Casey Stoner adalah pembalap hebat. Torehan dua kali juara dunia, 45 kali kemenangan, 89 podium dan 45 pole position dari semua kelas sudah lebih dari cukup untuk menjadi bukti.
Casey Stoner merupakan salah satu dari anggota Fantastic Four Motogp, sebuah nama yang diberikan oleh para fans untuk empat pembalap paling mendominasi di era 2000 hingga 2010an.
Bersama Valentino Rossi, Dani Pedrosa dan Jorge Lorenzo, Stoner kerap meramaikan perebutan gelar pada periode itu.

Catatan istimewa Stoner adalah menjadi pembalap pertama yang sukses mengantarkan Ducati menjadi juara pada tahun 2007 silam.
Stoner sukses menjadi pembalap pabrikan Eropa pertama yang meraih gelar juara dunia sejak Phill Read menjadi juara dunia dengan MV Agusta pada tahun 1974.
Terkenal dengan gaya balapnya yang sangat dipengaruhi cara membalap motor garuk tanah. Stoner memang dikenal sebagai pembalap yang mengandalkan sliding untuk membawa motor.
Kini sudah pensiun, Stoner masih sesekali muncul di paddock Motogp, entah sebagai komentator, tamu tim atau sekedar datang suka-suka saja.
Stoner juga kerap memberikan statement untuk beberapa pembalap atau untuk Motogp secara keseluruhan.
Stoner sangat sering dan sangat keras mengkritik Dorna dan FIM mengenai penggunaan elektronik dan aerodinamika yang kini dia rasa sudah sangat berlebihan.
Stoner berpikir kalau sekarang Motogp sudah sangat lebih mudah untuk dikendarai daripada pada saat dia masih membalap.
Namun hal ini malah justru membuat pembalap menjadi sulit untuk menyalip. Sementara Motogp tanpa aksi salip menyalip seperti sayuran yang hambar.
Jadi mari kita lihat kisah dari pembalap yang bejuluk Kuri-Kuri Boy ini!
Awal Karir
Lahir di Southport, Queensland Australia pada tanggal 16 Oktober 1985. Casey Stoner pindah ke Eropa pada tahun 2000 untuk mengejar meningkatkan karir balapnnya.
Sebelumnya di Australia, Stoner sudah cukup terkenal di arena balapan garuk tanah atau dirt track racing.
Pernah seminggu, Stoner memenangkan 32 balapan dirt track. Bakatnya yang besar itu membuat orang tua Stoner mendukungnya. Karena itu mereka pindah ke Inggris agar karir Casey bisa lebih berkembang.
Stoner kemudian mengikuti kejuaraan nasional Inggris dan Spanyol di kelas 125cc pada tahun 2000.
Mengendarai Aprilia, Stoner sukses memenangkan gelar juara nasional Inggris di kelas 125cc pada tahun 2000.
Musim 2001, Stoner masih membalap regular di kejuaraan nasional Inggris dan Spanyol secara bergantian.
Stoner kemudian mengikuti Telefonia Movistar Honda Academy yang diselenggarakan di Spanyol. Di mentori oleh Alberto Puig, di situlah Stoner pertama kali bertemu rival terberatnya di kelas Junior, Dani Pedrosa.
Stoner dan Pedrosa kemudian menjadi rival yang nantinya akan terbawa hingga saat mereka berada di kelas MotoGP.
Pada musim 2001 satu juga lewat keikutsertaannya di Telefonia Movistar Honda Academy, Stoner diberikan kesempatan untuk mengikuti dua balapan GP125 sebagai Wildcard.
Hasilnya tidak terlalu buruk, Stoner berhasil empat poin di GP Australia dengan duduk di posisi 12.
Stoner kemudian ditawari kontrak oleh Lucio Cecchinello untuk membalap di tim LCR Aprilia untuk kelas 250cc di kejuaraan dunia pada tahun 2002.
Stoner kemudian resmi debut di GP250 pada tahun 2002.
Debut di GP250
Di bawah naungan LCR Aprilia, Stoner debut langsung di kelas GP250 pada tahun 2002. Debut Stoner ini unik, karena sebelumnya dia hanya punya pengalaman dua kali start di kelas 125 pada tahun sebelumnya.
Di saat yang bersamaan, rival-rival Stoner di Academy terlebih dahulu debut di GP125 secara full terlebih dahulu.

