Selama era Motogp empat tak modern yang dimulai sejak tahun 2002, sudah ada tiga kali perubahan regulasi besar.
Pertama adalah perubahan besar-besaran dari motor dua tak 500cc ke empat tak 990cc pada 2002. Kedua adalah perubahan kapasitas dari 990cc ke 800cc pada 2007, dan ketiga adalah perubahan kapasitas dari 800cc ke 1000cc pada 2012.

Masing-masing perubahan regulasi menyebabkan perubahan peta kekuatan antar pabrikan dan memunculkan motor-motor baru yang mendominasi.
Perubahan regulasi pada tahun 2002 memunculkan RC211V sebagai motor paling mendominasi

Perubahan regulasi tahun 2012 memunculkan RC213V sebagai motor yang mendominasi dan perubahan regulasi pada tahun 2007 memunculkan Desmosedici GP07 sebagai motor yang mendominasi.

Masing-masing motor memiliki kisah pengembangan yang unik, tapi bisa dibilang kalau yang menjadi kejutan paling besar adalah Ducati Desmosedici GP07.

Berbeda dari pabrikan lain yang baru mengembangkan motor 800cc pada akhir musim 2006, Ducati sudah memulai pengembangan dari awal tahun 2006.
Menyebabkan GP07 memiliki waktu dan data tes terbanyak dibandingkan motor-motor 800cc pabrikan lain.
Hasilnya, GP07 muncul sebagai motor paling dominan di tahun 2007, mengalahkan Yamaha dan Honda yang diperkuat oleh mantan-mantan Juara Dunia.
Jadi seperti cerita GP07 di musim 2007? Mari kita lihat.
Hasil dari Pengembangan dari 20 Motor
Ducati memulai pengembangan GP07 jauh sebelum pabrikan lain. Prototype pertama GP07 bahkan diuji pada bulan Mei 2006 dan pada bulan Agustus 2006, Ducati sudah membuat 20 mesin.
20 Mesin tersebut berkonfigurasi V4 Engine 90 derajat 800cc berteknologi Desmodromic Valve yang dikembangkan dengan basis model 990cc GP06.

Saat sesi uji coba resmi yang diselenggarakan sesudah gelaran GP Ceko 2006, GP07 di tes oleh pembalap pabrikan Loris Capirossi. Hasilnya, Capirossi hanya 1.4 detik lebih lambat dari catatan GP06 yang bermesin 990cc.
Jelas performa GP07 ini membuat pabrikan lain ketar-ketir, terutama Honda dan Yamaha. Filipo Preziosi yang waktu itu menjabat sebagai general manager Ducati mengungkapkan.
Bahwa kunci dari performa GP07 ini adalah melimpahnya data mesin Desmodromic V4 yang sudah Ducati kumpulkan pada era 990cc dan data itu sangat membantu pengembangan mesin 800cc mereka.

Selain itu, Preziosi juga mengungkapkan dengan kapasitas mesin yang lebih kecil, Ducati mampu membuat performa mesin yang lebih seimbang dan membuatnya menjadi lebih hemat bahan bakar.
“Ini (GP07) memberikan kami kesimbangan antara performa yang baik dan konsumsi bahan bakar yang lebih effisien. Saat di putaran mesin rendah dan menengah, mesin menyerap power yang lebih sedikit di lubang valve dan itu membuat konsumsi bahan bakar bisa ditekan.” Kata Preziosi (dikutip dari Crash.com).
Pada akhir tahap pengembangan, Ducati akhirnya melebur dua puluh mesin Desmodromic 800cc mereka itu dan menciptakan satu motor yang ideal bagi mereka, GP07 pun resmi lahir.

Dikemudikan oleh Casey Stoner
Pada akhir musim 2006, Ducati akhirnya memutus kontrak dengan salah satu pembalap mereka, Sete Gibernau.

Gibernau sendiri mengalami kesulitan untuk kompetitif di musim 2006 dikarenakan cedera. Karena itu akhirnya Ducati memutuskan untuk merekrut talenta baru, Casey Stoner.
Stoner yang datang dari tim LCR Honda waktu itu merupakan pembalap debutan terbaik nomor dua pada musim 2006, Stoner hanya kalah dari Dani Pedrosa yang membela Repsol Honda.

Sebelumnya bersama LCR Honda, Stoner sudah mampu untuk finish di podium. Tepatnya pada gelaran GP Turki 2007, saat Stoner mampu finish di posisi dua.
Bergabung dengan Ducati, Stoner mengejutkan paddock Motogp saat berhasil memenangi seri pembuka di Losail Qatar.

