Kalau Brazil punya 32 pembalap, maka negeri Mafia punya 98 pembalap Formula 1 sepanjang masa! Edan!
Tak heran sih kalau negeri markas Ferrari tersebut punya banyak pembalap berbakat. Banyak kisah Formula 1 di masa lalu di Italia. Alfa Romeo dan Ferrari hanya secuil awal dari keberadaan sirkus termahal bernama Formula 1 ini.
Mungkin saat ini, kita hanya mengenal sedikit pembalap Italia.
Bahkan di era hibrid hanya seorang Antonio Giovinazzi di grid, itupun sudah pindah ke ajang Formula E. Tapi tengoklah pada masa 20, 30, atau 40 dan 50 tahun silam.
Nama-nama besar seperti Jarno Trulli, Giancarlo Fisichella, Luca Badoer, Alexandro Zanardi dan banyak lagi.
Jangan lupa, peraih juara dunia pertama juga orang Italia, Nino Farina.
Tidak ada yang salah dan aneh dengan hal ini. Italia adalah ‘rumah’ bagi pembalap dan tim-tim olahraga mahal ini.
Maserati, Alfa Romeo, Ferrari hanya tiga nama besar selain Minardi, yang kemudian menjelma menjadi Scuderia Toro Rosso (Sekarang Alfa Tauri).
Dimasa F1 klasik ada pula tim-tim gurem macam Scuderia Centro Sud, Scuderia Coloni, serta Techno.
Sepanjang masa, Italia tetap disegani di kancah balap.
Tak lupa, Ferrari bersama Tifosinya sampai sekarang tetap berdiri kokoh.
Lalu siapa saja pembalap Italia yang pernah juara.
Giusepe Farina
pria ini kerap disapa Nino Farina. Meskipun hanya sekali menjuarai Formula 1, kami harus memasukkan namanya ke dalam list kami, karena dialah orang pertama yang menjuarai sirkus ini pertama kali.
Satu hal lagi yang harus menjadi catatan, bahwa Nino berhasil meraih gelar juara pada usia yang sudah cukup ‘tua’ untuk ukuran pembalap. Lahir di Turin, pada tanggal 30 Oktober 1906, Nino menjuarai seri balapan pada musim pertama Formula 1 digelar, yaitu 1950. Berarti Nino berusia 44 ketika menang.
Kemenangan Nino ini berkat bakat balap yang diasah sejak sebelum FORMULA 1 diadakan.
Setidaknya, pada usia 9 tahun Farina sudah mengenal (mengemudi) mobil. Mobil pertama yang dikenalnya adalah sebuah merk buatan Lokal Turin, yaitu Temperino.
Pada usia 19 tahun, saat masih kuliah, Farina membeli sebuah Alfa Romeo bekas yang nantinya dipakai balapan di Ajang Aosta-Gran San Bernardo Hillclimb. Target awal balapan tersebut adalah, mengalahkan ayahnya sendiri yang ikutan turun di ajang tersebut.
Tapi sayang, Farina mengalami kecelakaan dan menyebabkan bahunya patah.
Malang melintang di dunia balap pada berbagai even, akhirnya Farino menjuarai ajang yang saat itu hanya sebagai balapan ‘biasa’.
Enam tahun berkarier, akhirnya Farina menyatakan pensiun pada tahun 1956, saat usia 50 tahun.
Selama karier di Formula 1, Farina membela 3 tim, yaitu Alfa Romeo, Scuderia Ferrari, dan Lancia.
Alberto Ascari
Pembalap Italia kedua yang kami angkat di kisah ini adalah Alberto Ascari. Kenapa? Karenadia juga pembalap hebat. Masuk Formula 1 ‘edisi pertama’, kami menyebut bahwa dia salah satu pembalap Formula 1 era klasik.
Sebelum balapan Mobil, Ascari terlebih dulu menekuni balapan motor.
