
Di Formula 1, untuk beberapa pebalap, gaji besar bukan melulu karena prestasi. Ada kok beberapa pebalap, walau tidak punya prestasi gemilang, tapi tetap saja menerima gaji besar.
Setidaknya kalau kita berkaca pada kasus Eddie Irvine (baca: irvain). Playboy satu ini memang orang yang agak aneh, mengundang kontroversi, tapi bukan karena prestasi, melainkan suka cari sensasi.
Sebetulnya kalau ngomongin Irvine, prestasinya nggak ancur-ancur amat sih. Dari 148 balapan, setidaknya Irvine masih bisa naik podium sebanyak 26 Kali dengan total perolehan 191 poin. Tapi bukan untuk jadi nomor satu, karena prestasi terbaiknya hanya sampai Runner -up dunia 1999. Capaian itu di peroleh bersama Ferrari.
Sensasi pertama Irvine adalah pada debut pertamanya masuk Formula 1. Saat itu di Grand Prix Jepang, pria Irlandia yang saat itu mengemudi untuk tim Jordan menghalang-halangi laju mobil Ayrton Senna yang hendak mendahului. Seperti kita tahu, di Formula 1, kalau mobil kita lebih lambat, maka wajib memberi jalan buat pebalap yang mobilnya lebih cepat yang ada di belakang kita. Karena Formula 1 adalah ajang adu mesin dan teknologi, bukan adu nyali.
Atas kejadian ini akhirnya Senna meradang. Usai balapan Senna mendatangi Irvine meminta penjelasan. Tapi mungkin Irvine tak suka dengan cara Senna. Bukannya tambah adem, mereka malah saling pukul. Untung pihak panitia melerai mereka berdua.
Yang aneh, tiga musim di Jordan tanpa prestasi gemilang, Ferrari memberinya kesempatan membalap untuk mobil merah berpasangan dengan Michael Schumacher. Tentu saja buat Irvine bagai mendapat durian runtuh. Dari Jordan yang notabene tim papan tengah, tanpa prestasi, lalu tiba-tiba pindah ke tim merah nan kaya.
Well, mungkin itu tahun-tahun kurang menguntungkan buat kubu Maranello. Tapi tetap saja buat seorang Eddie Irvine adalah kesempatan emas. Membalap di tim kaya, walau hanya sebagai pebalap nomor dua atau wing man, tentu saja akan menaikkan posisi tawar buat kariernya dimasa depan. Itu pasti!
Sejeblok-jebloknya Ferrari masa itu, dengan dana melimpah, suatu saat tentu akan ketemu sebuah momentum untuk dapat meningkatkan performa mobil dan kinerja tim secara keseluruhan. Ingat, bahwa Ferrari tim pabrikan. Soal dukungan teknis jangan diragukan lagi.
Yang agak mengejutkan, pada seri pembukaan di Australia tahun 1996, Irvine berhasil finish ketiga, mengalahkan Michael Schumacher!
Selama tiga tahun berkiprah di Ferrari, tahun keberuntungan adalah ketika dia memenangi seri pembuka di sirkuit Albert Park, Melbourne, Australia tahun 1999. Itulah pencapaian terbaik sepanjang perjalanan sejarah hidup Irishman ini.
Tapi tahun itu nasib Irvine ‘terbantu’ dengan beberapa kemalangan yang menimpa rekan setimnya, Michael Schumacer. Insiden demi insiden yang menimpa Schumy seolah memberi kesempatan pada si Playboy ini untuk menangguk beberapa keberuntungan.
Tahun itu pulalah, Irvine dapat durian runtuh untuk kedua kalinya setelah tahun 1996, yaitu ketika Michael Schumacher kecelakaan yang membuat pebalap Jerman itu patah kaki di Sirkuit Silverstone, tepatnya di tikungan Stowe (baca: Stow) Corner. Sebagai wing man, selanjutnya Irvine menjadi pebalap utama di tim merah. Pada kesempatan ini prestasi Irvine terbilang lumayan. Setidaknya dia berhasil memenangkan tiga balapan, yaitu Jerman, Austria, dan Malaysia.
Selepas dari Ferrari, pada tahun 2000 Irvine di kontrak untuk tim Jaguar yang saat itu merupakan tim ‘baru’, hasil peralihan Tim Steward. Sekali lagi, seperti yang saya singgung tadi, bahwa membalap di Ferrari membuat Irvine punya posisi tawar yang tinggi. Karena saat itu, walau merupakan tim baru, Jaguar adalah tim pabrikan yang kaya.