Stoner mampu mengasapi juara dunia Motogp lima kali (saat itu), Valentino Rossi dengan gap hampir tiga detik.
Gaya balap Stoner yang unik dan sulit ditiru, digabungkan dengan GP07 yang sudah dikembangkan Ducati selama 15 bulan, mampu untuk membuat Ducati berada di garis depan.
Stoner sendiri memang terkenal dengan gaya balap yang unik, banyak orang sampai menyebutnya punya talenta yang aneh.
Danilo Petrucci pernah mengatakan bahwa Stoner hampir tidak pernah menggunakan rem depan saat menikung. Saat menikung, Stoner menstabilkan bagian depan motor murni dari daya cengkram ban.
“Masalahnya adalah, dia seorang pembalap yang tidak menggunakan rem depan dan menempatkan semuanya dalam akselerasi motor. Sedangkan saya melakukan yang sebaliknya.” Kata Petrucci (dikutip dari Sport Sindo News)
Stoner lebih sering mengerem dengan rem belakang hingga limit, menyebabkan motor mengalami slide yang parah. Namun justru Stoner malah merasa nyaman saat motornya mengalami slide.
“Saya melepas gas untuk sedikit memberikan tekanan ke bagian depan dan membuka gas secepat saya bisa mengerem dengan rem belakang.” Kata Stoner saat dia menjelaskan cara menikungnya di sirkuit Philip Island (dikutip dari Bolasport.com)

Karena itu, Stoner membutuhkan ban dengan daya cengkram bagian depan yang istimewa, dan Ducati saat itu menggunakan ban yang sempurna untuk Stoner, Bridgestone.
Ban Bridgestone
Saat itu, Motogp belum menggunakan regulasi one tire manufacture yang membatasi penggunaan merek ban.

Setiap tim punya pilihan merek bannya sendiri-sendiri. Ada tiga merek ban yang hadir pada musim 2007, Michelin, Bridgestone dan Dunlop.
Pada 2007, FIM memberlakukan aturan pembatasan supply ban setiap serinya. Tim yang menggunakan merek ban dan sudah meraih kemenangan pada periode dua tahun (2005-2007) dibatasi hanya boleh mengggunakan 31 ban setiap pekan balap.
31 ban itu terbagi dari 14 ban depan dan 17 ban belakang. Macam kompon juga dibatasi, sehingga pabrikan ban tidak bisa membawa kompon baru saat berganti sirkuit.
Regulasi ini paling merugikan tim yang menggunakan ban Michelin. Michelin sebelumnya terkenal dengan ban yang disesuaikan dengan sirkuit, julukannya adalah Circuit Specific Michelin.

Sehingga di setiap seri, Michelin akan membawa kompon ban yang berbeda untuk digunakan pembalap.
Michelin juga punya ban khusus kualifikasi, kompon kualifikasi ini juga dilarang. Sehingga Michelin harus menyediakan kompon ban yang sama pada setiap serinya.
Bridgestone waktu itu memang dikenal punya pilihan kompon yang lebih sedikit, tapi memiliki jangkauan performa yang luas, tidak spesifik di satu sirkuit saja, julukannya adalah Wider Performance Bridgestone.

Sehingga tim-tim yang menggunakan ban Bridgestone sudah terbiasa dengan keterbatasan pilihan kompon ban.
Pabrikan yang bekerja sama dengan Bridgestone waktu itu adalah Ducati, Kawasaki dan Suzuki. Namun karena squad Ducati yang paling besar, arah pengembangan Ban Bridgestone lalu dibuat sesuai dengan arah pengembangan Ducati.

Sehingga Bridgestone membuatkan ban yang sangat sesuai dengan Ducati GP07 pada saat itu. Selain itu, Bridgestone juga dikenal punya ban depan yang istimewa, sehingga juga klop dengan Stoner.
Stoner yang sebelumnya membela LCR Honda sering mengalami kecelakaan karena kehilangan cekraman ban depan, waktu itu tim LCR menggunakan Michelin.
Kombinasi antar Stoner, Bridgestone dan GP07 ini nantinya akan jadi kunci kejuaraan musim 2007.
Jadi Motor Paling Dominan Ducati
Ducati Desmosedici GP07 sampai sekarang memegang rekor sebagai motor Ducati paling dominan di Motogp.

Ducati Desmosedici GP07 berhasil memenangkan 11 balapan, 10 lewat Stoner dan sekali lewat Loris Capirossi. Hasilnya GP07 sanggup membawa pulang gelar tim dan pabrikan.

Jika dibandingkan tahun 2022 dimana Ducati mendominasi musim 2022 dengan 12 kemenangan. Namun model GP22 hanya memenangkan delapan balapan, empat sisanya dimenangkan oleh model GP21.
Sehingga GP07 masih menjadi motor paling dominan Ducati di Motogp. GP07 juga mengantarkan Casey Stoner meraih salah satu selisih poin terbanyak di Motogp.
Stoner menjadi juara dunia pembalap pada musim 2007 dengan 367 poin, meninggalkan Dani Pedrosa di peringkat dua dengan selisih 125 poin.

Stoner bahkan mampu untuk mengunci gelar pada seri GP Jepang di Motegi, empat balapan sebelum seri terakhir.

Kesuksesan Ducati GP07 membuka lembaran baru sejarah Motogp yang waktu itu kembali mengalami perubahan regulasi.
Mesin yang powerful, ditambah ban yang sesuai serta pembalap yang berbakat membuat Ducati GP07 mampu untuk mendominasi jalannya Motogp 2007.
Walau butuh waktu lama bagi Ducati untuk mereplika kesuksesan GP07, tapi GP07 menjadi motor pertama Eropa yang mampu untuk mengalahkan pabrikan Jepang dalam beberapa dekade terakhir, sebuah prestasi yang patut dibanggakan.