Motor Desmosedici sejak dulu selalu sangat cepat di lintasan lurus berkat komponen katup desmodromicnya, namun ketika motor mulai memasuki tikungan dan melintasi tikungan semenjak dulu selalu merupakan titik kelemahannya. Sampai saat ini akhirnya, setelah lebih dari satu dekade, pembalap Ducati tidak lagi komplain tentang performa corner entry maupun menikung, yang berarti Ducati akhirnya telah membangun motor yang bisa dibilang sempurna.
Hal ini tentu sangat membuat khawatir kelima pabrikan pesaing lainnya, terutama setelah Ducati memutuskan akan menurunkan 8 motor GP21 dan GP22 tahun ini.
Lalu bagaimana Ducati bisa membangun motor seperti ini ?
Motor V4 bisa menghasilkan tenaga yang lebih besar dari motor inline4 karena crankshaft, camshaft dan crankcasenya yang lebih kaku, sehingga bisa memutar lebih agresif. Dengan sudut 90 derajat V4 tentu akan lebih baik, karena akan memiliki keseimbangan yang sempurna.

Sistem kerja desmodromik membuka dan menutup katup dengan camshaft, alih-alih menutupnya dengan pegas. Kelebihannya adalah mengurangi gesekan pada RPM menengah dibandingkan dengan sistem pegas ataupun pneumatik, yang mana memberikan motor Ducati 3 keuntungan yaitu, lebih sedikit kehilangan tenaga dan konsumsi bahan bakar yang lebih efisien, akibatnya dengan konsumsi bahan bakar yang efisien memungkinkan motor Ducati untuk menjalankan mesinnya mencapai horsepower maksimal dalam balapan ketimbang motor pabrikan lain.
Dari dulu memang Ducati selalu terobsesi dengan top speed, karena top speed yang tinggi memberikan pembalapnya keuntungan yang besar dalam balapan. Pembalap Ducati menjadi lebih mudah menyalip, resiko crash yang lebih sedikit ketika menyalip lurus dan lebih menghemat ban ketika menyalip di lintasan lurus.
Secara teori semua pabrikan di MotoGP seharusnya membuat langkah besar dalam hal peningkatan horsepower motor tahun ini, karena tahun 2022 menandai berakhirnya 2 tahun aturan pembekuan mesin. Namun Ducati tidak begitu yakin akan hal ini.
Menurut Direktur Teknis Ducati, Davide Barana , dalam 10 tahun terakhir penggunaan mesin 1000cc peningkatan horsepower motor hanya sekitar 10% saja, sehingga sangat sedikit yang bisa ditingkatkan di area ini. Oleh karena itu, sangat sulit memastikan rekor top speed 362,4 km/jam yang diraih Johan Zarco di Qatar tahun lalu akan terpecahkan tahun ini. Meski begitu dirinya dan tim tetap akan mencoba membuat peningkatan karena cara termudah untuk menyalip adalah di lintasan lurus.
Peningkatan pada sasis juga sangat membantu. Semenjak Gigi Dall’Igna tiba di Ducati di akhir 2013, dia secara bertahap telah mengatasi kekurangan pada sasis motor, dengan memperbaiki keseimbangan, geometri dan yang paling utama kekakuan sasis yang pas untuk meningkatkan performa dalam menikung. Sasis yang terlalu kaku juga tidak bagus, dibutuhkan juga sasis yang lentur pada saat motor menikung di sudut kemiringan yang tinggi, yang mana ini sangat sulit dilakukan. Karena pembalap yang bisa menikung lebih cepat tentu akan bisa memutar gas dengan cepat juga saat keluar tikungan.
Kemudian ada inovasi perangkat perangkat yang dibuat oleh Dall’lgna, mulai dari aero downforce, holeshot device dan shapshifter, yang mana memberikan keuntungan besar dalam hal start balapan dan yang lebih penting lagi meningkatkan keunggulan motor Ducati di sektor lintasan lurus.
