Jika menyebut brand otomotif terkenal asal Jerman (BMW), maka hal pertama yang terlintas dibenak pecinta balap MotoGP adalah Safety Car. Ya, BMW memang telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari gelaran balap MotoGP, bahkan ketika kompetisi kuda besi 1000cc itu masih bernama Grand Prix 500.
BMW memegang perang penting dalam hal keselamatan dan pengujian kelayakan kondisi sirkuit saat lomba akan dimulai. Kerjasama ini menciptakan sinergi positif antara BMW dan Dorna sebagai pihak penyelenggara balap. Hingga kini BMW tak pernah tergantikan dalam hal keamanan di MotoGP.
Safety Car tersebut akan mulai bekerja saat balapan akan dilangsungkan. Safety Car akan mulai mengitari sirkuit untuk melakukan pengecekan kondisi aspal dan suhunya, serta memastikan tidak ada benda-benda di tengah lintasan yang dapat menggangu jalannya balap.
Saat kondisi hujan lebat, Safety Car itu juga akan melakukan pengecekan pada genangan air di trek dan akan terus mengitari sirkuit sampai dinilai sirkuit aman dipakai untuk race. Sebagai brand mewah, setiap produk otomotif yang dimiliki BMW dilengkapi dengan berbagai fitur canggih dan elegan.
Seperti Lane Keeping Assistant yang akan otomatis meluruskan kemudi ke jalur yang benar saat pengemudi membelok terlalu jauh dari jalur yang ditentukan, Lane Departure Warning yang akan bergetar saat pengemudi berpindah jalur tanpa sinyal yang tepat, Traffic Jam Assistant untuk membantu menjaga jarak bemper mobil dengan mobil di depan dan belakang agar pengemudi lebih aman.
Kemudian juga terdapat Approach Control yang bisa menghindarkan tabrakan dengan kendaraan di depan yang tiba-tiba berhenti, serta Intelligent Emergency Call untuk mengirimkan komunikasi ke layanan darurat saat mobil mengalami kecelakaan dan Night Vision yang memungkinkan pengemudi mendapatkan penglihatan lebih jelas dimalam hari.
Safety Bike Di MotoGP (BMW M 1000 RR)
Selain mobil, sebenarnya BMW juga memiliki varian kendaraan lagi yang berfungsi sebagai kendaraan keselamatan berupa motor. Adalah BMW M 1000 RR, motor dengan mesin hampir menyentuh 1000cc yang mendukung kinerja keselamatan balap di MotoGP.
Safety Bike seharga Rp 1,6 miliar itu digerakkan oleh mesin berkapasitas 999cc dengan transmisi 6-kecepatan. Memiliki jok setinggi 832 mm dengan bobot 212 kg. BMW M 1000 RR dilengkapi juga dengan cakram ganda dan Disc di bagian belakang.
BMW Tidak Ikut Kompetisi Balap MotoGP
Meskipun telah sukses berpartner sebagai kendaraan keselamatan di MotoGP, banyak pihak yang mempertanyakan ketidakikutsertaan BMW sebagai peserta balap MotoGP. Padahal jika dilihat dari segi finansial dan pamor brandnya, BMW sangat layak untuk tampil di kelas balap motor para raja, MotoGP.
BMW sebetulnya punya peluang besar untuk masuk ke kelas MotoGP, seperti momen saat Kawasaki pergi dari MotoGP setelah musim balap 2009, Suzuki hengkang di akhir musim 2011 dan akhir 2022. Tapi BMW seakan tidak tertarik untuk menjadi penggantinya dan mencoba peruntungan barunya dalam balapan.
Hal itu sempat menjadi tanda tanya besar bagi pecinta balap. Apa yang menjadi alasan BMW tidak berminat untuk terjun di kelas MotoGP? Untuk menjawabnya, mari kita simak ulasannya berikut ini.
Alasan BMW Enggan Tampil Di Kelas MotoGP
1. Butuh Banyak Dana Untuk Berprestasi Di MotoGP
Berkaca pada apa yang menimpa Kawasaki di MotoGP, BMW pun berpikir panjang jika ingin terlibat sebagai peserta balap. Mereka tau betul biaya untuk menyediakan motor, operasional, sponsor, iklan dan gaji pembalap sertu kru mekanik cukup besar di MotoGP. Tahun lalu BMW mencatatkan keuntungan 228 juta euro (Rp 3,4 triliun).
Jika memaksakan diri untuk ikut kejuaraan MotoGP, setidaknya mereka harus menggelontorkan dana sebanyak 40 juta euro permusim. Dan dana sebanyak itu belum tentu menghasilkan keuntungan besar seperti ekspektasi BMW. Sekalipun Dorna berkali-kali meminta BMW untuk bisa ambil bagian dalam balap MotoGP, namun tawaran itu tidak pernah terealisasi.