Kalau tahun 1999 merupakan tahun keemasan bagi Irvine, maka berbanding terbalik dengan tahun 2000. Prestasi terbaiknya di tim berkelir hijau itu hanya sanggup finish keempat di sirkuit jalan raya, Monte carlo, Monaco.
Karier Irvine di formula 1 berakhir pada tahun 2002. Jaguar adalah tim terakhir. Walau waktu itu pihak Eddie Irvine menawari untuk membalap lagi di Jordan, Irvine menolak. Ya iyalah, habis balapan di tim-tim kaya, mana mau orang macam Irvine ‘turun derajat’ di tim papan tengah.
Irvine lebih memilih menjadi kolumnis di tabloid The Sun, Inggris.
Kendati sudah tidak lagi balapan, Irvine tetap saja memperhatikan dunia glamour itu. Sering pula Irvine berkomentar pedas pada pebalap yang masih aktif. Nah, nyinyirnya ini yang sering membuat orang gerah dan geram!
Seperti ketika dia melontarkan kalimat pedas pada David Coulthard. Bermula dari upaya Coulthard yang terus menerus melakukan lobby kesana kemari demi mendpatkan kursi di tim lain setelah kontraknya dengan Mclaren berakhir pada tahun 2004.
“ David nggak akan pernah memenangkan balapan, dan nggak pernah. Pokoknya never!” Ucapnya sepeti di kutip The Sun, surat kabar tempatnya bekerja.
“ David selalu mendapat mobil bagus. Tapi selalu saja tak pernah kencang, dia seharusnya sadar, waktu dia di Formula 1 telah berakhir. Minggir saja lah, jalani hidup apa adanya “ lanjutnya.
Tak hanya David Coulthard, Schumacher yang notabene bekas teman satu timnya pun pernah kena nyinyirannya. Waktu itu tanggal 23 juni tahun 2011, ketika Irvine berucap, “ Michael telah kehilangan bakatnya.” Komentar Irvine menanggapi kegagalan Michael Schumacher yang saat itu membalap untuk MercedesGP, dan menuai hasil buruk.
Tapi Schumacher tidak marah, “ Tidak, saya tidak marah. Kita semua tahu siapa Eddy Irvine, kan? Dia adalah orang yang selalu melontarkan kalimat-kalimat ‘manis’, “ sambil tertawa Schumacher menanggapi ejekan Irvine.
Sebagai orang yang petakilan, rasanya tidak pas kalau tidak berurusan dengan hukum.
Peristiwa itu terjadi pada tanggal 9 Juni tahun 2014 ketika pengadilan Milan menjatuhkan hukuman enam bulan kurungan buat si tukang nyinyir ini.
Nggak main-main, kasus Irvine adalah adu jotos dengan Gabriele Morati, anak walikota Milan!
Kasus itu bermula dari keisengan Irvine mengirimkan SMS untuk menggoda pacar Morati. Morati yang tiddak terima, melempar gelas kearah Irvine di sebuah kelab malam di kota Milan.
Walau pengadilan memutuskan bahwa Irvine bersalah, tapi tak harus mendekam dalam penjara. Ya, namanya juga orang berduit. Tentu saja mereka menyelesaikan dengan uang jaminan.
Lantas seberapa besar gaji Irvine, dan seberapa kaya?
Dikutip dari berbagai sumber, gaji Irvine waktu di Jaguar bekisar antara 12 juta sampai 52 juta, dalam mata uang Dollar AS, sekaligus menempatkan Irvine pada peringkat 3 pebalap dengan gaji terbesar saat itu. Peringkat kedua di tepati oleh Jacques Villeneuve (baca: Zeq Vilneuv) kala di BAR HONDA dengan di kisaran 21 juta hingga 69 juta, juga dalam Dollar AS. Sedangkan rekor saat itu di pegang oleh Michael Schumacher yang sudah mempersembahkan dua kali juara dunia dengan besaran gaji antara 32 juta hingga 197 juta, masih dalam Dollar AS.
Untuk jumlah harta keseluruhan, Irvine mengumpulkan pundi-pundi sekitar total 160 juta Dollar AS. Duit segitu banyak tidak semua di peroleh dari hasilnya membalap, tapi dari bisnis propertinya.