
Pembalap rookie sensasional Moto3 Pedro Acosta membuat semua penggemar balap motor berdecak kagum di GP Doha lalu.
Remaja 16 tahun asal Spanyol ini tidak hanya bisa meraih kemenangan di balapan keduanya di Grand Prix saja, namun dia menang di balapan Moto3 dengan cara yang luar biasa, dia menang dengan cara start dari pitlane setelah terkena pinalti selama sesi Free Practice hari sebelumnya.
Acosta yang menang dengan cepat dalam karir awalnya di Moto3 dan dengan cara yang spektakuler, jelas menanggung tekanan yang besar sebagai pembalap tim KTM Ajo di sisa musim yang masih panjang ini. Sekaligus di masa depannya juga, karena banyak orang orang yang sudah menggadang gadang dirinya sebagai calon bintang juara dunia MotoGP baru.
Lalu Apakah kemenangan Acosta ini terlalu dibesar besarkan sehingga banyak orang menaruh harapan lebih pada Acosta ?
Sebelumnya memang banyak pembalap rookie yang bisa menang di Moto3, dan mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang luar biasa dari Acosta.
Semenjak pergantian dari kelas motor 2-tak 125cc ke motor 4-tak Moto3 di 2012, sudah ada 4 pembalap rookie yang bisa menang.

Pembalap rookie pertama yang bisa menang adalah Khairul Idham Pawi yang sangat cepat di cuaca hujan. Pawi sama seperti Acosta meraih kemenangan di balapan keduanya di GP Argentina sebagai pembalap yang ikut Moto3 secara semusim penuh di tahun 2016.
Dia bahkan bisa mengulang kemenangannya di tahun yang sama dengan menang di Sachsenring dalam kondisi hujan. Namun 2 kemenangan penting itu cuma terjadi di tahun 2016 itu saja, finish terbaiknya setelah itu hanyalah di posisi ke 8 dalam 5 tahunnya di Moto3, ini menujukan bahwa dia hanya bisa tampil dengan baik hanya pada saat kondisi hujan saja.

Ini juga yang terjadi pada pembalap Turki, Can Oncu, yang menjadi pembalap wildcard Moto3 pada seri terakhir musim 2018 sebagai hadiah atas kemenangannya menjuarai Red Bull Rookies Cup.
Oncu membalap di kondisi yang hujan di Valencia di balapan pertamanya di Grand Prix, dan menjadi pembalap termuda yang bisa menang di Grand Prix dengan umur 15 tahun 115 hari.
Hasil itu sangat cukup baginya untuk mengamankan kursi pembalap di tim yang sama dengan Acosta yaitu KTM Ajo di tahun 2019. Namun di musim 2019 itu menjadi musim yang buruk bagi Oncu, dengan prestasi terbaiknya hanya bisa finish di posisi ke 12, dan hanya bisa menempatkan dirinya di posisi ke 32 klasmen akhir. Ini pulalah yang membuatnya harus tersingkir di Moto3 dan terpaksa membalap di kejuaraan World Supersport tahun 2020 lalu.

Di tahun 2019, ada pembalap rookie Moto3 yang juga meraih kemenangan pertamanya di Valencia. Sebagai orang Spanyol, Sergio Garcia bisa menang di seri terakhir setelah mengalahkan Andrea Migno dan pembalap rookie wildcard Xavier Artigas.
Walaupun di tahun 2020 dia bisa tampil cukup kuat dengan menempati posisi ke 9 klasmen akhir dan memulai musim 2021 ini dengan cukup baik setelah meraih posisi ke 4 di race pembuka, itu masih cukup dini untuk memprediksi karirnya di masa depan bagi pemuda 18 tahun ini. Tampaknya dia belum cukup mampu untuk menjadi juara dunia MotoGP berdasarkan pada prestasinya sejauh ini.

Meski begitu, pembalap keempat yang bisa menang di Moto3 dalam tahun debutnya ini bisa menjadi juara dunia di tahun 2020 lalu, dia adalah juara dunia bertahan Joan Mir yang meraih kemenangan pertamanya di GP Austra 2016.
Di 2017 dia menjadi juara dunia Moto3 dan memuluskan jalannya ke pabrikan Suzuki dan akhirnya bisa menjadi juara dunia MotoGP tahun lalu.
Tapi mungkin ada standar pengukuran yang lebih baik untuk mengukur bakat sebenarnya dari seorang pembalap Moto3 selain hanya dari kemenangan pertama di musim pertama mereka. Karena saat melihat nama pembalap yang ada di MotoGP saat ini, ada kesamaan umum diantara mereka, yaitu sukses di tahun debutnya di Grand Prix. Sukses disini tidak hanya 1 atau 2 kali meraih kemenangan, namun bisa menampilkan performa yang konsisten.
Kemenangan Mir di Austria 2016 itu sebelumnya didukung oleh podium di Misano dan Valencia. Hasil itu cukup baginya menempati posisi ke 5 klasmen akhir Moto3. Rekan setimnya sekarang Alex Rins juga sangat kuat dalam debutnya di Moto3 tahun 2012, dengan meraih podium di balapan keempatnya dan sukses menempati posisi ke 5 klasmen akhir.
Performa yang sama juga dilakukan oleh pembalap Yamaha saat ini, Fabio Quartararo yang pernah 2 kali podium di usia yang sama dengan Acosta saat ini di musim debutnya saat di Moto3. Sampai akhirnya cedera menghancurkan tahun debutnya itu.
Sementara Maverick Vinales yang sudah bisa menang di balapan keempatnya di kelas 125cc, kembali bisa menang 3 balapan lagi di tahun yang sama dan menyelesaikan musim dengan bertengger di posisi ke 3 klasmen. Di tahun berikutnya dia kembali meraih posisi ke 3 klasmen, lalu di tahun 2014 dia meraih juara dunia Moto3 dan memuluskan jalannya menuju pembalap tim pabrikan MotoGP.
Melebihi dari statistik, ada sesuatu yang lebih penting mengenai kesempatan Acosta dalam meraih masa depannya yang bagus di Grand Prix ini yaitu soal karakternya. Bakat yang luar biasa sangat diperlukan untuk menjadi juara dunia MotoGP, tapi di Grand Prix yang penuh pembalap pembalap dengan bakat hebat, tidak hanya sekedar bakat alami yang dibutuhkan untuk menjadi juara.
Tentu masih sulit untuk menilai karakter dari Pedro Acosta yang baru saja menjadi bagian paddock Grand Prix, namun orang orang yang sudah bekerja bersamanya menilai Acosta memiliki intelegensi yang baik dan juga karakternya yang tenang.
Dia saat ini juga berada dalam jalur yang benar untuk meraih kesuksesan sebagai pembalap di Grand Prix, bila Acosta bisa melanjutkan hasil yang impresif maka KTM dan sponsor Red Bull akan dengan senang hati mengambil talenta yang berasal dari Red Bull Rookies Cup ini dan tentunya akan menempatkannya di motor MotoGPnya, apalagi sekarang KTM sudah punya motor yang mampu untuk menang.
Namun satu capaian kemenangan hebatnya kemarin masih belum cukup menjamin dia akan menjadi ‘The Next Joan Mir’.