
Jepang, sampai saat ini, adalah negara produsen motor yang barang produksinya mendominasi MotoGP. Bukan hanya Sekarang, tapi sejak puluhan tahun lalu dominasi Jepang sebagai pemasok motor balapan belum tergoyahkan oleh negara manapun.
Tahun 90 an, beberapa produsen Italia mencoba peruntungan dengan merk-merk motor mereka. Ducati, Cagiva, Aprillia. Tapi saat itu dominsi Yamaha, Suzuki, dan Honda, malah silih berganti merajai sirkuit.
Sehabis Yamaha oleh Wayne Rainey, lalu Suzuki menjuarai. Sehabis Suzuki (Kevin Schwantz), seorang artis lintasan bernama Mick Doohan meneruskan dominasi Jepang dengan Honda NSR500-nya.
Sampai tahun 2000an, seorang bocah Italia yang dulu jadi ‘raja kecil’ di lintasan bersama motor Aprillia-nya, naik kelas, menghela Honda, dan juara di tahun keduanya. (VR46)
Nah, begitu banyak prestasi motor Jepang, bagaimanapun dengan para ‘artis lintasan’?
Well, jaman dulu kita mengenal Tadayuki Okada, salah satu pembalap idola penulis yang sering disebut dalam hampir setiap cerpennya, lalu Almarhum Norick Abe, yang pernah bejibaku dengan Roadracer tanah air di sirkuit kenjeran, ada pula nama Almarhum Daijiro Kato, atau yang lebih tua dikit Shinici Ito.
Ito adalah paling Senior dari yang saya sebut.
Bagaimana prestasinya? Hhmmm….
Sampai disini susah banget ngomongnya. Masalahnya belum semoncer para bule.
Kalau di bilang soal kultur, yah…Jepang punya kultur otomotif yang sangat kuat. Lalu apa?
Norifumi Abe
Pembalap satu ini istimewa. Setidaknya kalau kita bandingkan dengan pembalap Jepang lain. Valentino Rossi pernah berpendapat soal Abe, bahwa dia mengidolakan Abe.
Satu keistimewaan lagi buat penggemar road race tanah air, bahwa Abe pernah bertandang ke Indonesia. Ke Sirkuit Kenjeran tepatnya. Dia waktu itu hadir dalam peluncuran salah satu produk Yamaha, yaitu Yamaha 125Z. Bukan hanya hadir, tapi ikut menjajal bagaimana liarnya pembalap lokal melahap sirkuit pasar senggol Kenjeran.
Di negeri asalnya, Abe berprestasi di kancang All Japan Road Race Championship. Gelar itu diraih pada tahun 1993. Motor yang digunakan adalah kelas 500cc.
Pada helatan GP 1994 di Jepang, Abe berkesempatan mendapat jatah Wild Card. Di gelaran itu, Abe berkesempatan ‘ketemu’ Rossi di lintasan. Rupanya Rossi langsung ngefans dengan gaya balap Abe. Maka tak heran, Rossi juga punya nickname Rossifumi.
Rupanya tahun itu menjadi tahun keberuntungan buat Abe. Dimana dia berkesempatan memulai karier di GP500, sebagai kelas puncak.
Masuk kelas ini pertama kali Abe gabung dengan tim Mister Yumcha Blue Fox Honda.
Akan tetapi di tim ini Abe tidak ikut penuh satu musim, karena musim ke 11 Abe pindah tim Roberts Marlboro Yamaha.
Abe mengawali semuanya tidak mulus. Hanya 20 poin yang bisa di dapatkan. Posisi terbaik yang bisa diraih di GP Ceko dengan menempati posisi 6. Posisi yang sama di dapat pada GP USA.
Posisi terbaik klasemen akhir di peroleh pada tahun 1996 masih di tim Roberst Malrboro Yamaha. Dengan mangantongi satu kemenangan di GP Jepang dan podium 3 di 3 GP, masing-masing GP Inggris, GP Austria, dan GP Brazil, Abe membukukan 148 poin balapan.
