
Dalam Formula 1, hidup dan mati hanya dibatasi kertas tipis berisi regulasi-regulasi keselamatan yang kadang disisipi intrik politis khas olahraga super mahal ini.
Yup, tak dapat dipungkiri soal hal-hal yang sifatnya politis yang dibalut dengan nama ‘peraturan’, regulasi, dan entah apalagi. Ya iyalah, karena di F1, semua berbicara tentang duit, cuan, dan kehormatan..
Maka demi mendapatkan kemenangan kadang harus menghalalkan segala cara.
Seringkali soal aturan yang salah dipahami oleh tim-tim ketika mereka terlibat satu insiden di lintasan. Mereka lalu sibuk cari siapa yang salah, siapa yang benar. Itulah yang penulis sebut sisi politis dan menghalalkan segala cara
Seperti kejadian di Melbourne 2002 pada seri pembuka Grand prix.
Entah apa yang ada dalam benak Rubens Barichello, ketika tiba-tiba menyeruak maju dan memotong laju mobil William-BMW Ralf Schumacer yang saat itu memimpin lomba. Tak ada masalah kalau sekedar memotong dan mendahului.
Karena dalam regulasi FIA, pada balapan apapun, siapapun boleh mendahului kalau memang kendaraannya lebih cepat. Sebaliknya, bagi yang kendaraannya lebih lambat, wajib ‘kasih jalan’.
Masalahnya, setelah mendahului, Rubens seperti sengaja melakukan pengereman. Tak pelak, mobil Ralf menghantam bagian belakang Rubens. Mobil Ralf pun melayang beberapa detik diudara sebelum akhirnya mendarat dengan tidak mulus di rumput pinggiran track, and then meluncur menghantam pagar pembatas sirkuit.
Ralf tidak mengalami cedera berarti dalam kejadian ini. Entahlah, apa FIA kasih sanksi kepada Rubens dan atau Ferrari.
Yang jelas, pada musim yang sama, tepatnya pertengahan musim 2002, pada Grand Prix Austria, Rubens dipaksa melambat oleh tim untuk memberi jalan pada Michael Schumacher yang merupakan pembalap nomor 1 di Ferrari. Itulah namanya Team Order. Itu pula yang saya sebut bahwa di regulasi, terselip kepentingan politis tim raksasa. Ada beberapa tim raksasa kala itu menerapkan tim order, bukan untuk kemenangan tim semata, melainkan mereka punya ‘agenda’ lain, yaitu memuluskan jalan pembalap utama dalam meraih kemenangan. Sebenernya bukan rahasia umum, dibalik setiap balapan pasti adalah yang namanya tim order ya. Diakui atau tidak, pasti pasangan pebalap, pasti melakukan itu atas nama Tim.
Masalah akan beda ketika Ferrari melakukan strategi itu untuk memuluskan jalan Michael Schumacher untuk meraih podium nomor satu.
Sedangkan tim order yang lazim terjadi adalah, siapapun pembalap yang lebih cepat, biarkan dia melaju di depan. Dan pembalap di tim yang sama yang berada di belakang, ‘bertugas’ menghalangi pebalap lain.
Pada insiden itu, tentu saja Rubens gondok bukan alang kepalang. Padahal menjadi nomor satu adalah impian setiap pembalap. Sementara, sebagai pembalap ‘nomor dua’, seolah Rubens selalu diganjal oleh tim-nya sendiri. Dia ada untuk menghalangi pembalap yang mencoba melibas Michael. Untuk itulah Rubens ada. Bukan untuk jadi nomor satu dan menang.
Tapi gimana lagi, ketika direkrut tim asal Modena itu, salah satu klausul yang harus disepakati kayak gitu.
Padahal secara kemampuan, Rubens tak kalah dengan Michael.
Pada kejadian A1 Ring (Austria), banyak tim melayangkan protes, seolah mewakili suara hati Rubens. Tapi FOA (Formula One Administration) saat itu udah kayak dikuasai Tim Merah asal Modena.
Akhirnya, Rubens hanya bisa kesal. Mengawali musim dengan buruk. Musti mengalah pada pertengahan musim hanya demi team order. Dan entah nasib buruk apalagi.
Tapi, sekali lagi, begitulah. Itulah yang harus dilakukan oleh Barrichello. Dia di Ferrari sekedar ‘bekerja’. Dan bagaimana pun hebat dia, tidak akan naik grade. Kecuali terjadi sesuatu pada Michael Schumacher, atau misalnya Ferrari ‘membuang’ Schumacher. Tapi itu kecil kemungkinan. Karena pada faktanya toh Schumacher bertahan di Ferrari sampai dengan tahun 2006 setelah posisinya digantikan oleh Kimi Raikkonen.
Kembali ke pokok bahasan, akhirnya pada gelaran Grandprix Melbourne, akhirnya lomba dimenangkan oleh Michael Schumacher. Posisi kedua ditempati oleh Juan Pablo Montoya, rekan setim Ralf Schumacher dari William-BMW, sedangkan urutan ketiga direbut oleh Kimi ‘ice man’ Raikonen.
Tempat ke empat diduduki oleh pebalap nyentrik asal Irlandia, siapa lagi kalau bukan Eddie Irvine dengan mobil Jaguar Cosworth-nya. Tuan rumah Mark Webber di posisi lima dengan Minardi Asiatech.
Itulah kisah pria-pria pemberani yang mempertaruhkan nyawanya dan ditukar dengan kehormatan dimasa lampau.