Bahkan Dani Pedrosa yang merupakan juara Academy juga mulai dari GP125 terlebih dahulu. Keberanian Lucio Cecchinello untuk langsung membawa Stoner ke kelas 250cc membuat semua media tertuju pada Stoner.
Namun musim 2002 bukanlah musim yang impresif untuk Stoner. Dari 15 balapan Stoner gagal mendapatkan poin sebanyak enam kali dan tidak pernah meraih podium.
Hasil terbaik Stoner pada waktu itu adalah finish di posisi lima pada GP Ceko. Stoner kemudian memutuskan untuk turun ke GP125 pada musim selanjutnya.
Turun Kelas ke GP125
Musim 2003, Stoner kemudian memutuskan untuk turun kelar ke GP125 masih bersama LCR Aprilia.
Di musim keduanya di GP ini, Stoner tampil lebih baik. Pengalaman yang dia dapat di GP250 tidaklah sia-sia. Karena sudah pernah membawa motor yang lebih bertenaga, kini Stoner lebih cepat beradaptasi di kelas 125cc.
Pada musim itu, Stoner sukses mendapatkan empat podium satu diantaranya adalah kemenangan.
Stoner juga sukses tampil konsisten di barisan depan dan bersaing untuk podium. Pada akhir musim, Stoner menduduki peringkat delapan klasemen akhir dengan 125 poin.
Pada musim selanjutnya yakni musim 2004, Stoner memutuskan untuk pindah ke tim Red Bull KTM.
Kepindahannya ini langsung disambut dengan podium pada balapan pembuka di Afrika Selatan.
Sampai balapan ke tujuh di Brazil Stoner sukses mengumpulkan empat podium. Sayang Stoner harus absen pada GP German dan GP Inggris.

Empat balapan sesudah itu di GP Ceko, Portugal, Jepang dan Qatar, Stoner juga nihil poin karena terjatuh. Stoner kemudian meraih kemenangan pertamanya musim itu di GP Malaysia.
Podium terakhir Stoner pada musim itu dia peroleh di balapan kandang GP Australia 2004. Pada akhir musim, Stoner menempati peringkat lima dengan 145 poin.
Kembali ke GP250
Setelah hasil yang bagus dengan KTM pada musim 2004, musim 2005 Stoner ditarik kembali ke GP250 oleh LCR Aprilia.
Kali ini dengan pengalaman lebih, Stoner bersaing ketat sepanjang tahun memperebutkan gelar dengan rival lamanya dari Academy, Dani Pedrosa.
Pada musim itu Stoner sukses memenangkan lima balapan, GP Portugal, China, Malaysia, Qatar dan Turki.

Sayang pada GP Australia Stoner terjatuh dan menyerahkan juara seri kepada Dani Pedrosa, padahal saat itu dia berhasil memulai balapan dari pole position.
Stoner akhirnya harus mengakui keunggulan Pedrosa dan selesai ditempat kedua dengan selisih 55 poin. Stoner berhasil mengumpulkan 10 podium dan 254 poin.
Karena kesuksesannya Stoner kemudian dipromosikan oleh LCR team ke kelas MotoGP.
Debut di MotoGP.
Stoner kemudian debut bersama LCR Team di MotoGP pada musim 2006. LCR sendiri kemudian bekerja sama dengan Honda sehingga pada musim itu Stoner akan mengendari RC211V versi tahun 2005.

Sepanjang tahun Stoner berusaha beradaptasi semaksimal mungkin dengan RC211V bermesim lima silinder yang sangat powerful.
Stoner nampaknya tidak cocok dengan ban Michelin yang digunakan oleh tim LCR. Sehingga Stoner kerap kesulitan untuk melaju cepat.
Meskipun begitu, satu pole position dan satu podium menjadi prestasi tersendiri bagi Stoner pada tahun itu.
Pada akhir musim, Stoner menduduki peringkat delapan dengan 119 poin.
Tahun-tahun Ducati
Pada musim 2007 Stoner direkrut oleh Ducati menggantikan Sete Gibernau yang pensiun karena cedera.
Sebagai pembalap muda waktu itu, Stoner membeberkan bahwa dia sangat senang dapat bergabung dengan Ducati.
Namuns saat Stoner mencoba Desmosedici GP07, Stoner mulai khawatir kalau keputusan bergabung dengan Ducati adalah keputusan yang salah.
Karena GP07 sangat sulit untuk dibelokan. Musim 2007 adalah tahun pertama regulasi 800cc. Semua pabrikan Jepang mengembangkan motor yang lincah pada waktu itu.
Semuanya kecuali Ducati, Ducati justru mengembangkan motor dengan mesin monster tapi sulit menikung.
Namun bakat unik Stoner justru dapat membawa Ducati GP07 berjaya di musim 2007. Stoner yang punya gaya balap sliding yang hebat mampu untuk memaksimalkan GP07 yang punya chasis sulit membelok.

