Duel antara Pecco Bagnaia dan Marc Marquez di Aragon kemarin sedikit banyak mirip seperti duel antara Valentino Rossi dan Casey Stoner di Laguna Seca 2008. Tentu saja ada perbedaan yang mencolok dari kedua duel itu. Perbedaan yang paling terlihat adalah sirkuit Aragon punya lintasan lurus sepanjang 968 meter sedangkan Laguna Seca hanya 500 meter. Dan juga duel di Aragon tidak berlangsung lama, karena duel ini dimulai di 3 lap terakhir.
Namun konsep serangan bertubi tubi yang dilancarkan Marc Marquez selama 3 lap terakhir itu mirip seperti serangan yang dilancarkan Rossi pada Stoner di Laguna Seca.
Pada tahun itu Rossi sebenarnya sudah tahu bila dia tidak punya kesempatan apapun untuk bisa mengalahkan Stoner, kecuali Rossi harus tetap mengganggu Stoner dengan terus menyalipnya dengan tujuan mengganggu racing line juara bertahan saat itu dan menghancurkan rencana Stoner untuk coba melarikan diri dari kejaran pembalap di belakangnya.
Pada balapan minggu lalu juga sebenarnya Marquez sudah tahu bahwa dia tidak punya kecepatan akselerasi di lintasan lurus yang panjang agar tetap bisa di depan Bagnaia. Oleh sebab itu Marquez menunggu di beberapa lap akhir kemudian mulai menganggu Bagnaia dengan mulai semakin mendekat dan menyalipnya, dengan harapan Marquez bisa mengganggu pembalap muda Ducati ini dan mengubah sesuatu yang tampaknya bakal menjadi kemenangan Bagnaia berubah menjadi kekalahan. Strategi ini sama seperti yang dilakukan Rossi terhadap Stoner 13 tahun lalu.
Namun ternyata usaha itu tidak berhasil. Bagnaia ternyata sedang dalam mode konsentrasi tinggi dengan tanpa melakukan kesalahan layaknya robot, dan Marquez sudah tidak punya grip ban belakang lagi untuk membuat 7 kali overtakenya itu berhasil menahan Bagnaia di belakangnya.
Ini karena suhu lintasan di Aragon sangat panas sampai 48 derajat celcius dan peraih 6 gelar dunia MotoGP ini sangat membutuhkan grip ban belakang agar bisa menggunakan rem belakang pada saat masuk tikungan agar menjaga racing linenya tetap di dalam, yang mana usahanya tidak berhasil. Ini berakibat setiap kali Marquez masuk ke sisi dalam Bagnaia, dia langsung melebar dan Bagnaia dengan cepat menyalipnya lagi.
Gaya balap ngotot seperti itu memang sudah menjadi tipikal Marc Marquez yang selalu menekan habis habisan ban depannya, selalu menyentuh limit dan mengandalkan sikunya dalam melakukan penyelamatan. Namun di momen ini Marquez belum bisa melakukan itu. Inilah yang membuat tahun ini Marquez banyak sekali mengalami crash karena saat Marquez mengalami selip ban depan Marquez tidak mampu mempertahankannya.
Kemenangan Bagnaia yang pertama ini datang usai balapan ke 42nya di MotoGP, jadi perjalanannya untuk meraih kemenangan ini bisa dibilang butuh waktu yang cukup lama. Masalah pertamanya ketika debut di kelas para raja tahun 2019 adalah Bagnaia selalu saja mengalami kehilangan grip ban depan. Di tahun debutnya itu Bagnaia sampai 14 kali mengalami crash.
Namun akhirnya di GP Thailand 2018 yang merupakan seri balap ke 15, Bagnaia mulai mengubah gaya balap dan setup pada motornya. Hal ini dilakukan berdasarkan pada saran dari insinyur Pramac dan Ducati.
Kekuatan utama Bagnaia berasal dari tekniknya yang bisa menurunkan kecepatan motor dengan sangat cepat di tengah area zona pengereman, sehingga dia bisa melepas remnya dan membuat motornya stabil sebelum melaju ke dalam tikungan dengan corner speed yang tinggi.
Tentu saja, bergantung penuh pada ban depan untuk mendapatkan corner speed selalu beresiko crash terutama di era ban Michelin ini, apalagi tahun lalu Bagnaia belum sepenuhnya menguasai tekniknya ini. Tahun lalu Bagnaia 3 kali crash di 3 seri balapan, seringnya karena gaya balapnya yang halus dan mengalir itu tidak cukup membuat ban depannya mendapat panas yang optimal dari awal balapan. Salah satu dari 3 crash itu membuatnya harus absen 3 balapan berturut turut akibat crash selama sesi Free Practice di GP Ceko karena kakinya patah.
Oleh sebab itu pada musim dingin tahun lalu Bagnaia memfokuskan dirinya pada bagaimana mendapatkan panas yang optimal ke ban depannya dengan berlatih langsung menggunakan ban depannya dengan maksimal dari sejak dia keluar dari pitlane, yang mana sebenarnya trik ini cukup berbahaya untuk dilakukan.
Bisa dibilang, tampaknya Ducati sudah menemukan pembalap yang tepat untuk pertama kalinya semenjak Ducati gagal mempertahankan Jorge Lorenzo di akhir tahun 2018.
Kebetulan Lorenzo juga membuat pole position di Aragon pada September 2018, sama seperti yang Bagnaia lakukan di hari sabtu lalu. Dan Lorenzo juga berhasil mengeluarkan kecepatan corner speed yang biasanya sulit dicapai oleh Desmosedici sama seperti yang Bagnaia lakukan.
Tentu saja, ini semua bukan hanya hasil kerja Bagnaia seorang, capaian ini juga berkat kerja dari para insinyur Ducati yang telah bekerja bertahun tahun mencoba untuk mengusir titik lemah motor Desmosedici saat melaju di tengah tikungan.
Seri balapan berikutnya adalah di Misano, dimana Bagnaia menunjukan kecepatan yang luar biasa tahun lalu namun sayangnya dia harus mengalami crash, alhasil seri Misano tahun lalu dimenangkan oleh pembalap Yamaha.
Tinggal 5 seri balap tersisa dan margin 53 poin antara Quartararo dan Bagnaia, yang mana tidak ada hal yang tidak mungkin bagi Bagnaia untuk mengejar ketertinggalan poinnya.