Sekitar 2500 tahun lalu, seorang ahli strategi perang asal China, Sun Tzu, menulis bahwa orang yang tidak membuat kesalahan dalam perang adalah orang yang paling menentukan kemenangan dalam peperangan. Bila dilihat dalam konteks MotoGP, ini berarti Valentino Rossi adalah pembalap motor yang paling sedikit membuat kesalahan, karena dialah pembalap yang paling banyak menang balapan di kelas tertinggi, MotoGP maupun 500cc lebih dari pembalap manapun.
Namun tentu saja seorang Rossi membuat banyak kesalahan selama karir balap motornya. Selama 22 musim berlaga di kelas premier dia hampir 120 kali mengalami crash selama pekan balap dan meraih 89 kali kemenangan dalam 367 kali penampilannya, atau rasio kemenangannya 24,25%, jadi bisa dibilang Rossi masih jauh dari kata sempurna. Namun rekornya ini masih jauh lebih baik dari rekor 2 pembalap MotoGP terbaik dalam sejarah; Giacomo Agostini yang hanya 68 kali menang di kelas 500cc dan Marc Marquez yang baru menang 59 kali di kelas MotoGP.
Banyak orang menilai kesalahan pertama yang dilakukan Rossi adalah ketika dia keluar dari Honda demi membela Yamaha di akhir tahun 2003. Memang benar, Rossi melewatkan 3 musim berikutnya di atas motor Honda RC211V, yang mana bila dia masih bersama Honda hampir dipastikan dia akan lebih banyak memenangkan balapan ketimbang dengan motor Yamaha. Namun saat MotoGP menggunakan mesin motor 800cc di 2007, Honda memerlukan waktu hingga 2010 untuk membangun Honda RC212V, yang mana di kurun waktu tersebut Rossi sudah menambah 2 gelar dunia lagi dengan motor Yamaha M1 800cc.
Jadi apa saja 3 kesalahan terbesar Valentino Rossi selama 22 tahunnya di kelas MotoGP ?
- Memutuskan meninggalkan Yamaha di November 2010
Tidak diragukan lagi Valentino Rossi merupakan pembalap nomor 1 Yamaha di tahun 2008 saat 2 kali juara dunia kelas 250cc Jorge Lorenzo mulai bergabung ke tim Yamaha.
Rekan setim Rossi terdahulu yaitu Carlos Checa (baca: ceka) dan Colin Edwards tampak bukanlah ancaman bagi Rossi, namun Lorenzo adalah pembalap muda berbakat, dan tujuannya datang ke kelas MotoGP bukan hanya ingin menjadi rekan setim Rossi yang penurut dan bisa diajak kerjasama. Lorenzo yang kala itu masih 20 tahun sudah bisa meraih kemenangan di balapan ketiganya di atas motor MotoGP, meraih jumlah kemenangan yang sama dengan Rossi di tahun 2009 dan meraih gelar dunia di tahun 2010 ketika Rossi mengalami cidera patah kaki.
Atmosfer di Yamaha berubah menjadi tegang sejak 2008, sehingga di tahun 2009 Rossi sudah mengancam Yamaha untuk hengkang. Lorenzo menilai situasi panas yang terjadi di Yamaha kala itu bagai seorang ibu yang punya dua anak, lalu salah satu anaknya selalu merengek meminta mainan yang lebih bagus dari sodaranya, dan anak itu persis seperti yang Valentino Rossi lakukan.
Ancaman Rossi ternyata bukanlah bualan belaka. Selama 2010 Rossi memutuskan untuk pindah dan mengumumkan kepindahannya ke Ducati di tahun 2011 dan 2012, menggantikan Casey Stoner yang keluar dari pabrikan Italia dan menandatangani kontrak bersama Honda.
Ducati sedang kesulitan sejak 2009, ketika Bridgestone menjadi suplier ban MotoGP, sehingga tidak ada lagi ban yang cocok bagi motor Desmosedici, sangat kontras dengan rival pabrikan Jepang lainnya. Perubahan ke penggunaan ban yang sama bagi semua motor berdampak sangat buruk bagi prestasi Ducati, dari yang bisa meraih 17 kemenangan di tahun 2007 dan 2008, turun hanya 7 kemenangan di 2009 dan 2010.
Rekan setim Rossi, Nicky Hayden, yang sudah 2 tahun berusaha menaklukan motor Desmosedici pernah mengatakan di 2010, setiap dirinya merasa punya feeling bagus dengan motor dan merasa bisa melaju lebih cepat selalu saja mengalami crash secara tiba tiba.