“Saya melepas gas untuk sedikit memberikan tekanan ke bagian depan dan membuka gas secepat saya bisa saat menikung” Kata Stoner saat dia menjelaskan cara menikungnya di sirkuit Philip Island (dikutip dari Bolasport.com).
Stoner jarang menggunakan rem depan, Danilo Petrucci pernah melihat data test Stoner pada tahun 2019 saat pertama kali membela Ducati. Petrucci bahkan bilang bahwa Stoner bisa tidak memakai rem depan pada sebuah lap.
“Masalahnya adalah, dia seorang pembalap yang tidak menggunakan rem depan dan menempatkan semuanya dalam akselerasi motor. Sedangkan saya melakukan yang sebaliknya.” Kata Petrucci (dikutip dari Sport Sindo News).
Karena gaya balap yang unik ini, Stoner sukses membawa GP07 menjuarai Motogp musim 2007.
Stoner memenangkan 10 balapan dan mengunci gelar di GP Jepang dengan 367 poin serta tiga balapan masih tersisa di musim 2007.
Stoner kemudian memulai tahun 2008 sebagai favorit juara, kemenangan di GP Qatar menguatkan status Stoner sebagai favorit.
Sepanjang ahun 2008, Stoner mendapatkan perlawanan kuat dari Valentino Rossi. Titik balik musim 2008 adalah GP Laguna Seca dimana Stoner dikalahkan oleh Rossi pada balapan itu.
Setelah GP Laguna Seca, performa Stoner mengalami penurunan. Karena penurunan ini Stoner akhirnya tidak bisa mempertahan gelarnya dan menyerahkan gelar juara dunia ke Valentino Rossi.
Stoner memenangkan enam balapan dan meraih 280 poin.
Penyakit Misterius dan Penurunan Performa Ducati
Musim 2009, Stoner memulai musim dengan kembali menjuarai seri pembuka di GP Qatar. Stoner menjadi rider kedua di era Motogp yang selalu memenangkan seri pembuka tiga kali berturut-turut setelah Valentino Rossi.
Kendati memulai musim dengan cukup baik dan beberapa kali menempel ketat Rossi-Lorenzo, bahkan Stoner mengakiri kemenangan beruntun Valentino Rossi di sirkuit Mugello. Pada pertengahan musim Stoner sering tidak dapat tampil kuat di balapan.
Stoner bahkan sudah terindikasi mengidap sebuah penyakit sejak GP Catalunya, dimana pada balapan itu Stoner muntah saat balapan dan sangat lemas pada saat di parc ferme.
Stoner kemudian divonis menderita penyakit intoleransi laktosa, dimana penyakit ini membuat Stoner mudah merasa lelah.
Stoner kemudian absen pada GP Ceko, Indianapolis dan Misano untuk menjalani pengobatan. Sesudah kembali ke Motogp di GP Portugal, Stoner sukses mengunci podium di posisi dua.
Di sisa musim 2009, Stoner memenangkan dua balapan yakni GP Australia dan Malaysia. Sementara di GP Valencia, Stoner memutuskan untuk tidak turun.
Pada akhir musim, Stoner kemudian meraih peringkat empat dengan 220 poin.
Musim 2010, menjadi musim terakhir Casey Stoner di Ducati. Pada pertengahan musim musim, Stoner memutuskan untuk meninggalkan Ducati dan bergabung dengan Honda.
Musim 2010 dimulai dengan pole position namun sayang Stoner tidak bisa menyelesaikan balapan.
Pada musim ini, performa Ducati Desmosedici GP10 tidak bisa memenuhi ekspetasi Stoner. Stoner sulit untuk kompetitif.
Namun bakatnya berhasil menutupi kekurangan GP10. Pada akhir musim Stoner berhasil meraih tiga kemenangan yakni di GP Aragon, Jepang dan Australia.
Mengantongi 225 poin dan duduk peringkat ke empat klasemen akhir.
Repsol Honda
Pada musim 2011 Stoner pindah ke Repsol Honda mengikuti idolanya saat waktu kecil, Mick Doohan.
Dengan Honda RC212V yang lebih kompetitif dan bakat Stoner yang besar, musim 2011 otomatis menjadi milik Stoner.

