Kemenangan pembalap Spanyol berusia 23 tahun di Red Bull Ring kemarin itu sangat mengesankan dalam segala hal. Terutama karena kemenangan itu merupakan balapan keenamnya di MotoGP dan balapan keempatnya sejak kembali dari 2 bulan absen karena insiden hebat di GP Portugal april lalu, dimana Martin mengalami 8 patah tulang dan menderita gegar otak yang memaksa ahli bedah untuk menunda tiga operasi yang harus dilakukan untuk membenahi tulang yang patah dengan plat metal.
Jorge Martin tentu masih sebagai pembalap rookie di kelas premier namun gaya balapnya di atas motor MotoGP sangat luar biasa, sangat halus, akurat dan konsisten. Dia sudah membuktikan itu di balapan keduanya di Losail maret lalu, ketika dia meraih pole position dan berhasil finish ketiga, setelah sempat berada di posisi kedua sampai di dua tikungan terakhir.

Gaya balap juara dunia Moto3 2018 dan dua kali pemenang di Moto2 ini sangat rebah ketika menikung, yang mana tekniknya ini membantu motor Ducati Desmosedici yang dikenal sulit menikung bisa menikung lebih baik. Karena bila bobot tubuh dipindah menuju ke apex tikungan maka akan mengurangi gaya sentrifugal, yang mana akan membantu motor melewati tikungan.
Namun selain itu, Martin juga unggul dalam hal pengereman dan akselerasi, karena kedua hal ini merupakan titik kekuatan dari motor Ducati, dan semakin pembalapnya bekerja pada area ini semakin besar pula keunggulan yang akan didapat.
Hal ini seperti yang dikatakan pembalap juara dunia satu satunya Ducati yaitu Casey Stoner, “bila ingin cepat, pembalap harus mengendarai motornya sebagaimana motor itu harus dikendarai, pembalap harus mengalah pada motornya”
Crew chief Martin. Daniel Romagnoli yang sebelumnya bekerja dengan Danilo Petrucci meyakini bahwa motor Ducati tidak secepat motor lain di tikungan, oleh karena itu pembalapnya harus sangat baik dalam hal pengereman dan akselerasi.
Menurut Romagnoli, Martin sangat baik dalam akselerasi karena dia sangat baik dalam menemukan titik terbaik untuk mendapatkan traksi ban belakangnya, sehingga meski corner speed motornya tidak secepat motor inline4, dia bisa berakselerasi dengan cepat saat keluar tikungan.

Diakuinya memang sangat sulit untuk menemukan kapan titik terbaik untuk menegakkan motor dan juga sangat sulit mengetahui seberapa banyak torsi yang diberikan pada ban belakang saat keluar tikungan. Jadi bila pembalap kurang menegakkan motornya 1 atau 2 derajat kemiringan motornya saja saat berakselerasi maka ban belakang akan terlalu banyak spin dan motor akan lamban saat berakselerasi. Inilah masalah yang dialami Petrucci tahun lalu. Petrucci sangat kesulitan menemukan titik yang tepat saat berakselerasi dengan menggunakan ban belakang Michelin yang baru.
Ketenangan Martin saat berada dalam tekanan Joan Mir pada balapan minggu kemarin juga sangat mengesankan. Tentu saja motor Ducati sangat cocok dengan layout ‘stop and go’ dari sirkuit Red Bull Ring, tapi ini juga cocok dengan Suzuki GSX-RR.
Martin sempat mendapat peringatan track limit tapi dia tidak membuat kesalahan fatal selama balapan 27 lap. Meskipun layout Red Bull Ring ini membuat banyak pembalap terkena warning track limit karena area corner entrinya yang membuat mereka harus mengerem keras.
Race pace Martin pun juga stabil, dari masing masing 24 lap yang dia lakukan laptimenya hanya 0,3 detik lebih lambat dari laptime terbaiknya di lap ke 7 saat dia berusaha menjauh dari kejaran Joan Mir.
Dalam era MotoGP modern ini juga sangat penting bagi pembalap untuk bisa mengeluarkan 100% potensi dari ban depan Michelin tanpa mengalami crash karena ban ini dikenal cukup rumit. Hanya Marc Marquez yang dulu bisa melakukan ini, tetapi saat kualitas ban menjadi lebih baik semakin banyak pembalap yang bisa menggunakan 100% potensi ban depan, seperti Jorge Martin.
Hal ini mulai dilakukan Martin saat sesi Free Practice. Martin step by step melakukan pengereman semakin dalam di setiap sesinya untuk mencari limit dari ban depan. Ketika limitnya sudah ditemukan maka pembalap akan bisa mengelola ban depan dengan baik.

Romagnoli mengatakan bahwa pembalapnya Jorge Martin adalah pembalap yang sangat sensitif terhadap motornya dan juga sangat sensitif terhadap perubahan apapun yang dilakukan pada motornya. Hal ini berbeda dari beberapa pembalap yang pernah bekerja dengannya, contohnya saat dia pernah mengganti settingan preload suspensi sebesar 5 milimeter yang tidak dirasakan perubahan pada motor beberapa pembalap terdahulunya, namun berbeda dengan Martin, meski ada perubahan preload 1 milimeter pada motornya, Martin akan tetap merasakan perbedaannya.
Martin memang memenangkan balapan pertamanya di MotoGP di sirkuit dimana Ducati selalu mendominasi, namun 3 pembalap Ducati lainnya tidak bisa berbuat apa apa di sirkuit yang seharusnya mereka bisa raih poin sebanyak banyaknya.
Dan juga Martin menyikapi kemenangan perdananya ini dengan rendah hati. Dia masih menganggap ini bagian dari progresnya sebagai pembalap rookie dan masih harus belajar banyak hal di kelas MotoGP. Meski masih seorang pembalap rookie Martin sudah menunjukan sebuah mentalitas seorang juara sejati