Balapan minggu kemarin Fabio Quartararo dengan cermat menyesuaikan posisinya diatas motor dalam tiap detiknya, perlahan menurunkan settingan elektroniknya dan bergantung pada kemampuannya sendiri diatas motor, ini sama seperti kualitas pembalap terbaik.
Tahun lalu Quartararo sudah belajar satu satunya cara yang meyakinkan untuk bisa menang di atas motor Yamaha adalah bisa keluar secepat mungkin dari rombongan pembalap dan memastikan tidak ada pembalap yang cukup dekat dengannya agar pembalap lain tidak bisa memotong racing linenya ataupun membuat ban depannya overheat. Inilah mengapa margin kemenangan paling ketat dari lima kemenangannya di 2021 sejauh ini adalah 1,5 detik yang dia raih di GP Doha.
Akhirnya Yamaha mendapati motor YZR-M1 telah kembali seperti saat era Bridgestone, dimana saat ini motor Yamaha mungkin menjadi motor yang paling seimbang di grid – paling tidak di tangan Quartararo, terutama di sirkuit yang paling banyak tikungan tikungan ularnya, yang mana di sirkuit itu motor Yamaha bisa menggunakan keunggulan corner speed untuk mengalahkan motor lain, seperti di Losail, Portimao, Mugello, Assen dan Silverstone. Kelima sirkuit dimana Quartararo bisa memuncaki podium.
Tentu saja kemenangan Quartararo yang terlihat mudah itu sebenarnya sama sekali tidak mudah. Memang akhir pekan balap kemarin menjadi sulit tidak hanya untuk Quartararo tetapi untuk semua pembalap, karena temperatur lintasan hanya sekali saja menyentuh 30 derajat celcius, yang mana itu merupakan temperatur minimum ban Michelin agar bekerja dengan baik.
Ditambah lagi 2 faktor soal layout sirkuit Silverstone dan angin yang menghembus cukup kencang melintasi siskuit membuat seluruh pembalap mengakalinya dengan banyak melakukan slide sepanjang pekan balap, agar mendapatkan panas yang cukup pada ban Michelin, agar punya kepercayaan diri dalam menaklukan tikungan tikungan sirkuit Silverstone yang dikenal punya corner speed tinggi.
Crash hebat Marc Marquez di kecepatan 274 km/jam jelas membuat perhatian semua pembalap. Kemudian di sesi FP2 Quartararo sempat highside crash di tikungan 8 ke kiri yang lambat dalam keadaan menutup gas, ini membuatnya merasa kesakitan di angkel kakinya, yang mana itu bisa saja membuat peluangnya meraih gelar juara dunia hilang.
Highside crash Quartararo terjadi saat dia sedang mencoba ban belakang hard selama FP2, memang sesi FP2 merupakan sesi dimana suhu lintasan sedang hangat, namun sebenarnya tidak cukup hangat.
Bila Quartararo tidak begitu beruntung dengan ban belakang hard yang dia coba, dua rival utamanya bahkan lebih tidak beruntung lagi di balapan hari minggu.
Quartararo memulai balapan di Silverstone dengan keunggulan 47 poin di atas juara dunia bertahan Suzuki Joan Mir dan pembalap Ducati Pecco Bagnaia. Kemudian diakhiri dengan keunggulan 65 poin dari Joan Mir dan 69 poin dari Pecco Bagnaia dengan hanya sisa 6 balapan lagi. Ini berarti pembalap Yamaha ini sedikit lagi bisa merengkuh gelar juara dunia MotoGP 2021.
Keunggulan poin Quartararo yang semakin melebar ini tidak sepenuhnya terjadi berkat cara membalapnya yang hebat saja, tapi juga karena kedua rivalnya Joan Mir dan Pecco Bagnaia mendapat masalah ban pada balapan hari minggu.
Ban depan Mir merupakan spec ban soft yang sama seperti yang sudah dia gunakan sepanjang hari jumat dan sabtu, namun pada hari minggu ban depannya sudah aus di awal balapan dimulai, sehingga Mir sebenarnya cukup beruntung masih bisa finish di posisi ke sembilan dan meraih 7 poin.
Semenatara Bagnaia mendapati dirinya masalah yang lebih parah. Pembalap italia ini sudah menunjukan kecepatannya di sesi kualifikasi dengan hanya terpaut 0,2 detik dari pole position Pol Espargaro, sehingga dia sebenarnya punya peluang bagus untuk meraih kemenangan pertamanya di MotoGP. Sebaliknya dia malah tercecer ke barisan belakang dalam balapan kemarin, dari awalnya di posisi ketiga di lap awal malah finish di posisi ke 14. Semua kerja kerasnya sepanjang pekan balap kemarin hanya terbayar dengan 2 poin saja dan kemungkinan ini akhir dari peluangnya dalam memperebutkan gelar juara dunia.
Jadi apa yang salah dengan Ban Michelin ini ?
Michelin telah menjadi suplier ban MotoGP sejak 2016 lalu dengan mengambil alih suplier ban sebelumnya Bridestone yang mana sudah menjadi mitra MotoGP dari 2009. Memang selalu sulit untuk memproduksi ban yang kualitasnya konsisten 100%, karena ban ini sebagian terbuat dari material organik lalu dicampur dan dipanaskan, mungkin sedikit mirip seperti membuat kue. Namun kebanyakan tim MotoGP menilai situasi soal ban Michelin ini semakin hari semakin buruk.
Selama pekan balap di Silverstone terlalu banyak pembalap yang mengeluh soal ban yang tidak bekerja sesuai yang mereka harapkan, mereka adalah Bagnaia, Jake Dixon, Mir, Danilo Petrucci dan Valentino Rossi. Beberapa dari mereka mendapat masalah di sesi Free Practice yang sebenarnya masalah besar, lainnya di sesi kualifikasi bahkan di saat balapan berlangsung yang mana ini masalah besar. Quartararo juga pernah mengalami masalah ban di tahun ini, tapi beruntungnya belum pernah mengalaminya saat balapan berlangsung sejauh ini.
Beberapa tim meyakini masalah ban Michelin ini semakin memburuk sejak pandemi covid 19 terjadi di tahun lalu. Pandemi ini punya efek yang sangat serius terhadap ekonomi global, yang memaksa banyak perusahaan untuk melakukan penghematan biaya yang drastis untuk bertahan hidup.
Apakah ini yang terjadi pada proyek MotoGP Michelin, sehingga mereka memotong anggaran dalam pengembangan ban Michelin? kita jelas tidak tahu kebenarannya, tetapi ini mungkin menjelaskan penyimpangan yang tampak dalam quality control terhadap ban Michelin.
Jika situasinya seburuk seperti apa yang dikatakan para pembalap dan tim, maka seharusnya ban ini tidak dapat diterima. Menyelenggarakan kejuaraan dunia balap dimana para pabrikan motor menghabiskan ratusan milyar per musim tidak seharusnya siapapun yang menang ditentukan oleh keberuntungan kualitas ban yang mereka dapat.
Ada juga masalah keamanan yang jelas untuk dipertimbangkan di sini yaitu motor dengan tenaga 300 horse power dan kecepatan yang bisa menembus lebih dari 360 km/jam tentu membutuhkan kualitas ban yang bagus.
Jika ada pertimbangan anggaran yang harus ditangani maka Dorna perlu terlibat, karena MotoGP adalah kejuaraan balap milik Dorna, dan para pabrikan yang terlibat membutuhkan kompetisi balap yang menghibur dan dapat diandalkan, tanpa ada pembalap yang terpaksa harus tersingkir hanya karena ketidakberuntungan mendapat pilihan ban yang rapuh.