Mendengar nama Barry Sheene pasti akan terdengar sangat asing bagi penggemar MotoGP di era modern ini. Padahal, dia adalah salah satu pembalap dengan attitude yang terlihat bengal dan serampangan, pokoknya gaya hidupnya sangat rock and roll .
Tampil di depan publik sambil merokok bukan hal aneh bagi pembalap asal Inggris ini. Bahkan, helm Sheene yang kerap dijuluki ‘Bazza’ sengaja dibuatkan lubang hanya untuk memudahkan dia jika ingin merokok di area start.
Helm bermerk Bell ini sempat dilelang mulai dari 2.000 Poundsterling atau nyaris 3.000 Euro atau setara Rp 47 juta pada akhir April 2015 silam.
Lubang tersebut memang bukan bawaan pabrik, tetapi di bor karena pembalap asal Inggris ini kerap masih ingin merokok saat menjelang start. Nah, lubang itu nantinya akan ia tutup dengan sticker yang sudah disiapkan sesaat sebelum start.
Berbicara tentang sisi kontroversial pembalap yang satu ini tidak berhenti sampai situ. Sheene juga terkenal sebagai peminum alkohol berat dan gaya hidup playboy yang dimiliki membuatnya sering tampil dengan banyak wanita cantik.
Menariknya, meski bersifat seperti itu Sheene selalu dicintai banyak orang sehingga gaya hidupnya yang seperti bintang rock menjadi magnet bagi anak muda di masanya. Tak hanya itu saja, Sheene juga memiliki teman artis kelas dunia.
Seperti halnya personil The Beatles yaitu Ringo Starr dan George Harrison yang berteman baik dengan Sheene.
Begitu juga Juara Dunia Formula 1 1976 asal Inggris yaitu James Hunt yang juga sahabatnya.
Apalagi, James Hunt pun memiliki gaya hidup yang tak jauh beda dengan Barry Sheene, glamor, rock n roll dan bahkan playboy.
Dengan kesuksesan serta gaya hidup itu, Sheene pun menarik perhatian Stephanie McLean, model terkenal asal Inggris.
Bahkan, Stephanie sampai rela menceraikan suaminya demi untuk bisa hidup bersama Sheene.
Kalau berbicara karir dia memang sukses dan terkenal sebagai pembalap yang kompetitif pada zamannya. Sheene memulai karir balapnya di tahun 1968 saat usianya 18 tahun.
Di tahun 1970, Sheene sudah mengikuti kejuaraan dunia pertamanya untuk kelas 125 cc. Kemudian pada tahun 1971 ia langsung turun di 3 kelas sekaligus yaitu pada kelas 50cc, 125cc dan 250cc. Masing-masing menggunakan motor dari pabrikan yang berbeda, yakni Kreidler di kelas 50cc, Suzuki di kelas 125cc dan Derbi di kelas 250cc. Namun hasil terbaiknya ada di kelas 125cc dengan mendapatkan peringkat ke 2 pada akhir musim.
Pada musim berikutnya atau tahun 1972, Sheene mencoba konsentrasi pada kelas 250cc saja dengan motor Yamaha. Sayang prestasinya hanya sebatas peringkat 13 pada akhir musim. Akhirnya ia absen pada kejuaraan Grand Prix tahun berikutnya dan hanya mengikuti kejuaraan formula 750cc dengan motor Suzuki.
Barulah pada tahun 1974 Sheene mendapat kesempatan untuk menjajal kelas paling bergengsi atau GP500 (dibaca inggris) dengan Suzuki. Sheene menunggangi Suzuki RG500 (dibaca inggris) dan secara konsisten berhasil menduduki peringkat 6 klasemen akhir pada musim 1974 dan 1975.
Pada tahun 1975 rider bernomor 7 itu mengalami kecelakaan dahsyat di sirkuit Daytona. Kecelakaan yang hampir menamatkan karirnya itu disebabkan ban belakang dari RG500 nya pecah ketika pada kecepatan kurang lebih 280 km/jam dan membuat Sheene mengalami banyak patah tulang pada bagian tubuhnya.