Walau begitu, Rossi dan crew chiefnya Jeremy Burgess meyakini mereka bisa membenahi motor Ducati, karena pernah punya pengalaman sukses saat terjadi peralihan motor 2-tak ke 4-tak, lalu adaptasinya dari Honda ke Yamaha dan saat peralihan dari mesin motor 990cc ke 800cc. Keyakinan mereka pun bertambah karena yakin Ducati merupakan motor juara saat itu, jadi hanya perlu sedikit pembenahan dan adaptasi saja, berbeda dengan situasi yang dulu, dimana mereka harus banyak melakukan pembenahan ke motor Yamaha.
Tentu saja yang terjadi selama 2 tahun di Ducati, Rossi gagal total meraih satupun kemenangan dalam 36 balapan dan banyak mengalami crash. Selama musim pertamanya mengendarai Desmosedici, Rossi mengalami lonjakan 3 kali lipat crash lebih banyak dari sebelumnya. Rossi mengaku gagal memahami feeling front end motor Desmosedici. Di tahun keduanya Rossi lebih sedikit crash, karena Rossi sudah terlalu sering merasakan kesakitan di tubuhnya dan akhirnya tidak ingin untuk mempush motornya lebih jauh lagi.
Selama 2 tahun bersama Ducati, Rossi meminta banyak hal dari Ducati terutama bagian sasis, dari mengganti rangka monoshock serat karbon ke rangka twin-spar alumunium seperti motor lainnya. Meski begitu, menurut Rossi masalah yang ada di motor Desmosedici masih tetap sama seperti ketika Rossi pertama kali mengujinya di akhir 2010. Setelah ini Rossi kemudian kembali ke Yamaha di 2013.
- Memecat crew chief Jeremy Burgess di Valencia 2013
Jeremy Burges merupakan crew chief paling sukses dalam sejarah MotoGP. Selama 23 musimnya antara tahun 1987 dan 2009, dia sudah meraih 13 kali gelar dunia. Sekali dengan Wayne Gardner, 5 kali dengan Mick Doohan dan 7 kali dengan Valentino Rossi.
Burgess bukanlah seorang insinyur murni yang sekolah di universitas. Dia mendapatkan ilmu dengan otodidak, pertama sebagai seorang pembalap yang cukup sukses di Australia, kemudian menjadi mekanik di Eropa dan akhirnya menjadi seorang crew chief.
Meskipun tidak mempunyai kualifikasi resmi sebagai insinyur, Burgess secara teknis sama cerdasnya seperti crew chief lain di paddock MotoGP. Dia punya pemahaman mendalam tentang bagaimana sebuah motor bisa bekerja dengan baik atau tidak, dan bagaimana membuat motor perform lebih baik.
Sikapnya sebagai seorang crew chief selalu memegang prinsip menyederhanakan sesuatu yang rumit. Sementara banyak insinyur di paddock selalu terjebak dan kehilangan arah dalam melihat detail, Burgess selalu melihat sesuatunya pada gambaran besarnya.
Bagaimanapun juga, apa yang membuat Burgess sangat spesial adalah kemampuannya dalam mengelola timnya. Sikapnya akan dunia balap juga selalu mendapat respek dari semua orang yang bekerja dengannya, termasuk para pembalapnya.
Burgess juga selalu menjadi orang yang memegang kendali di garasi motor, dia tidak pernah membiarkan pembalapnya bersikap lebih dominan, meskipun dia terkadang membuat sang pembalap berpikir dialah yang memegang kendali, bila hal itu yang diinginkan pembalapnya. Namun Burgess tidak akan pernah membiarkan pembalapnya bersikap seakan terlalu besar kepala, karena Burgess selalu mengatakan sesuatunya apa adanya meskipun terkadang hal ini menyebabkan friksi.
Jeremey Burgess pun melakukan hal yang sama dengan Rossi. Selama musim 2013 ketika Burgess mengatakan pada jurnalis bahwa dia menilai pembalapnya mampu meraih lebih banyak kemenangan ketika bersamanya namun mungkin tidak dengan tambahan gelar dunia. Mendengar hal ini Rossi dengan begitu saja memecat Burgess di seri balap pamungkas di 2013. Burgess pun sangat terkejut mengetahui kabar tersebut.
Mekanik Valentino Rossi yang paling setia Alex Briggs pun sedih telah kehilangan sosok guru mekanik yang hebat. Briggs menilai bila Burgess masih bersama Rossi pasti bisa memenangkan gelar dunia di 2015.
Namun apakah Rossi akan bisa memenangkan gelar dunia di 2015 bila Burgess tetap bekerja dengan Rossi, kita tidak pernah tahu.