Pada tahun 2004 Abe memutuskan pensiun dari MotoGP dengan tim terakhir Gauloises Fortuna Yamaha Tech 3. Poin terakhir yang di peroleh adalah 74, serta duduk di posisi 13 klasemen akhir.
Pada 7 oktober tahun 2007 Abe tutup usia setelah mengalami kecelakaan lalu lintas di area Kawasaki, Kanagawa, Jepang.
SHINICHI ITOH
Itoh adalah pembalap senior. Sama seperti Abe yang memulai karier di All Japan Road race Championship. Kelas puncak di ajang itu adalah motor 500cc, sama seperti Grand prix, bedanya itu balapan khusus di gelar di Jepang. Dengan Honda NSRnya, dengan penampilannya yang cukup memukau, pada tahun 1990 di menjuarai seri itu.
Selain di ajang itu, Itoh juga turun di ajang Superbike, masih di Jepang juga. Diajang superbike Jepang ini, Itoh juara 3 kali!
Uniknya, di sela-sela musim itu, sebenarnya Itoh sudah masuk Grand Prix pada tahun 1988 bersama Seeded Honda.
Tahun 1993 Itoh masuk Rothmans Honda, dimana dia menghela motor yang sama dengan yang dipakai Doohan dan Daryl Beattie. Motor ini mendapat pengembangan part yang lebih inovatif dari lainnya. Contohnya sistem injeksi bahan bakar yang di pasang, sementara yang lain masih mengandalkan Karburator.
Sebenernya penampilan Itoh cukup impresif. Dia di tim ini tidak pernah finish diluar sepuluh besar, kecuali, Do Not Finish.
Poin terbanyak yang bisa dihasilkan adalah pada tahun 1994 bersama HRC Honda, yaitu sebanyak 141 poin dan menduduki posisi ke 7 klasemen akhir. Sedangkan klasemen terbaik di duduki pada posisi 5 pada tahun 1995 dengan menghasilkan 127 poin balapan.
Itoh rupanya salah satu pembalap yang ngefans dengan motor Honda. Malang melintang di berbagai Tim, toh rata-rata memakai motor Honda. Hanya waktu bergabung Marlboro Ducati serta Pramac D’Antin Ducati saja Itoh menggunakan motor selain Honda. Itu terjadi di tahun 2005-2007.
Itoh mengakhiri karier balapan pada tahun 2011 dengan tim terakhir Repsol Honda. Menduduki posisi 22 di klasemen akhir bukan hasil yang bagus. Poin yang dihasilkan pun Cuma 3 poin balapan.
Tadayuki Okada
Selain Itoh, ada satu lagi pembalap veteran Jepang. Dia adalah Tadayuki ‘Taddy’ Okada. Masuk ke GP pada tahun 1993 turun di kelas 250cc, setelah sebelumnya lulus dari All Japan Road Race Championship.
Tiga tahun kemudian dia naik kelas 500cc. Taddy adalah salah satu pembalap yang ikut dalam proyek pengembangan konfigurasi Twin V pada mesin NSR500V. Kemenangan pertama Taddy adalah di sirkuit Sentul pada GP Indonesia 1997. Duduk di posisi 2 adalah Doohan, tempat ketiga di tempati Alex Criville.
Bermodalkan 8 kali Podium, salah satunya kemenangan di Sentul, maka Taddy menempati posisi Runner up di klasemen akhir di bawah Mick Doohan. Tahun berikutnya posisi Taddy melorot di urutan ke 8, hanya dengan modal 2 podium runner up, memghasilkan 108 poin.
Tahun 1999 posisinya merangkan ke posisi ke 3 klasemen akhir dengan total 211 poin.
Tahun 2008 merupakan tahun terakhir Taddy di kancah MotoGP dengan tim terakhir Repsol Honda. Mengakhiri musim di penghujung karier, Taddy hanya bisa menggapai 2 poin dan membuatnya terlempar di posisi 21 klasemen.
Daijiro Kato
Kalau ada bebrapa media yang menuliskan bahwa Kato adalah pembalap Jepang terbaik, sampai saat ini, ada benarnya. Jiwa balap telah merasuk ke delam segenap jiwa Kato. Bakat balapnya telah diasah sedari umur 3 tahun!
