Jauh sebelum era The Doctor Valentino Rossi, Italia memiliki seorang juara dunia balap yang dianggap sebagai “dewa” di lintasan balap asal Negeri Pizza, yaitu Giacomo Agostini.
Giacomo Agostini adalah anak tertua dari empat saudara laki lakinya, lahir pada tahun 1942 dari keluarga kaya di wilayah Lombardy, Italia Utara. Lombardy adalah wilayah yang terkenal dengan industri dan kekayaannya..juga terkenal dengan kesukaannya dengan olahraga balap. Lombardy juga merupakan markas dari pabrikan Pirelli dan MV Agusta, dan tidak jauh dari markas Ducati, Benelli, dan Aprilia.
Lombardy merupakan kawasan yang berbukit bukit dan bagi seorang pembalap motor, ini merupakan arena yang berbahaya, ini pula yang membuat Giacomo muda mempunyai nyali yang tinggi di ajang balap motor.
Passionnya yang tinggi terhadap balap motor ternyata tidak didukung oleh ayahnya, yang melarangnya berpartisipasi dalam olahraga balap yang berbahaya ini, tetapi Giacomo sering diam diam ikut balapan tanpa sepengetahuan ayahnya. Setelah beberapa tahun, Agostini senior akhirnya mendukung putranya untuk menggeluti ajang balap motor, terutama karena bakatnya sebagai pembalap mulai tampak jelas terlihat.
Di umur 21 tahun, pemuda yang biasa dipanggil ‘Ago’ ini mulai dikenal di italia karena ia memenangkan balapan pertamanya pada kejuaraan nasional italia di kelas 175cc tahun 1963, dengan menggunakan motor Moto Morini. Prestasinya Ini membuatnya dilirik oleh manajemen Morini, dan ia mendapat kesempatan bagus pada tahun berikutnya, ketika seorang pebalap pabrikan Morini meninggalkan tim ini untuk bergabung dengan pabrikan Benelli yang lebih bergengsi. Ago kemudian menandatangani kontrak sebagai pembalap pabrikan untuk pertama kalinya, dan ia tidak mengecewakan sponsor barunya itu. Ago berhasil membawa pulang gelar kelas 350cc di kejuaraan Italia tahun 1964 dan berhasil finish ke-4 dalam ajang balap Grand Prix di Monza Italia.
Prestasinya ini kemudian kembali dilirik oleh pabrikan yang lebih besar yaitu MV Agusta (baca: Em Vi Agusta), yang kemudian pemilik MV Agusta, Domenico Agusta mengontraknya ke tim pabrikan, dimana untuk pertama kalinya Agostini akan merasakan pengalaman pertamanya bertandem dengan talenta super dari pembalap legendaris asal inggris, Mike Hailwood.
Hailwood dikenal karena kemampuan ‘supranatural’ nya untuk segera menguasai hampir semua motor yang ia tunggangi. Hailwood juga sekaligus menjadi mentor Ago yang masih berusia 22 tahun saat itu, dan dengan begitu banyak dukungan yang ada di belakangnya, ajang Grand Prix seperti telah ditetapkan menjadi panggung bagi Agostini untuk menjadi seorang pembalap hebat sepanjang masa.
Peran Ago di tim MV Agusta masih sebagai pembalap kedua di belakang pembalap veteran Hailwood, namun ini tidak bertahan lama. Setahun kemudian, Hailwood meninggalkan MV Agusta karena ada perselisihan dengan manajemen tim, dan kemudian menandatangi kontrak dengan Honda. ini membuat Agostini menjadi pembalap nomor satu di tim pabrikan MV Agusta, dan ini memberinya kesempatann untuk mengukir prestasi dalam sejarah balap Grand Prix. Ago kemudian secara mengejutkan berhasil memenangkan gelar juara dunia Grand Prix 500cc dalam 7 tahun berturut turut.
Bakat alami Agostini terlihat jelas pada lintasan balap. Namun ajang balap Grand Prix saat itu masih berisi sirkuit yang sangat berbahaya, seperti sirkuit yang dipakai dari ajang Ulster Grand Prix dan Isle of Man TT pada kalender balapnya. Kedua lintasan ini terletak di jalur yang terpencil dari jalanan umum di kepulauan Inggris, yang lintasannya sempit, diapit oleh dinding batu dan pohon pohon di pinggirannya,,sangat berbeda jauh dari kondisi lintasan di Eropa yang terawat.
Kedua lintasan balap di inggris ini sangat prestisius dan tentunya sangat menakutkan bagi banyak pembalap yang tidak terbiasa dengan kondisi lintasan seperti ini. Namun Agostini mampu menghadapi segala rintangan di sepanjang karir balapnya, termasuk menunjukan keberanian dan talentanya di dua balapan itu dengan memenangkan 7 kali Grand Prix Ulster dan 10 kali Isle of Man TT. Kesuksesan Agostini merupakan hal yang spektakuler karena biasanya hanya pembalap Inggris yang mampu bersaing dalam dua balapan itu. Ago adalah seorang juara sejati, tapi baginya menjadi dominan di balapan Ulster dan Isle of Man yang berbahaya itu benar benar mengukuhkan statusnya sebagai seorang pembalap legendaris.