Stoner langsung tancap gas dari seri pertama dengan memenangi GP Qatar dengan dominan. Pada seri Spanyol-pun Stoner berhasil meraih pole position, namun sayang insiden dengan Valentino Rossi pada beberapa lap pertama membuat Stoner tidak bisa melanjutkan balap.
Selepas balapan, Rossi mendatangi Stoner untuk meminta maaf atas insiden yang tadi mereka alami.
Stoner menjawab permintaan maaf Rossi itu dengan ucapan
“Apa ambisimu melibihi bakatmu?” Kata Stoner (Dikutip dari Motogp.com)

Sesudah insiden itu, sisa musim Stoner selalu dihabiskan di podium dan pole position. Stoner berhasil memenangkan 10 balapan, meraih 350 poin dan merebut gelar juara dunia.
Musim 2012 dimulai dengan podium bagi Stoner. Awal musim ini Stoner masih terlihat mendominasi seperti musim-musim sebelumnya.
Namun pada GP Prancis 2012, Stoner mengumumkan untuk pensiun. Tidak lagi menikmati balapan menjadi alasan Stoner untuk pensiun.
Sayang, cedera menghantui Stoner di tahun terakhirnya ini. Kecelakaan di GP Indianapolis membuat Stoner harus absen pada GP Ceko, Misano dan Aragon.
Stoner lalu digantikan oleh Jonathan Rea untuk sementara pada GP Misano dan Aragon. Stoner baru kembali balapan di GP Jepang.
Kemenangan terakhir Stoner dia raih pada GP Australia 2012 setelah memulai balapan dari pole position dan berhasil mencetak fastest lap.

Pada GP Valencia, Stoner finish di posisi tiga dan mengakiri karirnya dengan podium dan posisi tiga klasemen akhir dengan 254 poin.
Keahlian Istimewa dan Kepribadian Casey Stoner
Setelah pensiun, banyak orang bertanya-tanya mengapa pembalap dengan usia masih muda (waktu itu Stoner masih 26 tahun) pensiun begitu saja.
Stoner memang memiliki bakat yang istimewa, Christian Gabarini selaku mantan kepala mekanik Stoner di Ducati dan Honda mengukapkan, bahwa bakat istimewa Stoner adalah kepekaan dirinya pada bukaan gas.
Semasa membalap di Ducati, Desmosedici GP07 adalah motor yang sangat kasar dan bertenaga. Untuk mengendalikannya dengan baik, diperlukan kepekaan bukaan gas yang baik.
Gabarini kemudian menjelaskan bahwak teknologi control unit pada waktu itu tidak bisa dengan pintar mengidentifikasi dan memotong bukaan gas untuk membantu rider.
Di situlah bakat Stoner terlihat. Stoner dapat lebih cepat menutup atau membuka bukaan gas sesuai dengan keadaan power mesin, melebihi elektronik control unit.
Sehingga Stoner bisa mengendalikan power motor dengan sangat baik walau motornya punya banyak power, hal ini juga terjadi saat Stoner pindah ke Honda.
Stoner meminta teknisi Honda mematikan semua bantuan elektronik pada test pertamanya, hasilnya dia selalu ada diposisi pertama saat tes pramusim.
Namun dibalik bakatnya yang besar itu, kelemahan terbesar Stoner sebenarnya ada pada kepribadiannya.
Stoner selalu menganggap personal banyak kritik dan pertanyaan wartawan pada dirinya. Stoner juga menjawab semua pertanyaan ini dengan personal.
Hal ini membuat Stoner lelah secara mental, hal ini diungkapkan oleh Rhys Edwards selaku Humas Komunikasi HRC pada waktu itu di documenter Hitting The Apex.
Kelelahan mental ini yang disinyalir menjadi penyebab utama Casey Stoner pensiun. Stoner sendiri mengungkapkan bahwa dia tidak lagi menikmati pekerjaannya karena 95% dari pekerjaannya berubah menjadi penjawab pertanyaan wartawan.
Jorge Lorenzo selaku salah satu saingan Stoner pernah berkomentar, bahwa sepertinya Stoner akan senang hidup di era 80an dimana waktu itu tidak terlalu banyak wartawan meliput Motogp.
Kehidupan Setelah Pensiun
Stoner kemudian mengisi kehidupannya sesudah pensiun dengan beberapa bisnis dan aktivitas. Bisnis Stoner antara lain adalah peternakan dan pertanian yang dia Kelola sendiri.
Stoner juga sering pergi memancing dengan teman-teman dan keluarganya. Memang sejak dari lama Stoner memperlihatkan kalau dia hobi memancing.
Stoner juga masih seseklai kembali ke lintasan Motogp. Dari tahun 2013 sampai 2016, Stoner adalah pembalap penguji Honda.
Stoner sering menguji parts-parts baru dari Honda RC213V yang dipakai oleh Marc Marquez dan Dani Pedrosa.
Dirinya juga bertanggung jawab mengembangkan RCV1000RR dan RC213V RS yang dipakai di MotoGP kelas Open waktu itu.
Kecewa dengan Honda
Pada musim 2015, Stoner sebenarnya mau untuk kembali turun balapan di GP Amerika dan Argentina untuk menggantikan Dani Pedrosa yang waktu itu cedera.
Sayang, Honda tidak menyetujui request Stoner itu karena waktu itu Stoner sudah tiga tahun tidak mengendarai motor Motogp secara kompetitif.
Honda juga tidak mempunyai motor yang disetting untuk Stoner dan tidak punya waktu untuk menyiapkannya.
Alasan terakhir Honda adalah karena kepala mekanik Stoner yang dulu yakni Christian Gabarini sudah ditugaskan untuk rider lain.
Karena alasan-alasan ini, Stoner kemudian gagal kembali ke MotoGP. Stoner kemudian mengonfirmasi keputusan Honda ini lewat twitter miliknya.
Untuk menghibur Stoner, Honda akhirnya menurunkan Stoner untuk balapan di Suzuka 8 hour race pada bulan Juli. Stoner akan membalap dengan Michael Van Der Mark dan Takumi Takahasi.

