Beberapa pembalap bintang dengan track record bagus, mengakhiri musim balap 2019 dengan hasil yang tidak sesuai ekspektasi. Berikut ini, kami akan menguraikan penyebab mereka tidak tampil seperti yang diharapkan.
- Yang pertama ada Danillo Petrucci
Petrucci adalah salah satu dari empat pembalap yang bisa mengalahkan Marc Marquez di musim ini, dan melakukannya dengan cara yang spektakuler untuk meraih kemenangan perdananya, yang membuatnya mendapatkan perpanjangan kontrak hingga musim 2020. Sebelum itu, ia tampaknya telah memantapkan dirinya sebagai pembalap nomor dua, yang membantu Andrea Dovizioso, dan sedang berjuang membuat Ducati meraih gelar juara dunia untuk pertama kalinya sejak taun 2007.
Namun Petrucci tidak bisa finish di urutan lima besar dalam 10 balapan terakhir musim 2019. Hasil ini terlihat aneh bagi pembalap yang telah berhasil meraih hasil yang menjanjikan di awal musim, dan sudah mendapatkan perpanjangan kontrak dari Ducati.
Petrucci, menurut pengakuannya, jelas mengakui bahwa penurunan performa pada akhir tahun 2019 hampir tidak dapat diterima, kemudian ia mengadakan pertemuan dengan bos tim Ducati untuk mencoba menemukan masalah yang membuat performanya menurun . Tetapi, seperti yang ditunjukkan oleh direktur olahraga Ducati, Paolo Ciabatti, Ducati belum memiliki jawaban atas hal ini.
- Yang kedua ada pembalap Yamaha Petronas SRT, Franco Morbidelli.
Morbidelli memang baru bergabung dengan Yamaha, motor yang baru bagi dirinya dan timnya. Dia belum bisa meraih podium, tapi dia masih bisa finish di lima besar beberapa kali, dan empat kali start dari barisan depan. Hasil ini mungkin akan membuatnya terus mendapatkan pekerjaan di MotoGP selama beberapa tahun mendatang.
Jika rekan setim Morbidelli adalah Alvaro Bautista, Jorge Lorenzo atau Dani Pedrosa, jarak 77 poin dari rekan setim Petronas Yamaha lainnya tidak akan menjadi masalah. Tetapi jarak poin yang begitu banyak dari seorang pembalap rookie yang kurang bersinar di Moto2 dan Moto3, membuat penampilannya di musim 2019 tampak tidak bagus .
Meski begitu, ia membuat langkah maju dalam mengendarai Yamaha M1 (baca: Em Wan) menjelang akhir musim, dan secara andal menantang mentornya, Valentino Rossi, yang telah mengisyaratkan selama musim 2019 bahwa ia dan anak didiknya itu mengalami kesulitan dengan motor Yamaha M1 2019, dikarenakan keduanya memiliki gaya balap yang mirip, dibandingkan dengan Quartararo dan Vinales.
Bukanlah suatu hal yang memalukan kalah dari pembalap yang jelas memiliki bakat luar biasa dan musim yang sensasional seperti Quartararo, tetapi jika Morbidelli ingin medapatkan kursi sebagai pembalap pabrikan Yamaha dalam waktu dekat, ia harus keluar dari bayang bayang Quartararo di musim yang akan datang.
- Yang ketiga ada Aleix Espargaro dari Aprilia Racing Team Gresini.
Ini adalah tahun ketiga Aleix Espargaro berada di Aprilia, dan ia tidak pernah behenti untuk mengkritik motor Aprilia RS-GP (baca: Ar Es Ji Pi) ketika diperlukan, ini menandakan bahwa ia cukup dewasa karena ia belum menyerah pada proyek pengembangan motor Aprilia.
Aleix Espargaro memandu tim ini keluar dari jalan buntu yang sempat melanda tim ini tahun lalu, dan motor ini sudah membuat langkah maju pada tahun 2019. Espargaro menganggap dia sekarang cukup bisa untuk memperebutkan hasil podium dengan motor ini, namun mungkin itu klaim yang terlalu ambisius.
Selama di Aprilia, Espargaro selalu mengalahkan rekan setimnya, itulah mengapa Aleix Espargaro hampir tidak mungkin untuk ditendang oleh Aprilia, karena ia memang belum pernah memiliki rekan setim yang sama lebih dari 1 tahun.
Dari segi performa, motor Aprilia kurang lebih selevel dengan KTM, tetapi Espargaro tidak pernah meraih hasil yang menonjol untuk menyamai torehan pembalap rookie Miguel Oliveira yang berhasil finish di urutan kedelapan di Austria, Johann Zarco yang berhasil meraih start dari posisi ketiga di Brno, atau beberapa kali hasil heroik dari saudaranya Pol Epargaro. Dan ketika motor RS-GP sedang dalam kondisi terbaiknya di Phillip Island, malah rekan setimnya Andrea Iannone yang bersinar lebih terang dengan berasil finish di urutan keenam.
- Pembalap yang tentunya paling disorot atas penampilannya yang menurun adalah Valentino Rossi
Sekarang Rossi berusia 41 tahun, Rossi terlihat masih betah berada di kejuaraan tertinggi balap motor ini. Dia berhasil finish runner up di Argentina dan Austin. Namun dia hanya mencetak 37 poin lebih sedikit dari rekan setimnya di Yamaha yang usianya dua kali lebih muda darinya.
Rossi berbagi tempat bersama tiga pembalap Yamaha lainnya, dan pada seri seri akhir musim 2019, hampir dipastikan bahwa hasil balap yang dia raih dari setiap seri adalah menjadi pembalap Yamaha yang paling lamban dalam hal catatan putaran waktu.
Kesulitan dalam sesi kualifikasi bukanlah hal baru bagi Rossi, tetapi mengingat peningkatan performa dari Yamaha M1 di akhir musim menjadi semakin jelas bahwa performa Rossi sangat menurun. Ketika Maverick Vinales dan Fabio Quartararo finis di posisi tiga besar di hampir setiap sesi latihan atau kualifikasi, dan rekan setim Quartararo, Franco Morbidelli, sering menempati urutan 3 besar atau setidaknya lima besar, Rossi biasanya berada di luar posisi lima besar atau bahkan sepuluh besar.
Pada akhirnya, Rossi hanya bisa lolos ke sesi kualifikasi Q2 sebanyak enam kali, dari total keseluruhan 12 kali ia harus menjalani sesi kualifikasi Q1, dan Rossi merupakan pembalap Yamaha di urutan terendah dalam sesi kualifikasi di empat balapan terakhir. Namun, yang lebih memprihatinkan adalah ketika ia finish 24 detik di belakang pemenang balapan di Aragon, 19 detik di Thailand, 16 detik di Australia dan 23 detik di Valencia. Ia terhambat oleh kurangnya kecepatan puncak dan cengkraman ban belakang motornya di sepanjang musim 2019.
Namun Rossi tetap masih menjadi bintang MotoGP yang paling laku dan ikon Yamaha. Keinginannya adalah bahwa ia akan tetap bertahan selama yang ia inginkan. Cukup adil mengingat apa yang telah ia capai dalam olahraga ini. Namun, musim 2019 adalah tanda paling jelas dari penurunan performanya.