Dari sini kita bisa simpulkan, rupanya balapan benar-benar menjadi hal serius buat Daijiro Kato. Melalui sepak terjangnya di dunia adu cepat ini, Kato seolah mengatakan, bahwa dia dilahirkan untuk membalap.
Umur 3 tahun mengenal dan mempelajari Pocket bike (motor kecil), dua tahun kemudian Kato terjun dalam kejuaraan motor kecil ini. Dan kemenangan pun sering di rengkuh saat masih balita.
Tak main-main, Kato menjuarai balapan 4 kali di usia yang masih sangat belia itu!
Umur 11 tahun dia beralih ke kelas yang lebih tinggi, yaitu minibike. Lebih gede dikit dari Pocket bike. Dari perlombaan-perlombaan uyang diikuti, Kato sering memnangkan seri kejuaraan di daerah Saitama, tanah kelahirannya di Jepang.
Memulai balapan lebih serius ke balapan Road Race pada tahun 1992, membuat Kato terasah kemampuan balapnya. Saat itu, dia turun di kelas 250cc.
Kesempatan emas datang ketika Kato mengikuti GP 250cc pada tahun 1096 sebagai pembalap Wild Card. Penampilannya yang memukau mengantarkan Daijiro Kato menjuarai seri kejuaraan itu.
Tahun 1997 sampai dengan 1999 Kato tergabung dengan Tim Castrol Honda.
Karier Kato kian menanjak di kelas 250cc ketika tergabung dengan Tim Axo Honda Gresini. Tahun 2000 bersama tim ini Kato menggapai 9 podium. 4 diantaranya kemenganan. Sebanyak 259 poin di peroleh mengukuhkan dirinya menduduki posisi 3 klasemen.
Tahun berikutnya merupakan puncak karier Kato di 250cc. Bersama Telefonica Movistar Honda, Kato mendulang 13 podium, 11 diantarnya kemenangan di 16 seri balapan. Poin 322 mentasbihkan Kato juara kelas 250cc tahun 2001.
Sayang sekali, debut Kato musti berhenti bersama sang takdir. Pada tahun 2003 Sirkuit Suzuka menjadi saksi bisu kematian Daijiro Kato di hadapan para penggemarnya sendiri.
Ya, hari itu merupakan duka bagi seluruh warga Jepang. Local hero mereka menutup usia secara tragis di Sirkuit kebanggaan Jepang.
Noriyuki Haga
Mungkin nama ini nggak sepopuler Daijiro Kato atau Norick Abe. Tapi bagi pecinta MotoGP sejati pasti tahu lah. Pembalap ini memulai debut pada balap ketahanan 8 jam Suzuka bersama Colin Edward 1996.
Selain itu, Nori-Chan, begiut panggilan akrabnya, juga juara Superbike Jepang pada tahun 1997.
Untuk World superbike Championship, Nori-chan ada di peringkat 5. Meskipun begitu, dia pernah terlibat kontroversi pada tahun 2000. Waktu itu terbukti menggunakan doping dan membuat poinnya di batalkan. Padahal tahun itu dia berpeluang juara dunia lho. Sebagai obat sakit hati, Nori-chan bisa meraih posisi runner up klasemen akhir. Eh, kok sakit hati? Kan itu salahnya sendiri ya…
Karier di GP500 dia turun sebagai gabung dengan tim Redbull Yamaha. Berada di tim yang sama adalah Gary McCoy
Di akhir klasemen, Nori hanya berhasil menduduki posisi 14. Not good lah.
Tahun berikutnya Nori masuk WSBK lagi bersama Ducati. Hanya setahun berselang, dia loncat lagi bersama Aprilia di MotoGP. Kali ini berpasangan dengan Colin Edward yang pernah menjadi rival beratnya di Superbike.
Pada tahun 2003 Nori-Chan mengakhiri kariernya di MotoGP. Dengan hanya menduduki posisi 14 klasemen akhir dengan mengantongi 47 poin. Turun dari tahun sebelumnya (59 poin). Ditengarai performa Aprilia yang payah yang membuat Nori-Chan mundur dari GP dan berakhir dengan kekecewaan.