Sesudah berhasil meraih peringkat empat pada kualifikasi, Stoner sempat memimpin balapan sebelum akhirnya dirinya mengalami kecelakaan.
Menurut penuturan Stoner, kecelakaan terjadi karena bukaan gas tersangkut dan tidak bisa ditutup sehingga dia tidak bisa menekan kopling untuk mengurangi kecepatan.
Honda kemudian mengeluarkan permintaan maaf resmi untuk Stoner atas insiden ini.
Kembali ke Ducati
Karena adanya beberapa friksi dengan Honda, pada awal tahun 2016 Stoner kemudian kembali menjadi pembalap test Ducati.
Stoner kemudian menjadi test rider Ducati sampai pada tahun 2018. Dimana akhirnya Stoner memutuskan untuk berhenti menjadi pembalap test Ducati.
Alasan berhenti Stoner adalah karena Ducati jarang memakai sarannya dan lebih sering memakai data. Stoner kemudian merasa Ducati tidak memerlukan test rider selevel dirinya sehingga akhirnya memutuskan untuk berhenti.
Meskipun begitu, Ducati tetap menjadikan Stoner sebagai brand ambassador dan tetap diterima di Paddock Ducati saat berkunjung di sebuah balapan hingga sekarang.
Kerap Kritik MotoGP Modern
Stoner memang dikenal tidak terlalu menyukai perkembangan elektronik di Motogp. Menurutnya perkembangan teknologi yang terlalu banyak justru akan membuat Motogp tidak menarik.
Stoner bahkan sampai harus memuji Valentino Rossi untuk mengungkapkan kritiknya ini. Menurutnya, Valentino Rossi tetap menjadi rider terbaik jika semua elektronik Motogp dihilangkan.
Stoner mengkritisi juga perkembangan aerodinamika yang semakin lama semakin massif. Dia beranggapan aerodinamika justru membuat pembalap menjadi sulit menyalip.
Menurutnya, lebih baik motor sedikit lebih sulit untuk dikendalikan namun kerap ada aksi salip menyalip daripada sebaliknya.
Stoner menyarankan Dorna untuk menghapus aero fairing, holeshot device dan anti wheelie. Dia juga menyarankan penggunaan traction Control yang dibatasi untuk safety saja dan bukan menjadi komponen yang penting untuk mengendalikan motor.