Permasalahan yang paling sering dihadapi pada pembalap di Formula 1 menyangkut kecepatan adalah, mengembalikan tenaga puncak selepas pengereman. Hal ini serupa dengan memulai dari awal, pada saat start. Dan di fase itu, tenaga tidak bisa langsung mencapai puncaknya. Butuh proses, sekira beberapa detik. Dan beberapa detik itu untuk ukuran Formula 1 adalah waktu yang relatif panjang. Karena ketinggalan sepersekian detik pun dari rival, bisa berakibat kekalahan di akhir lomba.
Itulah pentingnya pemulihan tenaga pada saat balapan. Pemulihan disini bisa disebut dengan kata lain, RECOVERY.
Pada Formula 1 klasik, untuk mengatasi masalah ini biasanya dengan melakukan pengereman lambat pada saat menjelang tikungan. Tujuannya untuk mempersingkat waktu yang hilang ketika pengereman. Karena selepas tikungan pembalap sudah ‘disuguhi’ masalah baru, yaitu recover tenaga mesin.
Semakin cepat waktu recover, semakin bagus untuk tetap menjaga kecepatan rata-rata saat balapan. Makanya, di era itu pembalap dengan gaya balap late braking punya keistimewaan tersendiri. Karena pembalap seperti ini bisa menjaga waktu putaran lapnya.
Di era Hibrid, ada pembalap yang punya gaya seperti itu, Daniel Ricciardo contohnya. Diyakini, secara teori gaya late brake punya peluang lebih tinggi untuk bisa melakukan over take. Karena waktu terbuang akibat pengereman bisa di perkecil. Dimasa lalu, ada banyak pembalap dengan gaya (late brake) ini. Sebut saja Jean Alesi, Juan Pablo Montoya. Bagaimana pun, late brake adalah salah satu skill fundamental yang jadi salah satu faktor penentu kemenangan.
Menyadari hal itu, para engineer berfikir keras untuk menciptakan teknologi mobil yang bisa merecover tenaga selepas perlambatan sekaligus menghemat bahan bakar yang menjadi salah satu bagian isu kelestarian lingkungan.
Berbagai cara ditempuh untuk menemukan formulasi paket mobil yang bisa lebih cepat berakselari selain menyoal masalah teknis mesin yang merupakan main power unit.
Sektor aerodinamika dari hari ke hari terus di perbaiki demi mendapat kecepatan berakselerasi maksimal. Selain aerodinamika
Yap! Dan akhirnya ketemu titik terangnya ketika pada 2008 pembahasan tentang perangkat yang kelak diyakini bisa memulihkan tenaga agar lebih cepat sampai ke puncaknya lagi. Nama perangkat itu adalah KERS, Kinetic Energy Recovery System. Ada beberapa yang menyebut dengan Kinetic Energy Regenerative System.
Penggunaan pada Formula 1.
Bermula dari kabar FIA yang mengumumkan anjuran penggunaan KERS pada tahun 2008, sedangkan aplikasi penggunaannya pada musim 2009. FIA meyakini, selain untuk energy induksi, KERS juga bisa membantu menghemat bahan bakar. Ini yang melandasi pemberlakuan KERS pada mobil Formula 1. Isu kelestarian lingkungan ada di balik semua alasan (penggunaan KERS). Pihak FIA, disebutkan beberapa sumber, juga ingin meningkatkan citra Formula 1 di depan publik, selain adu teknologi, juga olahraga yang ramah lingkungan. Setidaknya, ikut menjaga kelestarian lingkungan.
Selain itu, terdapat alasan teknis berupa pelarangan pengisian ulang bahan bakar pada saat pitstop yang diberlakukan sejak 2011, memaksa tim-tim harus bisa menghemat bahan bakar saat balapan berlangsung. Dan KERS, adalah jawaban yang paling masuk akal untuk itu.
Tapi ada beberapa insiden kecil terjadi dan berpeluang membahayakan, menjadi pertimbangan kebanyakan tim tidak mengaplikasin KERS. Hanya tim besar dan kaya saja yang pad tahun 2009 menggunakan KERS. Sebut saja McLaren, Renault, Ferrari, dan BMW. Selain alasan keamanan, mereka uga mempertimbangkan biaya develop KERS yang tidak murah. Tidak semua tim punya anggaran untuk KERS.
Definisi KERS Secara umum.
Sebelum membahas lebih jauh, mari kita telisik hal-hal yang mendasari prinsip kerja KERS. Yaitu hukum kekekalan energi. Sebagaimana kita tahu, bahwa energi tak dapat diciptakan dan tak dapat dimusnahkan, energi hanya dapat berubah bentuk.
Nah, berdasarkan prisip inilah kerja KERS bekerja. Urutan kerjanya adalah sebagai berikut. Ketika pembalap melakukan deselerasi ( perlambatan) atau mengerem, energi pengereman itu di simpan, untuk memutar generator, dan generator akan mengalirkan daya listrik yang akan disimpan di kapasitor, lalu pada saat dibutuhkan, energi itu akan disalurkan kembali untuk memutar motor listrik yang akan menyalurkan tenaga ke roda. Dengan begitu tenaga nggak terbuang secara percuma. Begitu lah definisi dasar KERS.
