
Berawal dari Sirkuit Silverstone, Inggris, olahraga ini mendunia. Dari sekedar balapan para pria maskulin dan pemberani, menjadi ajang bisnis, riset, olahraga dan hiburan.
Lantas dimana unsur olahraganya? Layak kah Formula 1 disebut sebagai olahraga?
Bagiamana mungkin nyetir adu cepat mesin dibilang olahraga? Begitu pertanyaan awam sering dilontarkan. Mungkin juga banyak yang berfikir, jadi pebalap itu enak. Nggak banyak tenaga yang dikeluarkan. Setidaknya dibanding atlit lain. Pebalap itu kerjanya hanya duduk, menginjak pedal gas, menginjak rem. Menginjak pedal kopling pun tidak! Mana ada mobil balap jaman now yang pakai kopling, terutama Formula 1 yang merupakan mobil paling canggih sedunia. Dan satu lagi gerakannya adalah memainkan stir.
Coba bandingkan dengan pemain sepakbola yang harus kesana kemari mengejar bola, memperebutkan, mempertahankan, dan membawa lari lagi sampai gawang lawan untuk dijadikan sebuah gol cantik.
Tapi jangan salah, pebalap mobil formula bebannya tak kalah berat, bisa jadi jauh kebih berat dari pemain bola.
Kalau dilihat sekilas memang hanya duduk. Tapi duduk bukan berarti tidak mengeluarkan tenaga, kan? Memangnya menginjak pedal gas nggak pakai tenaga?. Memangnya menginjak pedal rem juga nggak pakai tenaga? Memangnya memainkan stir nggak pakai tenaga?
Itu beban aktif. Belum lagi beban pasif. Dimana pebalap harus menahan beban gravitasi akibat pergerakan mobil yang sangat cepat, lalu tetiba juga mengharuskan melambat dalam waktu yang singkat ketika melakukan pengereman. Saat itu beban aktif dan pasif bersamaan menekan tubuh pebalap!
Gambarannya seperti ini, ketika mobil melaju kencang, misalnya, di kecepatan 300km/jam, tiba-tiba harus memperlambat dengan melakukan pengereman secara ekstrem, maka diperlukan tenaga untuk menginjak pedal rem sebesar 160kg. Itu beban aktif.
Lalu ketika mobil melambat dari 300km/jam ke kecepatan 100km/jam, akan memberi beban pada tubuh karena gaya lateral depan. Seperti ketika kalian melaju di kecepatan 200km/jam dan tiba-tiba mobil kalian menabrak obyek diam tanpa melakukan pengereman. Tubuh Anda yang seharusnya terlempar, kini tertahan oleh seatbelt. Dan leher Anda akan terasa ditarik ke depan dengan sangat kencang. Besaran beban itu antara 2G ( ‘G’ dibaca Ji) sampai dengan 5,4G. ‘G’ yang saya maksud disini bukan Gram. Tapi G dalam satuan ukur G-force untuk mengukur besaran gaya. Dalam hal ini gaya dorong ke depan.
Sedangkan saat akselerasi penuh dari diam, hingga 2 persekian detik, tubuh pebalap akan ditarik dengan keras, serasa dibenturkan pada jok mobil. Bagian tubuh yang paling ‘lemah’ terkena efek G-force adalah leher. Jadi sampai disini paham, kan, kenapa leher pebalap hampir semuanya besar. Karena sudah dilatih sedemikian rupa untuk menahan G-force.
Jarno Trulli mantan pebalap Toyota pernah mengisahkan, Waktu pengereman setelah pitlane di tikungan pertama di Hockenheim, matanya serasa buta selama beberapa detik!. Tentu ini akibat tubuh mengalami G-force yang luar biasa sehingga mengganggu aliran darah ke otak.
Rio Haryanto mantan pebalap nasional yang pernah tergabung Tim Manor tersebut juga pernah berujar, ketika mengawali balap Formula 1, kepala bagian belakannyag sakit akibat G-force.