Kalau Farina memenangkan sekali seri kejuaraan, maka Ascari berhasil meraih yang lebih baik, dua kali, yaitu pada tahun 1952 dan 1953.
Saat juara, Ascari membalap buat Scuderia Ferrari.
Ferrari adalah tim pertam Ascari di Formula 1 sebelum akhirnya hengkang ke Maserati, lalu Lancia sampai akhir hayatnya.
Pada 22 mei 1955, Ascari terlibat kecelakaan tunggal di GP Monako. Lancia D50 yang dikendarai tercebur ke pelabuhan laut sirkuit jalanan Monako. Ascari mengalami patah tulang hidung.
Malaikat maut rupanya masih memberi kesempatan hidup.
Seminggu kemudian, malaikat maut tak mau kompromi. Saat itu, tanggal 26 Mei 1955, Ascari pergi ke Monza. Disana ada temannya, Eugenio Castellotti, yang sedang menguji Ferrari 750 Monza. Ascari tidka sedang mengikuti balapan secara resmi. Tapi sekedar ingin mencoba beberapa lap dengan mobil Ferrari. Rencana, Ascari akan mengemudi secara resmi pada gelaran Monza 1000KM. Ya, atas izin Lancia, Ascari di perbolehkan untuk mengikuti ajang itu.
Tapi baru tiga lap, selepas tikungan cepat yang dulu diberi nama Curva del Vialone atau tikungan Vialon, mobilnya mengalami musibah kecelakaan tunggal. Ascari meninggal pada kejadian itu. Untuk mengenangnya, akhirnya tikungan itu di beri nama tikungan Ascari.
Bagaimanapun, baik Farina maupun Ascari, turun di ajang ini saat era-era berbahaya. Saat sistem keamanan belum menjadi perhatian pihak penyelenggara. Fokus mereka adalah kecepatan, keamanan nomor sekian. Dan Ascari, menjadi salah satu diantara pembalap Italia hebat. Setidaknya, jumlah kemengan Ascari mengungguli Farina.
Alessandro Nannini
Nama belakangnya mirip penyanyi rock yang sempat berjaya sebentar di tahun 1986, Gianna Nannini nama penyanyi itu. Bukan mirip, tapi sama. Karena mereka bersaudara. Kalau sang kakak memutuskan berkarir di musik, Alesandro memiliki karier yang lebih beresiko, balapan!
Seperti kakaknya yang hanya sebentar menikmati hit, begitu juga Alessandro. Turun balapan pada tahun 1986, masuk tim Williams dan mengakhiri karier balap Formula 1 empat tahun kemudian.
Meskipun singkat, tapi penampilannya nggak jelek-jelek amat. Dari 78 start, Sandro, panggilan akrab Alessandro, berhasil naik podium 9 kalo dan menang 1 kali.
Jadi tidak fair rasanya kalau kita menyebut bahwa Sandro pembalap yang tidak hebat. Karena bisa jadi, kalau seandainya Sandro meneruskan karier, bukan tidak mungkin akan menorehkan prestasi yang lebih gemilang.
Tapi Sandro memilih mengakhiri karier pada musim 1990 dan membuat penasaran penggemarnya.
Michelle Alboreto
Mengawali karier cukup kesulitan, bahkan hanya untuk sekedar mencetak satu poin pun. Padahal saat itu Tyrrel, tim pertamanya, bukan tim yang jelek-jelek amat.
Bisa jadi Alboreto ada dalam masa adaptasi dari ajang F3 Eropa yang sebelumnya dia ikuti. Diajang Formula 1 Junior itu pulalah Alboreto pernah mengecap manisnya tropi juara pada tahun 1980.
Setelah itu mulai melangkah masuk tim Ken Tyrrel.
Tahun kedua ada sedikit peningkatan. Setidaknya dibuktikan di GP Amerika Serikat ( Las Vegas). Kemenangan berikutnya adalah HP Amerika Serikat juga, tapi yang di gelar di Detroit.
