Di setiap balapan MotoGP tentu kalian sudah familiar dengan gaya knee down (baca: ni dawn) atau yang juga disebut knee dragging (baca: ni dreging) , yaitu gaya menikung dengan menopangkan lutut di aspal saat balapan. Dan ternyata gaya itu tidak serta merta dilakukan oleh semua atlet balap pacu kuda besi itu.
Sebelum knee down ada, para pembalap menikung dengan bokong yang duduk manis diatas jok, sangat simetris dengan motornya, lutut rapat ke tangki dan kepala menunduk dibalik windshield (baca: winshild). Semuanya berubah pada pertengahan tahun 70an, pembalap menikung dengan gaya seolah-olah gelantungan di motor dan lututnya menyeret-nyeret aspal.
Lalu siapa pembalap pertama yang mngusung Gaya Knee Down? Ada beberapa literatur yang bilang kalau Kenny Roberts Senior. yang beken dipanggil King Kenny adalah pelopor nikung knee down. Ia juga adalah orang Amerika pertama yang menjuarai GP 500cc atau yang sekarang bernama MotoGP.
Hal itu tidak sepenuhnya salah karena memang Kenny Roberts Sr. (baca: senior) yang membuat teknik menikung seperti ini jadi populer di ajang MotoGP.
Tapi ternyata Kenny Roberts Sr. mengakui kalau gaya menikungnya yang bikin lutut turun sampai aspal itu terinspirasi dari pembalap lain. Pembalap yang jadi inspirasinya adalah Jarno (baca: Yarno) Saarinen, seorang pembalap legendaris asal Finlandia.
Jarno Saarinen memulai karir balapannya di ajang balap diatas trek es pada tahun 1961 dalam usianya yang baru 16 tahun.
Pada saat itu, Saarinen punya gaya balap yang khas dan berbeda dari pembalap lain karena ia selalu memposisikan dadanya di atas tangki, kemudian mengarahkan badannya searah dengan tikungan sambil mengeluarkan lututnya.
Cara menikung Jarno Saarinen akhirnya menginspirasi Kenny Roberts Sr. yang menyempurnakan gaya tersebut menjadi knee down yang akhirnya populer di ajang MotoGP.
Kenny Roberts Sr. melihat langsung aksi Jarno Saarinen saat balapan di Ontario Speedway pada tahun 1973 dan seketika langsung berpikir untuk menyempurnakan gaya knee down itu.
Sayang memang, Jarno Saarinen harus kehilangan nyawanya saat balapan Grand Prix kelas 250cc di Sirkuit Monza, Italia pada tahun yang sama.
Di lap pertama balapan tersebut seorang pembalap bernama Renzo Pasolini menghantam pembatas trek dan menewaskan dirinya, tapi motornya memantul lagi masuk trek dan menghantam Jarno Saarinen tepat di bagian kepala.
Kepergian Jarno Saarinen dan Renzo Pasolini membuat dunia balap terhenyak dan memperbaiki sistem keamanan dalam balapan saat itu.
Namun meninggalnya Jarno Saarinen tidak membuat gaya menikungnya yang khas hilang, malah semakin populer berkat Kenny Roberts Sr.
Beralih ke kisah Kenny Roberts Sr.,
Pada tahun 1978 ia turun semusim penuh di ajang Grand Prix 500 atau yang sekarang bernama MotoGP, dan ia langsung menyabet gelar juara dunia.
Salah satu kunci dari Roberts dalam meraih gelar dunia adalah gaya knee down yang digunakannya. Saat itu gaya membalap rider asal Eropa masih sangat konvensional dengan menjepit tubuh mereka ke tangki saat menikung.
Roberts yang berasal dari Amerika dan datang ke Eropa untuk mengikuti Grand Prix merasa tidak familiar dengan gaya tersebut, lalu ia mencoba dengan gayanya sendiri. Berbekal selotip yang dipasangkan ke bagian lutut baju balapnya ia lakukan gaya menikung ala dirt track plus teknik kneedown Jarno Saarinen di balapan aspal. Hasilnya? Tiga gelar juara dunia yang ia raih dari tahun 1978 sampai 1980 dan gaya tersebut digunakan sebagai gerakan basic menikung di ajang MotoGP sampai sekarang, sehingga wearpack (baca: wirpek) pembalap pun jadi punya knee protector.
Usai pensiun Kenny Roberts Senior mempelopori Ranch of Kenny Roberts untuk melatih pada generasi penerus pembalap Amerika dan salah satu muridnya adalah sang anaknya; Kenny Roberts Junior. yang kini juga menjadi legenda, Almarhum Nicky Hayden dan Collin Edwards.
Ide Kenny Roberts Sr pun diikuti oleh Valentino Rossi yang mendirikan VR46 (baca: Vi Ar Forty Six) Ranch di kampung halamannya, Tavullia, Italia. Sama seperti Roberts, Rossi menanamkan teknik dirt track untuk rider akademinya.