Sejak dimulainya era dimana setiap pembalap harus memakai elektronik Margenti Marelli dan ban Michelin pada Maret 2016, Marc Marquez sudah memenangkan juara dunia 4 kali dan 32 kali kemenangan dari 73 balapan yang digelar. Ini terjadi bukan kebetulan semata.
Ada banyak alasan kenapa pembalap 27 tahun tersebut selalu mendominasi. Sebagian besar memang berkat bakatnya yang luar biasa saat ini di antara pembalap lainnya di MotoGP, dan dia mendapatkan kecocokan yang maksimal dari Honda RC213V nya
Marc Marquez bisa beradaptasi sangat baik dengan cara mengubah gaya balapnya ke berbagai perubahan kondisi, ini mirip seperti bunglon yang bisa berganti warna menyesuaikan warna di lingkungan sekitar. Bakat luar biasanya ini membuatnya bisa memanfaatkan keunggulan dari spesifikasi ban Michelin dan spesifikasi elektronik Magenti Marelli.
Sebelum era Michelin dan Magneti Marelli, saat dimana pabrikan membuat sendiri elektronik sesuai permintaan pembalap mereka dan penggunaan ban Bridgeston, para pembalap bisa mengatur motornya berperilaku sebagaimana yang diinginkan di setiap sirkuit dan di setiap kondisi.
Namun spesifikasi elektronik di era sekarang relatif lebih rendah, jadi pembalap harus pintar beradaptasi dengan grip ban belakang, keseimbangan motor dan lain sebagainya.
Karakter ban Michelin ini berubah ubah setiap seri balapan. Kadang pembalap mendapat ban yang memiliki grip yang baik dan kadang memiliki grip yang rendah. Apa yang dilakukan Marquez pada sesi latihan sebelum balapan adalah menutup kekurangan grip ban tersebut dengan mencari batasan grip ban, dengan cara seperti yang ia lakukan ketika ia sering berhasil selamat dari terjatuh dengan mengandalkan siku-nya.
Bakat ‘bunglon’ Marc Marquez sudah terlihat sebelum Michelin dan Magneti Marelli tiba yaitu di Le Mans pada tahun 2013 saat dia masih menjadi pembalap rookie… Marc bertarung untuk pertama kalinya dalam balapan basah. Kondisi dan temperatur lintasan Le Mans saat itu sangat rendah dan sulit. Namun hanya delapan lap Marquez mampu memahami dan menjadi pembalap tercepat, lebih cepat dari semua pembalap bintang MotoGP yang sudah berpengalaman mengendarai motor MotoGP dan ban Bridgestone selama bertahun-tahun.
Namun Marc Marquez bukanlah satu satunya pembalap yang mempunyai kemampuan luar biasa ini. Casey Stoner juga mempunyai kemampuan ini. Dia sudah menjadi juara dunia pada motor Ducati yang tidak satupun pembalap bisa mengendalikannya.
“kuncinya adalah kendarailah motor sebagaimana harus dikendarai. Sayangnya banyak pembalap memaksa untuk mengembangkan motor sesuai gaya balapnya agar mudah dikendarai, bukan beradaptasi dengan motornya” ujar Casey Stoner via motorsportmagazine.com
Itulah sebabnya Marquez sering membuat perbedaan ketika kondisi lintasan paling sulit, yang biasanya terjadi di awal atau di akhir balapan.
Ketika balapan kelas MotoGP dimulai pada hari minggu, para pembalap MotoGP sering merasakan grip yang berbeda dengan sesi latihan pada hari jumat dan sabtu. Ini dikarenakan bekas ban dari balapan Moto2 telah membuat lintasan licin atau temperatur lintasannya berubah. Yang dilakukan Marquez adalah langsung menyesuaikan racing line-nya. Menyesuaikan bagaimana bukaan throttle yang sesuai dengan kondisi baru ini dan lain sebagainya. Sementara pembalap lain membutuhkan 6 lap putaran untuk beradaptasi, Marc Marquez sudah semakin di depan, karena adaptasi duluan.
Lalu siapa lagi pembalap yang bisa melakukan ini?
Fabio Quartararo juga bisa beradaptasi dengan cepat. Beberapa orang mengatakan dia mempunyai gaya balap mirip seperti Jorge Lorenzo. Namun ternyata dia terkadang seperti Lorenzo, tapi terkadang tidak juga…. Ketika ada banyak grip ban belakang, dia melakukan slide ketika masuk tikungan, tetapi ketika grip motornya tidak ada, dia mau beradaptasi dengan motor yang memantul melintasi ‘kerbs’ lintasan dan ban belakangnya bergoyang ke sana kemari.
Kapan kita akan melihat Fabio Quartararo dan Marc Márquez bertarung lagi? Tidak ada yang tahu.
Nampaknya dengan adanya wabah corona virus ini membuat kecil kemungkinannya balapan akan digelar dalam waktu dekat.