
Balapan GP Doha minggu lalu berakhir dengan jarak yang sangat rapat antara 10 pembalap terdepan. Ini merupakan sesuatu yang hebat dan menjadi bukti bahwa MotoGP menjadi lebih mengasyikan dan disukai para fans dari tahun tahun sebelumnya
Memang finish berdekatan antara 10 pembalap teratas ini sudah pernah terjadi beberapa tahun terakhir, terutama selama hadirnya era ban Michelin
Kecepatan rata rata Fabio Quartararo pada minggu lalu adalah 167,6 km/jam lebih cepat 0,16 km/jam dari Johan Zarco yang finish runner up dan hanya terpaut 0,3 km/jam dari Aleix Espargaro yang finish di urutan ke-10. Ini perbedaan kecepatan yang sangatlah kecil dalam hal performa, terutama perbedaan dalam hal gaya balap dan karakteristik mesin
Hal ini berarti bahwa semua pembalap saat itu sudah mencapai batas penggunaan ban. Itulah yang menyebabkan balapan minggu lalu sangatlah ketat
Tentu spesifikasi mesin di MotoGP sudah diseragamkan dengan aturan yang secara spesifik bertujuan untuk menciptakan pertarungan sengit di lintasan, seperti ukuran maksimum ‘bore’ mesin, spesifikasi software dan sebagainya. Tapi ban Michelin merupakan hal utama dalam menyeimbangkan itu, terutama ban depan Michelin
Lalu apakah bagus bila pembalap bisa menggunakan sampai batas ban Michelin itu ?
Fakta bahwa para pembalap bisa menggunakan ban sampai batas maximum itu berarti bahwa mereka seharusnya bisa melaju lebih cepat dengan ban yang lebih baik lagi. Dan ini seharusnya akan terjadi di tahun depan, ketika Michelin memperkenalkan ban depan Michelin yang sudah di upgrade.
Ban Michelin ini juga sering mendapat komplain dari pembalap MotoGP. Tapi hal semcam ini sudah pernah terjadi bahkan di tahun 1950an saat Geoff Duke tidak mau memakai ban Dunlop dan beralih ke Avon. Lalu di tahun 1970an saat Barry Sheene tidak mau menggunakan ban Dunlop lagi setelah dia hampir mati karena crash hebat di tikungan Daytona.

Selama 2 kali balapan di Losail, beberapa pembalap mengalami kinerja ban Michelin yang buruk. Dua diantaranya terjadi selama sesi balapan. Alasan utama Jack Miller sampai turun posisi ke 9 di balapan pertamanya karena ban belakangnya mengalami deformasi di sisi kanan, yang mana ini akan menurunkan grip ban
Sedangkan pada balapan kedua, ban belakang Joan Mir tidak bekerja sesuai ekspektasi. Tidak heran bila juara bertahan ini marah setelah selesai balapan, tapi bila dibandingkan waktu balapnya dengan seri GP Qatar dan GP Doha, Mir sebenarnya lebih cepat setengah detik di GP Doha
Ban Michelin dikenal mempunyai ‘range’ temperatur yang sempit agar bisa mengeluarkan performa maksimalnya, yang mana ini akan memberi tantangan lebih pada pembalap dan para insinyur tim yang harus mensetting mesin sehingga bisa memberikan temperatur yang tepat pada ban agar bisa memberikan performa terbaik pada motor
Tentunya ini tak terlepas juga dari ramalan cuaca di lintasan, yang mana suhu aspal lintasan akan berpengaruh ke temperatur ban saat balapan. Tentu ini akan sangat krusial dalam memilih ban yang terbaik agar ban bisa membantu mengeluarkan potensi maksimal motor saat balapan
Proses ini sangat rumit dan membutuhkan investigasi mendalam pada setiap aspek performa ban, oleh karena itu saat ini setiap pabrikan sudah memperkerjakan insinyur ban yang hanya bertugas mengurusi setiap aspek ban Michelin
Ada aspek lain dari ban Michelin, terutama di ban belakangnya, yang mana bisa membuat balapan menjadi rumit. Beberapa kompon ban Michelin ini terdegradasi cukup cepat sehingga para pembalap harus menghemat ban selama balapan berlangsung, dengan cara membalap dengan sehalus mungkin. Ini bisa dilihat dari cara mereka membuka gas dan cara mereka membawa motor
Tentu ini juga punya pengaruh yang berbeda pada karakter tiap motor. Miller mengatakan bahwa ban belakang Michelin akan bekerja lebih baik bila dia harus membalap dengan halus agar bisa mendapatkan performa maksimum motornya saat balapan, namun kedua pembalap Suzuki mengatakan bahwa hal ini bukanlah masalah . mungkin saja ini dikarenakan ada perbedaan beda karakter mesin antara Ducati yang agresif dan mesin Suzuki yang halus
Ada 2 faktor lain juga yang mempengaruhi;
Saat ini motor tercepat di MotoGP punya tenaga sekitar 300 horsepower, dengan tenaga segila itu tidak ada ban yang mampu bertahan dalam 40 menit balapan dari mesin sekuat itu
Spesifikasi ban Michelin diperkenalkan bersamaan dengan spesifikasi software Magneti Marelli, yang secara sengaja kemampuannya didisain kurang bagus ketimbang software yang dikembangkan masing masing pabrikan MotoGP selama beberapa tahun sebelum era Michelin. Software buatan pabrikan itu punya kemampuan otomatis mengatur kontrol traksi, penyaluran torsi dan lain sebagainya berdasarkan pada keausan ban dan perubahan kondisi grip ban, hal ini tentu sangat membantu menghemat ban belakang
Spesifikasi software Magneti Mareli tidak mampu melakukan hal itu, sehingga hal hal demikian harus diatasi para pembalap sendiri dengan menggunakan strategi pengaturan mapping motor dan lengan tangan kanannya dalam mengatur bukaan gas
Lalu muncul teori bahwa Michelin sengaja mendisain bannya agar terdegradasi dengan cepat untuk membuat balapan lebih menarik seperti di Qatar, apakah itu mungkin ? ya mungkin saja, tapi perlu diingat bahwa Michelin tidak suka pada fakta bahwa pabrikan asal Perancis itu belum bisa memecahkan rekor lap tercepat yang ditorehkan oleh ban Bridgestone. Setelah 5 musim Michelin sebagai pemasok tunggal ban MotoGP, masih ada 7 rekor lap tercepat yang masih dipegang oleh ban Bridgstone, diantaranya di sirkuit Aragon, Assen, Brno, Circuit of America, Motegi, Phillip Island dan Termas de Rio Hondo. Michelin tentu berharap bahwa beberapa rekor lap di 7 sirkuit itu akan pecah di tahun ini,