Ketika mobil menikung dengan kecepatan tinggi, leher akan ditarik kesamping. Samping kiri kalau mobil menikung ke kanan. Ditarik samping kanan kalau mobil menikung ke kiri. Besaran G-force pun bervariasi, antara 2G sampai dengan 5G!
Selain kaki, leher, jangan lupa tangan juga menerima beban yang tak kalah ‘sangar’. Memang, teknologi Formula 1 jaman sekarang sangat meringankan beban pebalap, dengan meniadakan tongkat persneling, dan mengganti dengan Paddle shift, tapi disisi lain musti menggerakan stir untuk mengendalikan mobil, kan?
Berapa ribu kali tangan harus memutar stir, ke kiri, ke kanan, menahan ketika mobil mulai spin supaya tidak terlempar secara liar di lintasan adalah beban di tangan yang harus diatasi oleh pebalap.
Lalu berapa besaran beban yang harus diterima pebalap?
Yang jelas, secara keseluruhan diatas 3G dan berkalli-kali terjadi dalam satu race! apakah G itu berarti Gram? Tidak. G dalam G-force. Lalu kalau di konversi, satu G berapa kilogram? Saya tidak akan paparkan hal-hal rumit terkait G dengan rumus fisikanya yang sangat rumit. Tapi saya akan memaparkan sebuah analogi sederhana hingga mudah dipahami dan diterima secara sederhana pula.
Jadi kalau pebalap mendapat beban sebesar 2 G, berarti mendapat beban 2 kali lipat berat badan pebalap tersebut. Misalnya, Lewis Hamilton dengan berat badan 75KG, ketika melakukakan pengereman dan dapat G-force, misalnya 2 G, maka dia dapat beban sekitar 150KG. Jadi sederhananya, ketika Lewis melakukan pengereman, seperti dihempas oleh benda yang beratnya 150KG! itu kalau beban yang diterima sebesar 2G. kalau 5 G, berarti beban sebesar 350KG siap melempar badannya kedepan. Disinilah peran seatbelt diperlukan. Masalahnya, sampai berapa ribu kali para pebalap itu melakukan akselerasi, pengereman, menikung dengan kecepatan tinggi, atau bahkan mengalami tabrakan!?
Belum lagi di dalam kokpit dengan baju balap yang terbungkus rapat, menjanjikan sebuah ‘ruangan’ yang mirip oven. Bisa dibayangkan kalau mereka balapan di Abu Dhabi dengan suhu luar diatas 40 derajat celcius kan?
Masih belum habis siksaan fisik. Ada lagi siksaan psikis yang bakal diterima oleh pria-pria hebat itu. Target tim, tekanan dari pebalap lain, sampai dengan pertikaian kecil akibat salah paham, seperti pebalap jaman dulu sering lakukan. Antara Senna dengan Schumy, antara Senna dan si sableng, Eddie Irvine, antara Montoya dan Jacques Villenueve, dan masih banyak lagi. Walhasil, dengan segala beban yang menimpa para pilot jet darat itu, wajar kalau mereka mampu membakar 1600 kalori dan kehilangan banyak cairan tubuh yang berakibat ke penurunan berat badan sebesar 3-4 KG setiap menyelesaikan race.
Pendek kata, dengan segala keadaan yang ada, dengan beban berat baik fisik maupun psikis, sekaligus dibumbui intrik politik, bisnis, dan pernik-pernik di paddock, mereka menyajikan hiburan yang jauh lebih menarik daripada sekedar sirkus!
Jadi, kalau Anda sering melihat tulisan di bak belakang truk, bahwa “ Beratnya rindumu tak seberat muatanku,” lalu ditimpali oleh Dilan, bahwa, “ Rindu ini berat, biar aku yang nanggung.” Sah-sah saja kalau para pilot Formula 1 membalas mereka berdua dengan kalimat, “ Beratnya rindumu nggak seberat beban G-force-ku!” !