Tapi meskipun dia sangat hebat balapan di dua lintasan itu, bukan berarti dia suka membalap disana. Agostini secara terbuka menentang digelarnya dua balapan di Inggris itu, karena ia menganggap lintasan disana tidak cocok untuk ajang balap tingkat dunia, dan sangat berbahaya bagi para pembalap. Kritik seperti ini sebenarnya sudah dilontarkan oleh banyak orang, tapi saat kritik ini datang dari seseorang yang sudah membuktikan dirinya begitu dominan di dua lintasan itu, pastinya kritik ini didengar oleh pihak penyelenggara.
Menyusul kematian temannya dan sesama pembalap Italia Gilberto Parlotti di Isle of Man pada tahun 1972, Ago mengambil sikap yang mengejutkan, ia mengumumkan penolakannya untuk kembali balapan di Isle of man dalam karier balapnya. Ini adalah langkah yang tidak populer, karena Isle of Man dianggap sebagai balapan paling bergengsi di ajang Grand Prix saat itu, tetapi langkah yang diambil Ago ini mendapatkan simpatik dari banyak pembalap, membuat banyak pembalap akhirnya memboikot untuk tidak ikut dalam seri balap ini. penyelenggara Grand Prix akhirnya mengalah, dan pada tahun 1977 seri balap Isle of Man akhirnya dihapus dari Grand Prix.
Sementara itu, Ago juga membuat berita besar lain selama karir balapnya, yaitu dengan kepindahannya yang mengejutkan dari MV Agusta ke Yamaha pada tahun 1974, di mana ia telah menghabiskan hampir satu dekade bersama pabrikan italia itu,. Ia memenangkan banyak balapan untuk Yamaha, dan berhasil meraih dua gelar juara dunia bersama pabrikan Jepang itu, dengan menjadi juara dunia di kelas 350cc pada tahun 1974 dan kelas 500cc pada tahun 1975.
Namun ia kurang kompetitif di tahun-tahun berikutnya, dan ia kemudian memutuskan pensiun pada tahun 1977 setelah berkecimpung dalam dunia balap selama 17 tahun. Balapan terakhirnya adalah di NurburgRing – tepat di lintasan yang sama di mana ia memenangkan balapan Gran Prix pertamanya pada tahun 1965, 13 tahun sebelumnya.
Agostini pensiun sebagai seorang juara sejati, dengan rekor gelar dan kemenangan balapan yang bertahan hingga hari ini.
Setelah pensiun dari dunia balap motor yang kompetitif, Ago masih belum kenyang untuk menggeluti dunia balap, ia kemudian memutuskan untuk terjun ke ajang balap lainnya. Dia memiliki karir yang singkat sebagai pembalap mobil Formula 1, dari tahun 1978 hingga 1980, dan kemudian kembali ke paddock Grand Prix MotoGP pada tahun 1982 sebagai manajer untuk tim Marlboro Yamaha.
Sebagai seorang manajer, ia berperan sebagai mentor bagi pembalap-pembalap lain, yang akhirnya lahirlah pembalap legendaris seperti Eddie Lawson dan Kenny Roberts, yang kemudian lahirlah pembalap pembalap hebat asal Amerika pada era 1970-an dan 1980-an,. Ago tetap menjadi manajer tim yang sukses hingga tahun 1995 dan setelah itu sepenuhnya pensiun dari olahraga balap ini.
Ketika muncul pertanyaan tentang siapa sebenarnya pembalap motor yang paling hebat sepanjang masa,,, hampir dipastikan akan muncul perdebatan panas untuk menjawab pertanyaan itu. Perdebatan ini muncul karena tidak ada ukuran pasti seorang pembalap bisa dikatakan hebat, seperti kehebatan talenta alami dari Mike Hailwood, sampai kehebatan pembalap di era sekarang layaknya Valentino Rossi dan Marc Marquez. Semua pembalap mempunyai ukuran kehebatannya masing masing menurut semua orang.
Namun ada satu patokan pasti yang bisa mengukur kehebatan pembalap, yaitu seberapa banyak jumlah gelar juara dunia dan jumlah kemenangan yang diraih di kelas premier. Dalam ajang balap Grand Prix, Giacomo Agostini memegang rekor 15 kali juara dunia dan 122 kemenangan di Grand Prix. Rekor ini tidak bisa dianggap enteng..
Dan rasanya tidak ada yang bisa membantah, bila Giacomo Agostini layak disebut sebagai pembalap motor terhebat sepanjang masa..