Yang unik dari Alboreto, selain membalap untuk Formula 1, pada tahun 1981-1983 tetap membalap di Formula 2 dan World Sportcar Championship.
Pada tahun 1984, Alboreto masuk ke skuad Ferrari. Disini dia mulai fokus di Formula 1 dan meninggalkan dua ajang balapan yang sebelumnya keukeh di geluti. Prestasi perlahan naik.
Bahkan di debut pertamanya berada di tim merah, Alboreto langsung mengukuhkan diri menempati Pole pada GP Belgia dan menang disana. Alboreto juga jadi pembalap Italia pertama yang menang balapan bersama Ferrari setelah kemenangan Ferrari terakhir bersama pembalap Italia pada tahun 1966 dengan pembalap Ludovico Scarfiotti.
Tahun ini tahun yang bagus buat Alboreto, karena setelah menang di Belgia, dia finish podium tiga di GP Austria. Runner up di perolah ketika balapan di GP Italia (Monza) dan GP Jerman di Nurburgring. Alboreto mengakhiri musim dengan posisi ke empat klasemen.
Pada tahun 1985 Alboreto tampil lebih baik. Enam kali naik podium, dua kali menang pada GP Perancis dan GP Jerman, merupakan performa yang luar biasa. Tahun ini nyaris saja Alboreto juara dunia. Tapi sayang, serangkaian kegagalan teknis mendera Ferrari. Masa-masa menyedihkan, dimana tak satu poin pun dihasilkan sepanjang musim. Ferrari performanya menurun pada masa ini. Ya, siapaun tahum Ferrari rentang waktu ini ada dalam masa paceklik juara, bahkan sampai tahun 2000 baru ngerasain tropi konstruktor. Dan salah satu pembalap yang mengalami masa ini adalah Alboretto. Akhirnya Alboretto mengakhiri musim dengan posisi P7 atau klasemen ke tujuh pembalap.
Tahu berikutnya, seorang pria Austria masuk Ferrari. Sekaligus pria ini yang akan menjadikan Alboreto pembalap nomor dua. Karena bagimanapun pria bernama Gerhard Berger ini lebih kompetitif di banding Alboreto. Hal itu dibuktikan dengan kemenangannya di penghujung musim dengan memenangi GP Jepang dan Australia. Sementara Alboreto hanya bisa meraih podium pada balapan di Monako dan Imola, serta runner up di Australia. Yap, mereka finish 1-2 pada GP Australia.
Beda poin mereka adalah 13. Berger 30 poin, dan Alboreto hanya 17 poin.
Tahun 1988 Ferrari makin tak berdaya menghadapi Mclaren yang saat itu menarik pembalap baru asal Brazil, Ayrton Senna. Mesikup begitu Ferrari masih sempat megecap manisnya kemenangan di GP Italia, sekali lagi, kemenangan itu diraih Berger, dan Alboreto meraih posisi dua di tahun terakhirnya di tim Italia. Ferrari enggan memperpanjang kontrak Alboreto.
Akhirnya Alboreto mengakhiri kareiernya di Formula 1 dengan tim terakhir Minardi, setelah lompat kesana kemari setelah Ferrari. Setidaknya ada beberapa tim yang merupakan tim pertama dia masuk, Tyrell, lalu Larrousse, pada 1989. Di Footwork selama dua musim, yaitu 1990 sampai dengan 1992. Selepas dari Footwork hengkang ke Scuderia Italia, dan berakhir di Minardi.
Alboreto tutup usia pada bulan April tahun 2001 selepas kecelakaan pada saat mengetes sport car Audi Le Mans 24 Hours di sirkuit Lausitzring, Jerman.
GIANCARLO FISICHELLA
Pria ini biasa disapa Fisico, Eddie Jordan pernah mengoloknya ( Becanda) dengan melontarkan kata, “ Ijet,” slang dari idiot, sambal tertawa. Satu saat, pada podiumnya di GP Italia (2005), dia mempersembahkan buat Alboreto yang wafat empat tahun sebelumnya. Fisico memasuki F1 pada tahun 1996, dan dia ‘ketemu’ sesama Italiano pada tahun 1997, yaitu Jarno Truli.