Mantan bos BMW Motorrad, Berthold Hauser, pesimis produsen itu akan turun di MotoGP. Menurutnya, dari perspektif BMW, ikut dalam kejuaraan MotoGP adalah proyek luar biasa. Butuh stamina tak terbatas, dana besar dan pengalaman panjang untuk bisa sukses di MotoGP.
Sementara disana ada Pabrikan besar lainnya yang lebih kenyang pengalaman daripada BMW. Hauser yakin kalaupun BMW turun di MotoGP sebagai pendatang baru, tim-tim lainnya tidak akan memberi ampun dan mengendorkan gas untuk BMW. Itu akan menjadi paceklik panjang sebelum bisa meraih manisnya kesuksesan di MotoGP.
2. Reputasi Brand Yang Harus Dijaga
Dikutip dari Visordown, alasan enggannya BMW untuk mentas balap di MotoGP dilatarbelakangi oleh faktor reputasi. Ya, untuk menjaga reputasi brand mereka, BMW harus banyak menang di MotoGP. Jika tidak, hal itu akan mempengaruhi mereka sebagai brand besar.
Publik akan melihat BMW tidak mampu bersaing dan tidak cukup tangguh di balapan. Itu akan berimbas besar pada penjualan produk mereka yang selalu berada di tren positif. Tidak ada pilihan lain selain menang. Dan itu sulit diwujudkan ketika BMW memutuskan untuk terjun di kelas MotoGP pada tahun-tahun awal.
Keuntungan yang akan didapat mereka akan tidak sebanding dengan kerugiannya jika tak mampu bersaing dengan Pabrikan lain. BMW tentu tidak mau merugi dengan risiko yang besar. Apalagi jika itu bisa mempengaruhi reputasi mereka di dunia otomotif.
Sebab DNA motor mereka didesain lebih kepada kepraktisan dan daya tahan ketimbang kecepatan. Jadi akan menjadi pekerjaan yang tidak mudah untuk bisa bersaing di MotoGP.
3. Pengalaman Buruk Mendukung Tim Balap CRT
Meski belum pernah secara resmi turun di kelas MotoGP secara penuh, namun BMW pernah mencoba eksperimen dengan bekerjasama sebagai penyuplai mesin untuk tim NGM Mobile Forward Racing pada musim 2012. Dan hasilnya memang kurang memuaskan.
Colin Edwards yang merasakan langsung performa motor Suter-nya dengan mesin BMW, menilai motornya tidak layak untuk berkompetisi, jauh dari harapan. Sekalipun telah dilakukan berbagai pengembangan, hasilnya tidak terlihat signifikan. Edwards juga sering mengeluhkan performa mesin BMW yang tidak mampu bersaing di kelas 1000cc.
Alhasil Edwards hanya menempati posisi ke 20 klasemen dengan finish terbaiknya di urutan ke 11 pada GP San Marino 2012 dan meraup 27 poin di klasemen. Gagalnya proyek CRT dengan mesin itu menjadi tolok ukur dan acuan bagi BMW, jika mereka tidak siap untuk tampil penuh di MotoGP. Sehingga seberapa besar pun peluang yang ada untuk ikut ambil bagian menjadi peserta balap, akan selalu dihiraukan oleh BMW.
4. Ingin Lebih Fokus Terjun Di Kelas WSBK (World Superbike)
Managing Director BMW Motorrad, Markus Schramm menegaskan pihaknya tak mau berlaga di MotoGP karena rencana jangka panjangnya hanyalah WorldSBK. Lewat Speedweek, Schramm menyebut BMW tak membutuhkan MotoGP karena divisinya terus menunjukkan rekor baru penjualan motor tiap tahun.
Uniknya, Direktur BMW Motorsport, Marc Bongers pernah mengatakan jika Schramm sempat mengajukan diri turun di MotoGP kepada petinggi BMW AG dan BMW M GmbH selaku induk perusahaan. Namun ide itu ditolak mentah-mentah karena dana yang dibutuhkan terlalu besar untuk mereka jika turun di MotoGP.
Mereka lebih fokus untuk berprestasi di ajang Superbike dengan biaya yang lebih terjangkau. Tanpa turun di MotoGP pun, BMW merasa kesuksesan bisa diraih lebih logis. Mereka telah terjun di ajang balap prestisius lainnya seperti GS, Trial dan Supersport.
WSBK dianggap lebih tepat untuk BMW, karena motor yang digunakan diproduksi massal, bukan prototipe seperti MotoGP. Ajang Superbike menjadi tempat pembuktian paling tepat untuk motor yang akan mereka jual dan dipakai di jalan raya. Motor BMW yang sering menang race di WSBK akan meningkatkan penjualan motor tersebut di pasaran, sehingga menjanjikan keuntungan besar yang lebih pasti daripada terjun di ajang balap MotoGP.