Sebelum digunakan pada mobil Formula 1, KERS sudah terlebih dulu dikembangkan oleh pabrikan mobil masal. Dan demi demi kepraktisan, pabrikan mobil mengembangkan KERS yang bekerja secara electric-mechanical. Sedangkan gagasan FIA, idenya memang dari mobil jalan raya. Dengan tujuan awal untuk penghematan bahan bakar pada mobil Formula 1 karena isu ramah lungkungan. Jadi dalam Formula 1, tak melulu lebih maju teknologinya. Ada beberapa teknologi yang justru dimulai dari riset mobil jalan raya. Ketika FIA mengemukakan ide, langsung di respon tim-tim balap. Terutama tim-tim kaya dengan anggaran riset yang melimpah ruah.
Tak mau di bilang mengekor, beberapa tim mengembangkan KERS menurut versinya sendiri. Seperti Sauber BMW misalnya. Dibawah kepemilikan BMW, Sauber termasuk salah satu tim yang waktu itu getol melakukan riset KERS. Yup, awalnya mereka menggunakan KERS Electric mechanical.
Tapi karena ada beberapa ‘celah’ (kelemahan) pada electric mechanical, KERS tersebut justru sempat membuat cedera ringan pada seorang mekanik karena tersengat aliran listrik pada mobil Sauber BMW F1.08 yang dikendarai oleh Christian Klein. Insiden itu terjadi pada sesi uji coba di Jerez tahun 2008. Inilah yang kami sebut diatas sebagai insiden kecil yang berpeluang memunculkan bahaya terkait penggunaan KERS.
Beruntung sang mekanik tidak mengalami cedera serius dan hanya lecet di tangan akibat menyentuh bagian mobil bodi mobil Klein. maka Markuus Duesmann, yang waktu itu menjadi head Of Powertrain Formula 1 di BMW angkat bicara, bahwa mekaniknya kena setrum karena arus tegangan Ac yang dihasilkan KERS tinggi sekali. Lalu tim pun bergerak cepat memeriksa dari bagian mana aliran listrik itu mengalir. Ternyata berasal dari kapasitor pada sistem 12 volt yang digunakan mobil dan mengalir melalui setir dan sasis yang terbuat dari karbon.
Inilah salah satu kelemahan Electrical KERS. Kelemahan yang lain adalah ukurannya yang kurang bersahabat dan bobotnya yang relatif lebih berat dari KERS mekanikal.
Berdasarkan pertimbangan diatas akhirnya FIA lebih memilih penggunaan KERS Mekanikal yang lebih ringkas . KERS mekanikal pada Formula 1 dibuat oleh perusahaan bernama FLYBRID, sebuah perusahaan pembuat Flywheel energy storage.
Lalu bagaimana cara kerja masing-masing KERS (Electrical dan Mechanical) kalau dijabarkan secara teknis?
KERS Electrical.
Pertama mari kita bahas soal KERS Electric mechanical. Sebenarnya ini bukan sistem full elektrik. Lebih tepat kalau disebuat sebagai elektro-mekanis. Caranya adalah menghubungkan satu generator pada poros output mesin. Dan generator ini selanjutnya disambung ( terhubung) dengan kapasitor listrik besar. Semua proses ini di kontrol melalui computer ( electronic control unit, ECU).
Ketika pengemudi ( pembalap) menginjak pedal rem untuk perlambatan ECU memberi perintah pada dinamo (generator) untuk ‘menangkap’ energi yang disebut energi kinetic tersebut. Selanjutnya, melalui poros, energi tersebut akan di konversi menjadi energi listrik yang disimpan di kapasitor ( accumulator, Accu) atau aki. Untuk Formula 1, penyimpanannya ada pada kapasitor. Cara kerja ini memiliki double impact, karena bisa juga membantu pengereman. Efeknya, cara kerja seperti ini membantu supaya discbrake tidak terlalu panas
Pada saat berakselerai kembali, Electronic control Unit memberi command pada generator ( dinamo), yang pada fase sebelumnya bertindak sebagai konvertor tenaga pengereman ke menjadi tenaga listrik, kini menjalankan fungsinya yang lain, yaitu sebagai motor penggerak yang akan membantu memberikan tambahan tenaga ke roda.
Dengan begitu pengemudi, akan mendapatkan tenaga tambahan untuk mempercepat akselerasi mobil.
Mekanikal
Yang kedua inilah yang disebut KERS yang sebenernya. Prinsip kerjanya mirip dengan yang pertama ( elektro mekanis) punya tugas yang sama, yaitu menangkap energi kinetik dari pengereman, dan disimpan di flywheel. Nah, disinilah bedanya. Kalau yang pernah terjadi perubahan energi ke energi listrik, maka metode kedua ini tenaga tersimpan sebagai energi kinetic sepenuhnya. Untuk itulah di perlukan perangkat transmisi yang bertugas menghantar energi kinetik yang berasal dari flywheel ke roda. Selain itu ada tambahan kopling yang bertugas sebagai penyambung atau pemutus antara KERS dan poros penggerak yang dari mesin.