Tetsuya Harada
Pembalap satu ini seangkatan dengan Tadayuki Okada. Okada adalah juara 125cc Junior di Jepang. Pada tahun 250cc dia turun di seri All Japan Road arce Championship, selama dua tahun bertururt-turut menjadi runner up. Sementara untuk juara satu dimenangkan oleh Tadayuki Okada.
Sedangkan karier Grand prix dimulai pada tahun 1990 masuk di kelas 250cc. Bergabung dengan tim Yamaha dengan motor Yamaha TZ250 Harada Cuma bisa mendulang 9 poin di tahun pertamanya.
Tahun kedua Harada bergabung dengan tim Nescafe Can RT Yamaha. Tapi posisi ke 24 tahun itu bukanlah hasil yang bagus.
Justru pada tahun 1993 kareier Harada meroket kala bergabung dengan Telcor Yamaha Valesi. 7 podium, 4 diantaranya kemanangan membuat dia bertengger pemegang supremasi di kelas 250cc. rupanya itulah kemenangan pertama dan terakhir pembalap kelahiran Chiba 14 Juni 1970 tersebut. Tahun berikutnya posisisnya melorot drastic di urutan ke 7. Hanya bermodalkan 3 podium tanpa kemenangan, menghasilkan 109 poin balapan.
Ditengarai ini bukan berkaitan dengan performa Yamaha. Tapi karena dia berada di tim yang salah, walau masih memakai motor bermerk sama. ( Yamaha Of France).
Buktinya tahun 1995 performa Harada kembali menanjak ketika Marlboro Yamaha. 8 podium, sekali kemenangan, mengantarkan Harada sebagai Runner up dengan 220 poin balapan.
Menginjak tahun 1997, bergabung dengan Aprillia, sebuah motor Italia, dengan pasangan pembalap Italia ( Loris Caspirosi), membuat Harada mengungguli rekan setimnya yang kala itu hanya menduduki posisi 6 klasemen akhir.
Akhirnya Harada musti puas duduk di posisi 3 klasemen akhir di bawah dua pembalap Honda, Max Biaggi dan Ralf Waldmann. Not Bad lah! He the one and only Japanese in Italian Machine.
Pada tahun kedua seorang Jawara di kelas 125 cc naik pangkat dan masuk tim yang sama dengan Harada. Dialah Valentino Rossi. Dan tiga motor Italia di hela dua Mafioso, serta seorang Yakuza meraja di posisi 1, 2 dan 3. Urutan pertama Capirosi, kedua Rossi, dan Harada di nomor 3. The Only one Japanese in tim!
Kesuksesan ini membuat Aprillia memberi tawaran ke kelas yang lebih tinggi, 500cc pada tahun 1999. Tapi hanya berbekal dua kali podium nomor 3 membuatnya terjerembab di posisi 10 klasemen akhir. Tahun berikutnya Valentino Rossi menjadi ancaman serius bagi seluruh konstestan 500cc dengan bergabung dengan tim Nastro Azzuro Honda.
Tak terkecuali Harada. Dengan motor Aprilia RSW500, posisi Harada makin jauh, yaitu 16 besar klasemen akhir.
Merasa tahu diri dengan ‘kelas’nya, Harada memutuskan balik ke kelas 250cc pada tahun 2001, masih dengan Aprilia. 13 podium, 3 diantaranya kemenangan mengantarnya menduduki posisi runner up pada musim 2001.
Harada akhirnya memutuskan pensiun setelah menyelesaikan musim 2002 dengan tim terakhir Pramac Honda. Hasil 47 poin tak bisa diharapkan, bahkan hanya untuk mendekati 10 besar. Karena dia bertengger diurutan 17 klasemen akhir.
Well, dari nama-nama yang jadi pokok pembahasan diatas, tidak ada yang menjadi juara dunia sekalipun. Sekali ada yang bagus, macam Daijiro Katoh, yang sempat di gadang-gadang sebagai juara dunia oleh warga Jepang, eh, takdir bicara lain.
Bagaimana pendapat kalian?