
Keputusan Maverick Vinales untuk meninggalkan tim pabrikan Yamaha di MotoGP mulai akhir 2021, memunculkan efek domino. Tidak hanya bagi Monster Energy Yamaha MotoGP yang diperkuatnya musim ini tetapi juga skuad satelit Petronas Yamaha SRT.
Kedua tim pun langsung sibuk mencari pembalap calon pengganti Vinales. Situasi semakin pelik sepertinya bakal dihadapi Yamaha dan SRT jika Valentino Rossi mundur atau pindah tim pada akhir musim nanti.
Di sela-sela upaya mereka mencari pembalap, muncul kabar bila Toprak Razgatlioglu dan Garrett Gerloff ke Kejuaraan Dunia MotoGP untuk 2022, marak terdengar. Seperti diketahui, keduanya merupakan pembalap Yamaha yang turun di WSBK musim ini.
Namun, kedua tim Yamaha di MotoGP tampaknya harus menahan kekecewaan. Toprak Razgatlioglu yang kabarnya dilirik skuad Petronas SRT, justru memperpanjang kontrak untuk Pata Yamaha di WSBK hingga 2023.
Hal yang sama dilakukan Garrett Gerloff. Pembalap asal Amerika Serikat itu memilih bertahan di WSBK sampai setidaknya akhir 2022. Gerloff juga mengaku, Petronas SRT tidak pernah mencoba menghubunginya sebelum ia memperpanjang kontrak.
Terakhir, juara dunia WSBK enam musim terakhir, Jonathan Rea yang diisukan dilirik Petronas SRT. Kendati sudah 34 tahun, pembalap asal Irlandia Utara itu memang tidak menampik masih berniat turun di MotoGP.
Pertanyaannya, apakah mudah bagi pembalap WSBK dengan status bintang untuk tetap bersinar saat sudah pindah ke MotoGP?
Sejak WSBK resmi dimulai pada 1988, memang tidak banyak pembalap jebolan ajang tersebut yang beralih ke MotoGP maupun 500cc.
Sebut saja John Kocinski yang pernah juara dunia WSBK 1997, Colin Edwards yang juara dunia WSBK 2000, Troy Bayliss yang juara di tahun 2001, 2006 dan 2008, lalu James Toseland di 2004 dan 2007, Ben Spies di 2009, sampai terakhir Cal Crutchlow, kampiun Kejuaraan Supersport Inggris tahun 2006.
Beberapa dari mereka akhirnya pensiun setelah turun di MotoGP. Ada juga yang kembali bertarung di WSBK tetapi tidak sekompetitif seperti saat sebelum pindah ke MotoGP.
Faktanya, beralih ke MotoGP dari WSBK tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Pertanyaannya, mengapa banyak pembalap top di WSBK sangat sulit berkarier di MotoGP? Tentu ada banyak faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Ben Spies, dalam beberapa kasus, memang tidak mustahil pembalap WSBK bisa beradaptasi di MotoGP. Namun, karena level MotoGP lebih tinggi daripada WSBK, butuh beberapa langkah bagi pembalap untuk mempelajarinya.
Bintang World SuperBike seperti Jonathan Rea mungkin bisa cepat beradaptasi. Ia bisa mencontoh gaya dan teknik balap Cal Crutchlow. Namun, yang pasti, Rea akan sulit atau mungkin hampir mustahil mengalahkan pembalap MotoGP sekelas Marc Marquez atau Fabio Quartararo.
Setelah menjadi juara dunia WSBK pada 2009, Spies ditarik ke tim satelit Yamaha di MotoGP saat itu, Tech3, untuk menggantikan James Toseland pada 2010.
Setahun kemudian, Spies ditarik ke skuad pabrikan Yamaha untuk menggantikan Valentino Rossi, mendampingi Jorge Lorenzo. Di MotoGP 2011 inilah Spies menuai hasil terbaik di MotoGP, yaitu berhasil finish di Posisi 5 klasemen akhir, setelah merebut satu kemenangan dan tiga finis podium lainnya dari 18 balapan.