Perlu diketahui, Flywheel yang dimaksud pada Mekanilan KERS ini adalah berupa sebuah roda bermasa besar dan punya momentum yang besar pula. momentum besar ini punya satu prinsip dasar, kalau dalam keadaan diam, akan sangat susah untuk di putar, tapi kalau sudah berputar, perlu energi yang besar juga untuk menghentikan. Prinsip inilah yang selanjutnya di manfaatkan dalam KERS.
Gambaran sederhana bagaiamana KERS mekanik bekerja begini, saat kendaraan ada dalam laju ‘normal’ KERS tersebut tak terbuhunng dengan poros mesin. Tapi begitu pengemudi atau pembalap menginjak pedal rem, maka komputer akan memerintahkan kopling terpasang pada KERS untuk menyambungkan KERS dengan poros mesin.
Fase itu akan menyebabkan perlambatan pada laju mobil karena sebagian tenaganya dipergunakan untuk memutar flywheel yang berat tersebut. Pada fase inilah KERS membantu pengereman. Saat pengemudi/pembalap melepas pedal rem, maka KERS otomastis terpisah dengan poros mesin, akan tetapi, flywheel akan terus berputar. Lalu, selanjutnya, ketika pembalap butuh akselerasi, sistem komputer akan memerintahkan kopling untuk terhubung (lagi) dengan poros mesin.
Putaran dari flywheel inilah yang akan membantu akselerasi mesin sehingga tenaga maksimal didapat. Semua sistem yang ada pada KERS akan membantu putaran pada KERS sesuai dengan kebutuhan mesin. Baik ketika mesin perlu deselerasi(perlambatan), pengereman, atau ketika melakukan percepatan.
Semua fase tersebut diatur oleh electronic control unit ( komputer).
Dengan metode seperti ini, tentu saja sedikit banyak akan berpengaruh ke penghematan bahan bakar. Sebab, ketika mobil berakselerasi, otomatis membutuhkan konsumsi bahan bakar yang lebih banyak ketimbang saat mobil melaju normal.
Kendati secara teoritis KERS menjanjikan penambahan tenaga, tapi pada awal penggunaan, belum banyak tim yang saat itu menggunakan KERS merasakan efek terlalu besar. Karena pada Formula 1, selain KERS, penentu penambahan kecepatan lain juga soal aerodinamika. Karena sistem KERS mekanikal yang dianut Formula 1 disinyalir kalah canggih dengan KERS yang terpasang pada road car ( mobil Hibrida).
Kendati begitu Ferrari, salah satu tim yang menggunakan KERS, pada tahun 2009 tetap menggunakan KERS sebagai energi induksi. Setidaknya itu di konfirmasi pada balapan di GP Spanyol pada tahun 2009.
Pada tahun 2014, trend pembahasan tentang KERS tergantikan oleh MGU-H dan MGU-K seiring perubahan regulasi
MGU-K
MGU-K, Motor Generator Unit-Kinetic yang berarti pengubahan energi kinetic pada waktu pengereman untuk di ubah menjadi energi panas mmelalui paket (Unit) rem, selanjutnya enegrgi panas tersebut di simpan sebagai energi listrik pada perangkat baterai yang selanjutnya di pakai untuk mengoperasikan motor guna memperoleh hasil akselersi yang lebih cepat.
Putaran MGU-K dibatasi hanya sampai 50.000 rpm yang bisa menghasilkan output hingga 120Kw. Perangkat ini juga mampu menambah 15.7 HP ketika dipakai menyalakan mesin Formula 1. Dibanding gabungan fit hybrid dan output motor 103kw, MGU-K lebih banyak menghasilkan tenaga.
MGU-H
Singkatan dari Motor Generator Unit-Heat. Perbedaan mendasar dengan MGU-K adalah. Cara menangkap energi panas. Kalau MGU-K menggunakan perangkat rem sebagai penangkap panas, maka pada MGU-H menangkap energi panas yang dihasilkan oleh knalpot yang biasanya hilang melalui pipa knalpot.
Tujuannya tetap sama, yaitu merubah energi panas menjadi energi listrik. Berbeda dengan MGU-K, regulasi F1 tidak menempatkan batasan penggunaan energi pada MGU-H. Listrik yang dihasilkan oleh MGU-H dapat disalurkan langsung ke MGU-K, secara efektif melewati batasan MGU-K dan memanfaatkan tenaga penuh. Power unit F1 baru sangat bergantung pada seberapa efektif kinerja MGU-H ini.
Aliran energi di manage oleh komputer yang disebut sebagai ERS (Energy Recovery System). Bagian ini adalah otak dari power unit dan perangkat lunaknya menentukan bagaimana kinerja mesin dan dua MGU dalam lingkungan dan kondisi mengemudi yang berubah dengan cepat. Unit kontrol ERS mencakup konverter AC / DC dan DC / AC untuk mengubah listrik antara baterai dan MGU-K / MGU-H.