Kelahiran Roma 14 januari 1973, seperti layaknya orang Italia lain, pasti menyukai olahraga sepak bola. Bahkan pernah terbersit dalam angannya akan berkarier sebagai pemain sepakbola. Dan sebagai orang Roma, tentu Fisico juga bangga terhadap klub AS Roma. Tim inilah yang sempat membuatnya berkeinginan menjadi pemain bola. Tapi dengan tinggi ‘hanya’ 172 cm, Fisico tidak cukup percaya diri untuk menjadi pemain sepakbola professional. Dia merasa dunianya lain karena terganjal postur yang kurang ideal untuk ukuran atlit sepakbola. Akhirnya Fisico memendam angannya dan beralih ke dunia balap. Mengawali karier Formula 1 di Minardi bukan hal yang menyenangkan buat Fisico. Setahun sebelumnya, 1995, Fisi ada di tim sebagai Test Driver.
Pada 1996 Fisi masuk sebagai pembalap reguler. Tapi nasibnya berubah sebelum musim berakhir. Karena Giancarlo Minardi, pemilik tim lebih memilih pembalap yang sanggup membawa duit sponsor lebih banyak. Dan endingnya sudah ketebak, Fisico harus hengkang.
Akhirnya Jordan menjadi tim di musim keduanya. Di tim asal Inggris ini Fisico bertandem dengan Ralf, yang waktu itu juga seorang rookie. Penampilan Fisico cukup impresif.
Meraih podium pertamanya di GP Kanada membuat Fisico unggul dari Ralf.
Pada balapan di Hockenheimring, kemenangan sudah berada di depan mata. Tapi Fisico harus mengubur dalam-dalam mimpinya, Gerhard Berger dengan penampilan primanya mengacaukan impian Fisico.
Pindah ke Benetton pada 1998, saat Renault mundur dari kancah jet darat, bukan berita bagus. Dengan mesin Renault yang di rebrand Supertec, tanpa pengembangan apapun, tapi bisa mengantar Fisico podium dua di Montreal dan Monako.
Ya, Monako! Trek yang tidak mudah untuk ukuran pembalap baru dengan mobil yang tidak terlalu istimewa, itu adalah pencapaian yang sangat bagus.
Apabila Anda seorang pembalap, dan dalam satu tim ada satu rekan lagi, maka target pertama yang harus Anda kalahkan adalah teman setim itu, bukan pembalap lain. Teorinya seperti itu kalau Anda mau ‘mencuri’ perhatian bos tim.
Dan itulah yang terjadi lagi pada tahun 2002 ketika Fisico comeback ke Jordan. Saat itu dia mengungguli Takuma Sato, rekan Jepang-nya.
Penampilan Fisico di Jordan terbilang sangat prima. Setidaknya ketika musim keduanya di Jordan. Ketika itu Honda menarik diri sebagai pemasok mesin untuk Jordan. Mereka akan fokus untuk BAR-Honda.
Menggunakan mesin Ford, membuat Jordan cukup kesulitan menghadapi persaingan dengan tim-tim top di lintasan. Tapi dengan performa Jordan yang payah Fisico bisa menenangkan GP Brazil di Interlagos. Itulah kemenangan pertamanya selama berkarier di Formula 1 selama tujuh tahun.
Fisico bahkan bisa bejibaku dengan Kimi Raikkonen, pembalap McLaren dalam kondisi hujan lebat serta diwarnai sejumlah kecelakaan.
Tentu saja kemenangan Fisico tidak bisa dikatakan sebagai kemenangan yang accidental. Karena setelah bersusah payah, akhirnya Fisico dengan usaha kerasnya berhasil memimpin balapan pada lap 54. Setelahnya bendera merah dikibarkan, dan Fisico dinyatakan sebagai pemenang.