Dan akhirnya, aerodinamika yang meningkatkan grip, yang mana ini merupakan area yang paling menarik dari departemen R&D Ducati, karena belum ada pabrikan selain Ducati yang melakukan ini.
Ducati pertama kali serius membuat aero di tahun 2016, tujuannya untuk mengimbangi software Magneti Marelli yang dikenal kurang canggih dalam program antiwheelienya. Dan semenjak itu para insinyur Ducati semakin jauh mengembangkan perangkat aeronya, karena horsepower besar motor Desmosedici membuat Ducati tidak perlu khawatir soal hambatan udara tambahan yang diakibatkan oleh peningkatan downforce dari aero ini.
Setiap tahun Ducati melakukan langkah maju dengan teknologi aerodinamika barunya, tahun lalu ada penambahan diffuser yang terinspirasi dari Formula 1 di bawah fairing motor. Ini merupakan langkah yang bersejarah karena ini pertama kalinya aerodinamika seperti itu hadir di ajang balap motor.
Diffuser ini mempercepat aliran udara di antara fairing dan aspal, yang mana akibat aliran udara yang cepat ini akan menciptakan area udara bertekanan rendah dan akhirnya meningkatkan downforce. Efek ini membuat motor seakan tertarik ke aspal, yang mana akan meningkatkan grip dan kemudian meningkatkan performa menikung.
Ducati mungkin menjadi pabrikran pertama yang mencapai hal ini, namun pabrikan lain tampaknya sudah mulai berpikir untuk mengambil arah pengembangan ini.
Kekuatan Ducati saat ini tidak hanya bergantung pada sisi pengembangan motornya saja, namun juga pada para pembalapnya. Pabrikan Ducati sekarang punya sikap baru terhadap perlakuannya pada para pembalap, yang mana Ducati saat ini menganggap pembalap juga memiliki andil yang setara dengan motor. Tahun lalu Ducati membawa 2 pembalap muda ke dalam tim parbikan dan bahkan mendatangkan 3 pembalap yang lebih muda ke dalam tim satelitnya.
Pembalap muda biasanya lebih mudah diarahkan dan lebih menerima semua saran dari tim, yang mana ini sangat penting, karena lebih dari apapun pembalap harus mau mendengarkan insinyur tim agar bisa beradaptasi dengan motor MotoGP yang dikenal sebagai motor paling rumit di dunia.
Rekan setim Miller, Pecco Bagnaia adalah pembalap terkuat Ducati tahun lalu, dengan memenangkan 4 balapan di 6 balapan terakhir dan mengakhiri musim sebagai runner up. Bila dia bisa menjaga performanya ini, maka bisa saja Bagnaia akan meraih titel MotoGP 2022, yang merupakan musim keempatnya di MotoGP.
Bagnaia dikenal sebagai pembalap yang mengandalkan corner speed tinggi ketika menjadi juara dunia Moto2 2018, dan gaya balapnya itu tetap dibawa di MotoGP. Meski begitu, Bagnaia menghabiskan 2 musim pertamanya di kelas MotoGP dengan terlalu sering crash, karena mencoba melakukan corner entry yang terlalu cepat dan kemudian kehilangan cengkraman ban depan.
Sedikit demi sedikit Bagnaia mulai memperbaiki masalahnya itu, dengan mulai mempelajari cara mengerem yang lebih keras dan mempelajari cara untuk memanaskan ban depan secepat mungkin saat mulai keluar dari pitlane. Dan tahun lalu hasilnya Bagnaia terbukti sangat cepat dan lebih sedikit crash.
Bagnaia pun akhirnya memuji motor Ducati 2021 merupakan motor yang sempurna karena ia mendapatkan feeling yang hebat di front end motor dan memberikannya kepercayaan diri untuk melakukan pengereman dan kemudian memasuki tikungan.
Para pembalap MotoGP dikenal sangatlah jarang mau memberikan pujian terhadap motor yang mereka tunggangi, namun dengan pujian yang terlontar dari Bagnaia sangatlah jelas Ducati saat ini memiliki motor yang sempurna.
Sumber: Mat Oxley