Setelah beristirahat hingga sembuh dari cidera, Sheene kemudian tampil meyakinkan pada musim balap 1976. Ia memenangkan 5 seri dari 6 starts yang dijalani membuatnya tampil sebagai juara dunia diatas motor Suzuki dan sekaligus mematahkan dominasi Giacomo agostini pada kelas GP500!.
Atas prestasinya, itu Sheene mendapat anugrah medali kehormatan dari kerajaan Inggris. Dan ketika berhasil mempertahankan gelar juara dunianya pada tahun 1977, ia mendapatkan gelar kehormatan sebagai bangsawan Inggris.
Pada musim balap 1978 Barry Sheene mendapat persaingan sengit dari pembalap ‘rookie’ Yamaha, Kenny Roberts Sr. Ia pun tidak mampu mempertahankan gelar juara dunianya dan hanya mampu meraih peringkat ke 2 pada akhir musim. Bahkan pada musim berikutnya, Sheene hanya mendapat peringkat ke 3. Akhirnya pada 1980 Sheene memutuskan untuk pindah ke tim Yamaha walaupun hanya dengan tim satelite. Baru pada musim 1981, Barry Sheene bergabung dengan tim pabrikan Yamaha bersanding dengan Kenny Roberts Sr. yang saat itu sudah 3x mengantongi gelar juara Dunia (1978-1980) .
Menggabungkan 2 juara Dunia pada satu tim nyatanya tidak membuat Yamaha menjadi tim yang kuat. Persaingan keras antara Barry Sheene dan Kenny Roberts Sr. di lintasan justru mampu diambil alih oleh Marco Lucchinelli dan menjadikannya juara Dunia pada musim 1981. Sementara Sheene harus puas pada peringkat ke 4 di bawah Randy Mamola dan Kenny Roberts Sr.
Pada musim 1982 Sheene kembali mengalami cedera akibat kecelakaan di sirkuit Silverstone dan membuatnya hanya mampu meraih peringkat ke 5 pada akhir musim. Akhirnya pada tahun 1983 Sheene memutuskan untuk kembali ke tim Suzuki. Namun sayang, kembalinya lagi ke Suzuki tak mampu membuatnya menjadi juara Dunia lagi. Ia hanya finish di urutan ke 14 pada akhir musim .
Sadar dirinya sudah tak bisa bersaing lagi dengan pembalap lainnya, Bazza pun akhirnya memutuskan untuk pensiun pada akhir musim 1984 .Selepas pensiun dari dunia balap, keluarga Sheene pindah ke Australia pada akhir 1980-an dengan harapan bahwa iklim yang lebih hangat disana akan membantu mengurangi beberapa rasa sakit radang sendi yang disebabkan cidera Sheene dimasa lalu. Ia menetap di sebuah properti di dekat Gold Coast. Sheene memulai bisnis pengembang properti dan juga berperan sebagai komentator di acara televisi motor sport Australia.
Sayang, usia Sheene tak cukup panjang. Pada juli 2002, Barry Sheene didiagnosis terkena kanker kerongkongan dan lambung. Ini akibat dari kebiasaanya yang suka merokok dan meminum minuman beralkohol dimasa lalu. Akhirnya pada tanggal 10 Maret 2003 Sheene meninggal dunia di Gold Coast-Austria. Ia meninggalkan seorang istri dua orang anak dan jutaan fans MotoGP di seluruh dunia.
Saat ini, Barry Sheene masih diingat oleh para penggemar balap, dan tetap menjadi pembalap legendaris di Inggris sampai hari ini. Sheene adalah sosok orang yang punya sifat berontak ketika muda, seorang yang pernah menjadi supir pengantar barang yang berhasil menjadi superstar di olahraga yang bergengsi ini, dan menjalani gaya hidup playboy semasa hidupnya. Tapi hidupnya tidak selalu dipenuhi dengan kesenangan seperti itu – dia juga berjuang keras untuk melalui masa sulitnya dari cidera parah untuk kembali ke lintasan balap, dan kembali mendominasi di Grand Prix.
Pada akhirnya popularitasnya yang bertahan hingga sekarang ini lebih karena dari kepribadian dan kemampuannya untuk mengatasi kesulitan ketimbang karena rekor balapnya.