Performa Jordan yang payah membuat Fisico memutuskan hengkan ke Sauber yang lebih kompetitif. Setidaknya, walau hanya tim papan tengah, tapi kondisi finansial Sauber lebih stabil dibanding Jordan yang mengalami kesulitan dari berbagai sisi.
Menurut asumsi Fisico, setidaknya saat itu Sauber sudah menggunakan power unit berupa mesin Ferrari. Siapapun tahu, Ferrari saat itu sedang dalam masa puncak. Walau kemenangan-kemenangan Ferrari tidak hanya ditentukan oleh mesin. Tapi setidaknya, yang pertama yang manjadi bagian dari penentu kemenangan adalah mesin.
Lagi-lagi Fisico mengungguli rekan setim, Felipe massa. Fisico mengakhiri musim dengan membukukan 22 poin, sedangkan Massa mendulang 12 poin.
Pada tahun 2005, untuk pertama kali Fisico turun di tim pabrikan, Renault. Dan Renault, adalah penantang Ferrari saat itu. Renaultlah yang mematahkan dominasi Ferrari selama lima tahun terakhir.
Dan tahun 2005, Fisico di tim itu!
Penampilan di Benetton di masa lalu dipakai modal untuk membuka hubungan kembali dengan Renault, sebuah tim Jelmaan Benetton. Di tim itu ada Flavio Briatore sebagai Team Principal. Tentu saja Briatore mengenal siapa Fisico.
Dan disinilah tanda patahnya dominasi Ferrari sudah terlihat. Fisico menang pada balapan perdananya di Melbourne. Runner up diisi oleh Rubinho, dan rekna setim Fernando Alonso berada di P3!
Tapi rupanya kali ini, di tahun 2005, Fisico harus mengakui keunggulan rekan setim, Alonso yang sangat dominan sepanjang musim.
Setidaknya tujuh kemenangan diraup oleh Alonso sepanjang musim.
Sedangkan Fisico meraih dua podium ditambah satu kemenangan yang menghasilkan 58 poin, dan Alonso membukukan dua kali lipat poin kejuaraan.
Alonso juara dunia, mengalahkan Kimi Raikkonen dari McLaren, menempatkan sang kampiun, Michael Schumacher di tempat ketiga, serta Fisico terlempar di posisi kelima. Untuk posisi empat diisi oleh Juan Pablo Montoya.
Fisico mengakhiri kiprahnya di grid utama dengan tim terakhir Ferrari pada tahun 2009 setelah sebelumnya pindah ke Force India selama dua misum selepas dari Renault.
Meskipun 2010 Fisico tetap di tim, tapi perannya hanya sebabagai tes driver.
Setelah Formula 1, Fisico memutuskan turun di ajang Sportcar, juga masih bersama Ferrari. Sampai saat ini, Fisico adalah pembalap Italia terakhir di formula 1 yang menang bisa meraih kemenangan, yaitu apda GP Malaysia pada tahun 2006.
Dari uraian diatas, bisa dikatakan bahwa Italia, untuk masa sekarang, sangat sedikit menelurkan pembalap Formula 1. Alasannya, seperti dikatakan mantan pembalap Italia lain yang seangkatan dengan Fisico, yaitu Jarno Trulli, bahwa di Formula 1 sangat mahal. Masuk diolahraga ini, perlu modal yang sangat besar.
Selain itu, Italia bukan market yang bagus untuk Formula 1. market yang dimaksud adalah, terkait sponsor. Italia tidak menarik untuk mendapatkan exposure. Makanya, mereka, para sponsor, tidak akan memilih pembalap Italia seandainya punya pilihan pembalap dari negara lain, terutama Brazil.
Lebih lanjut Truli mengatakan, seandainya Anda bos perusahaan yang akan mensponsorin balapan dua pembalap, satu dari Italia, satu dari Brazil, tentu pembalap Brazil akan lebih menguntungkan buat perusahaan.
O gitu, jadi sekarang sudah ketemu jawabannya!