baru. Caterham! Yang mendasari dipilihnya nama tersebut tak lain adalah, Tony Fernandes telah membeli parbrikan mobil mewah tersebut. Jadi pemilihan nama ini sekaligus bisa untuk ajang iklan produk mobilnya.
Tapi karena antara mereka masih ada hubungan kerjasama, maka Tony tetap mempertahankan warna hijau dengan motif kuning.
Oke, nama sudah berganti. Lantas bagimana sususan pembalap dan performa tim?
Caterham megawali musim dengan merestrukturisasi susunan pembalap. Jarno (baca: Yarno) Trulli, pembalap veteran Italia digantikan oleh seorang pembalap Rusia. Vitaly Petrov. Yap! Dia nama baru di grid. Tapi bukan hanya itu, dia seorang Rusia pertama yang bisa merasakan kursi Formula 1. Petrov adalah mantan pembalap F2.
Prestasi tertingginya adalah runner up klasemen akhir pada tahun 2009. Setelah membalap di ajang GP2, Petrov masuk F1 dan membalap buat Renault. Kontrak dua tahun di Renault, prestasi terbaik Petrov adalah finish kedua di belakang Vettel.
Saat Trulli keluar, namun Heiki Kovalainen tetap berada di tim berpasangan dengan Petrov.
Tak lupa, kode sasis pun turut diganti. Kalau sebelumnya menggunakan inisial T, sekarang jadi CT, singkatan dari Caterham. Secara teknis, CT01 adalah mobil pertama mereka yang menggunakan komponen KERS (baca: Kers).
Bagiamana performanya?
Tetap lambat!
Setidaknya kecepatannya tidak seperti yang diinginkan. Untungnya Kovalainen bisa memaksimalkan potensi mobil dan berhasil masuk ke Q2 di GP Bahrain, bahkan mengalahkan Michael Schumacher yang saat itu menjadi musim terakhirnya di MercedesGP.
Pada balapan di Valencia, performa dua pembalap mereka tergolong bagus, sampai akhirnya Petrov bersenggolan dengan pembalap Scuderia Toro Roso, Jean Eric Vergne (baca: Zan Erik Vern). Safety car pun keluar.
Selepasnya, Kovalainen berhasil menyelesaikan balapan dengan finish ke empat belas, sedangkan di depannya adalah rekan setim-nya.
Pada GP Inggris, ada kejadian yang cukup membuat deg-degan. Mobil Petrov mengalami kerusakan mesin ketika sedang starting grid. Tak ada jalan lain. Petrov masuk pit.
Mereka kemudian melanjutkan balapan dan berhasil mempertahankan posisi di klasemen ke sepuluh konstruktor, mengalahkan Marussia yang ada di posisi buncit. Sementara Petrov menorehkan ‘prestasinya’ dengan finish urutan ke sebelas pada balapan terakhir.
Mungkin kalau buat tim papan tengah atau papan atas, posisi ke sebelas itu tak ada arti apapun. Tapi ini Caterham. Sedangkan Kovalainen, finish diurutan ke empat belas. Di depannya, pembalap Daniel Ricciardo dari Scuderia Torro Rosso Ferrari.
Sebagai tim baru, Caterham banyak sekali berbenah, terutama soal lini pembalap. pada penghujung musim, tepatnya di bulan November, mereka mengumumkan bahwa Charles Pic masuk untuk musim 2013. Charles sebelumnya membalap buat tim Marusia. Berpasangan dengan Charles, hadir seorang Rookie, Giedo Van Der Garde. Selain itu, tim juga punya dua pembalap cadangan. Alexander Rossi dan Ma Qinghua.
Tapi belum juga musim jauh berjalan, tepatnya per April 2013, mereka menarik lagi Heiki Kovalainen masuk tim. Bukan sebagai pembalap utama , melainkan hanya cadangan. Lebih lanjut, peran Kovalainen untuk diajak turut serta dalam pengembangan teknis mobil. Dan Ma Qinghua harus menelan kejamnya intrik di Formula 1, dipecat sebagai pembalap cadangan. Sepanjang musim, diatas kertas, Caterham harusnya lebih kencang dari Marusia. Tapi fakta bicara lain. Mereka justru satu peringkat di bawah Marusia. Marusia saat itu merebut posisi Caterham yang ada di peringkat sepuluh besar, sedangkan Caterham praktis turun satu peringkat, yait posisi ke sebelas.
Bongkar pasang pembalap rupanya masih jadi kebiasaan Caterham. Musim berikutnya, tepatnya 2014, mereka memasang lini baru di jajaran pembalap. Marcus Ericsson, seorang pembalap Indycar, dan seorang lagi pembalap Jepang, Kamui Kobayashi. Saat itu Tony Fernandes mulai gusar dengan progress tim yang gitu-gitu aja, tak ada perkembangan yang berarti.
Tony pun melontarkan ancaman bahwa dia akan berhenti jika hasil 2014 tidak membaik. Bos hendak berhenti, artinya ya dibubarkan. Bahkan saat itu mereka belum mencetak satu poin pun yang menyebabkan Caterham tim yang memegang rekor tanpa poin dengan jumlah balapan yang telah dilakoninya. Setidaknya hal itu diungkap selepas GP Monaco.
Rupanya isyarat bahwa Fernandes mau keluar terjadi di pertengahan musim. Fernandes betul-betul frustasi, hingga melepas tim-nya untuk dimiliki oleh konsorsium investor asal Swiss berkongsi dengan timur tengah. Yang menurut kami agak ganjil adalah pemilihan Chistijan (baca: Kristian) Albers sebagai tim principal! Sebagai wakilnya, hadir nama Manfredi Raveto. Dan ada hal mengejutkan ketika balapan Belgia digelar. Kobayashi absen! Sebagai gantinya, juara Le Mans 24 jam ditunjuk, Andre Lotterer. Andre adalah juara tiga kali Le Mans.
Belakangan terkuak alasan kenapa Kobayashi hengkang. Ternyata dia sama frustasinya dengan Bos Tony Fernandez, yang mendapati tim yang tak kunjung membaik. Ditengah kondisi tim yang kocar-kacir, nama Rubens Barrichello muncul sebagai pembalap yang menggantikan Kobayashi menghabiskan sisa musim. Toh, pada penghujung musim, tepatnya bulan November, FIA mengumumkan bahwa untuk musim balap 2015 tetap ada nama Caterham, dengan sedikit perubahan nama, yaitu CF1 Caterham F1.
Ditengah kesulitan keuangan, banyak pihak yang mengkhawatirkan keadaan Caterham. Tak terkecuali sang supremo, Bernie Ecclestone. Untunglah saat-saat kritis itu ada saja yang menyuntikkan dana ke tim. Adalah sebuah tempat hiburan malam yang terletak di Inggris yang membantu Caterham. Windmill Inn namanya.
Pada balapan di Abu Dhabi, Kobayashi comeback ke tim. Kehilangan satu kontestan rupanya hal yang sangat di takutkan pihak FIA. Akhirnya, dengan segala keterbatasan, FIA memperbolehkan mereka balapan menggunakan mobil tahun sebelumnya, 2014, sambil mencari calon pembeli. Tapi saking parahnya keadaan, tim akhirnya harus kibar bendera putih, dan benar-benar mundur dari persaingan.
Bagaimana pun, setidaknya Malaysia pernah punya satu tim kebanggaan.