Ben Spies menilai ada perbedaan yang sangat besar antara MotoGP dan WSBK, sehingga butuh waktu bagi pembalap Superbike untuk mempelajari cara kerja motor MotoGP. Hal ini jauh berbeda dari para pembalap dari Moto3 dan Moto2 yang mampu lebih cepat beradaptasi karena mereka sudah lebih tahu cara kerja motor-motor prototipe meski dengan ukuran kubikasi mesin yang lebih kecil.
Di atas motor prototipe, cara para pembalap di MotoGP saat menikung juga tidak sering slide seperti di WSBK. Karena ini tentu akan berimbas pada cornering speed.
Kecepatan di trek lurus juga jauh berbeda. Sejumlah perbedaan inilah yang membutuhkan waktu untuk beradaptasi bagi pembalap WSBK yang ingin ke MotoGP.
Ben Spies menambahkan bahwa Motor MotoGP memiliki limit sangat tinggi. Sehingga Pembalap yang belum terbiasa mengendarai motor prototipe akan butuh waktu lebih lama untuk mengetahui limitnya. Bila dibandingkan, maka lebih mudah mendapatkan performa puncak motor WSBK ketimbang MotoGP. Tentunya pembalap manapun yang bisa mengendarai motor MotoGP sampai limit, dan selama mungkin bisa berada di limit itu akan bisa mencapai kesuksesan.
Spies juga memberi saran alangkah baiknya bagi pembalap yang belum pernah turun di MotoGP untuk menjajal motor produksi massal Ducati yang diturunkan di WSBK saat ini, yaitu Ducati Panigale (baca: Panigale} V4 R.
Menurut Spies, kesulitan adaptasi yang dialami Chaz Davies pada WSBK 2019 salah satunya disebabkan karena spesifikasi Ducati Panigale V4 R yang mirip dari segi power, sasis, mesin, dan sistem elektroniknya dengan motor Ducati di MotoGP, yaitu Desmosedici GP.
Sebaliknya bagi rekan setim Davies di skuad pabrikan Ducati di WSBK saat itu, Alvaro Bautista, yang mana pada musim terakhirnya di MotoGP 2018, menggeber Ducati Desmosedici GP, langsung mampu cepat di atas Ducati Panigale V4 R pada musim pertamanya di WSBK 2019, dan langsung menjadi runner-up.
Spies menjelaskan, gaya balap seperti dirinya dan Chaz Davies, yang mengerem sangat telat saat akan menikung, bukanlah kunci sukses di MotoGP. Race pace, cornering speed, dan hal-hal seperti itulah yang menjadi faktor terpenting di MotoGP agar bisa melaju cepat.
Spies mengakui hal-hal seperti itulah yang membuatnya kesulitan beradaptasi di MotoGP. Spies sendiri mundur dari MotoGP pada akhir 2013, saat membela Pramac Racing-Ducati, karena cedera berkepanjangan.
Terlepas dari itu Cal Crutchlow yang pensiun pada akhir 2020 lalu mungkin menjadi salah satu mantan pembalap WSBK yang sukses di MotoGP dalam beberapa tahun terakhir.
Tetapi, ia baru merebut kemenangan pertamanya di MotoGP pada musim keenam, tepatnya saat naik podium utama GP Rep. Ceko bersama Tim LCR Honda.
Banyak yang meragukan bila Jonathan Rea mampu bersaing jika pindah ke MotoGP. Jika jadi pindah, mengubah gaya balap jauh lebih penting dibanding meniru gaya Crutchlow.
Selain itu, rasanya Rea akan sulit meninggalkan Kawasaki Racing WorldSBK Team kecuali ia mendapatkan tim di MotoGP yang mau memberinya bayaran minimal sama. Ditambah, tekanan di MotoGP juga lebih besar.
Belajar di MotoGP dengan turun untuk tim yang lebih kecil bukan hanya menjadi langkah mundur bagi Jonathan Rea tetapi juga membuang waktu. Karena usianya kini sudah 34 tahun.