- Memprovokasi Marc Marquez di Sepang 2015
Valentino Rossi selalu jadi rajanya soal mind games di MotoGP. Selama 26 tahun karirnya sebagai pembalap Grand Prix, Rossi tetap menganggap rivalnya saat di luar trek sama seperti yang dia lakukan di dalam trek. Rossi ahli dalam melontarkan sindiran-sindiran dan serangan serangan psikologis kepada para rivalnya. Bisa melihat Rossi melakukan strateginya ini tentu saja sangat menghibur sama seperti menontonnya meliuk di tikungan demi tikungan dengan gaya balapnya yang indah.
Selama tahun tahun awalnya di kelas premier, Rossi bisa menghancurkan Max Biaggi dan Sete Gibernau, baik di balapan maupun saat kedua rivalnya itu berbagi podium dan di ruang press conference.
Seperti yang terjadi di Jerez 2005, dimana Rossi menabrak Gibernau di tikungan terakhir untuk memenangkan balapan. Saat Rossi dan Gibernau berada di podium, Gibernau memasang wajah kesal sambil memegang tangan kirinya yang kesakitan usai disenggol Rossi. Rossi kemudian menatap Gibernau, tersenyum dan menjabat tangannya. Rossi kemudian menyindir Gibernau di media bahwa Rossi tidak mungkin membuat tangan kiri Gibernau cidera karena bila tabrakan yang terjadi itu membuat tangan kiri Gibernau cidera maka Harada tidak akan bisa balapan lagi setelah Capirossi menabraknya hingga terjatuh di Argentina 1998 saat di kelas 250cc.
Di tahun sebelumnya Rossi juga pernah menyumpahi Gibernau tidak akan pernah menang balapan, karena Gibernau melaporkan kru Rossi ke Race Direction atas dugaan membersihkan grid pole semalam sebelumnya demi dapat grip yang baik saat start. Akibatnya, Rossi pun berujung dihukum start terbuncit. Padahal menurut Rossi, metode ini dilakukan oleh banyak rider. Dan Gibernau memang tak lagi menaiki puncak podium setelah balapan tersebut.
Lain halnya dengan rivalitasnya dengan Stoner yang merupakan pembalap yang sulit ditaklukan. Bahkan Stoner pernah melontarkan kalimat yang sangat menusuk Rossi yaitu “ambisimu melebihi bakatmu’ di Jerez 2011.
Dan kemudian ada Marc Marquez. Masalah antara Rossi dan Marquez adalah kedua pembalap ini sama sama merupakan pembalap petarung kuat, yang sangat haus kemenangan apapun caranya. Dengan begitu pertemanan mereka pun tidak dapat bertahan kala musim MotoGP 2015 berlangsung.
Rossi mulai melancarkan strategi serangan psikologisnya di seri balap Sepang Malaysia, dimana selama press conference hari kamis, Rossi menuduh Marquez membantu Lorenzo dan menghalanginya selama balapan sebelumnya di Phillip Island.
Rossi biasanya selalu mengerti dan tahu hal apa yang seharusnya dikatakan di depan media, jadi bagaimana bisa Rossi tidak menyadari bahwa Marquez bukan tipe pembalap yang gampang menyerah seperti rival rival terdahulunya ?
Menurut Carlo Pernat sebagai orang pertama yang memberi jalan Rossi untuk membalap di Grand Prix di tahun 90an silam mengatakan bahwa apa yang dilontarkan Rossi kepada Marquez merupakan kesalahan terbesarnya selama dia hidup. Namun Pernat menilai itu bukanlah Rossi yang membuat kesalahan, melainkan orang orang terdekatnya yang mempengaruhinya melakukan itu.
Hal senada juga diungkapkan Alex Briggs, yang merupakan mekanik terlama yang mendampingi Rossi. Briggs menilai ada beberapa orang terdekat Rossi yang bersikap lembek pada Rossi, yang cenderung bersikap patuh dan tidak berani mengatakan hal yang benar, dan tim pers Yamaha tidak memberitahu Rossi hal apa yang seharusnya dikatakan sebelum press conference di Sepang dimulai, karena seharusnya mereka sudah tahu titik dimana sesuatunya tidak akan berjalan dengan semestinya bila strategi serangan Rossi ini diteruskan.
Rossi akhirnya membuat Marquez terjatuh di balapan Sepang dan dijatuhi penalti dengan start paling belakang di seri balap pamungkas Valencia. Rossi kalah ketika mengajukan banding atas sanksi ini. Kemudian di balapan Rossi hanya finish keempat dan Lorenzo akhirnya menjadi juara dunia MotoGP 2015 dengan selisih hanya 5 poin.